Ecoxyztem yang didukung oleh Medco Foundation menyelenggarakan Industry Sustainability Festival (ISF) 2022 bertema #PercayaEcopreneur. Festival ini baru pertama kali diadakan sebagai bentuk komitmen untuk bergerak secara konkrit dalam isu lingkungan yang keberlanjutan.Â
Mulai dari isu efisiensi energi dan penggunaan plastik sekali pakai, hingga solusi permasalahan lingkungan.
ISF dimulai pada Kamis 1 Desember 2022 diawali dengan Demo Day Startup Showcase di Soehannal Hall, The Energy Building hingga 2-3 Desember 2022 di Senayan Park (SPARK) Mall, Jakarta.
Dalam kegiatan ini menampilkan 7 sesi. Dari talkshow, workshop, kompetisi standup comedy, hingga ecopreneurs gallery. Ecopreneurs sendiri adalah seorang wirausahawan yang menciptakan dan menjual produk atau jasa yang ramah lingkungan dalam menjalankan usahanya
Kegiatan ini melibatkan sekitar 45 pembicara, 22 mitra kolaborasi yang terdiri dari perwakilan pemerintah, korporasi, NGO/CSO, venture capital, akademisi, dan think thank; serta 26 standup/ecopreneur.
Ya, isu keberlanjutan semakin berkembang. Tidak hanya di kalangan pegiat lingkungan namun juga di kalangan pebisnis, UMKM dan startup.
Pada sesi Talkshow Industry-Startup, Jumat 2 Desember 2023, #StandUp4Sustainability bersama dengan 3 ecopreneurs dan 4 industri, isu yang dikupas cukup menarik untuk disimak.Â
Menggunakan metode StandUp dengan waktu masing-masing 5 menit untuk berbicara. Kemudian dilanjutkan dengan berkolaborasi dalam isu keberlanjutan.
Salah satunya menampilkan pembicara Ariandes Veddytarro, Sustainability Champion & Senior Brand Manager P&G Indonesia. Â Ia menyampaikan meski industri-startup-komunitas sama-sama bergerak di isu keberlanjutan, namun kerap terjadi gap baik ekspektasi maupun komunikasi.Â
Karena itu, menurutnya, kegiatan ISF ini dapat menjadi safe space bagi industri maupun startup untuk bertemu dan bertukar pikiran. Baik melalui cerita yang baik maupun kegagalan yang bisa menjadi pelajaran bersama.Â
Sebagai industri yang bergerak di sektor FMCG (Fast Moving Consumer Good), tentunya sangat erat kaitannya dengan permasalahan lingkungan, dimulai dari level produksi hingga level konsumen.Â
Pada level konsumen, P&G Indonesia menyadari sampah-sampah yang dihasilkan seperti sampah plastik tentunya sulit terurai dan telah menjadi momok bagi lingkungan.Â
Ia mengungkapkan, sampah plastik seperti sampah sachet atau sampah multilayer membutuhkan lebih dari 60 tahun untuk diurai oleh lingkungan. Tentunya permasalahan ini menjadi persoalan utama bagi industri sebagai manufacturing.Â
Masalah sampah HDPE atau High-Density Polyethylene yang digunakan sebagai botol deterjen dan botol shampoo juga menjadi isu lingkungan. Â Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyebutkan sampah jenis ini di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang bisa mencapai 7.000-8.000 ton per hari.Â
"Namun, sebenarnya 80% sampah-sampah tersebut dapat didaur ulang, digunakan kembali melalui proses recycling," ujarnya.Â
Karena itu, perusahaan juga memikirkan bagaimana dapat mengatasi permasalahan ini namun tetap menjalankan bisnis kita dan memberikan dampak positif kepada masyarakat.Â
Keresahan ini mendorong P&G Indonesia mengambil langkah melalui program Conscious Living P&G. Program ini ingin mengajak masyarakat, baik dari internal P&G dan masyarakat awam untuk lebih sadar (conscious) dalam penanganan sampah.Â
Ia berkisah, awalnya bergerak dengan menjalankan satu program Green Plant atau Green Manufacturing. Program ini bermula dari test and learn pada komunitas yang paling kecil, yaitu karyawan P&G itu sendiri.Â
Tujuannya untuk mendapatkan masukan dari karyawan. Jika program ini sukses berjalan, maka dilaksanakan program eksternal dengan kapasitas yang lebih luas. Dari sana banyak sekali inisiatif mulai dari pengelolaan karbon emision, hingga pengelolaan air di manufaktur kita.Â
"Program Conscious Living ini adalah program pengelolaan sampah, dimulai sampah organik sampai anorganik, terutama sampah plastik, sachet, multilayer dan sampah HDPE," jelasnya.Â
Ternyata, antusias karyawan sangat besar. Program ini pun dibawa ke cakupan  yang lebih besar lagi. Tentunya bekerjasama dengan retailer dan customer untuk terlibat dengan shopper.Â
Pada 2021, program kolaborasi yang juga melibatkan Pemerintah dan Dinas Lingkungan Hidup, itu dimulai di salah satu daerah di Jawa Barat. Ternyata, mendapatkan respon dan dukungan yang sangat baik dengan antusiasme yang sangat besar.Â
Selain itu, bekerjasama juga dengan Eco Agency. Dalam program Conscious Living ini masyarakat turut berpartisipasi  mengumpulkan sampah seperti sampah sachet multilayer, HDPE dan lain-lain. Sampah jenis sachet dan multilayer memang menjadi permasalahan yang cukup menantang.Â
"Sampah-sampah ini sebelumnya dianggap sebagai low value waste, lalu kita edukasi bahwa dapat direcycle kembali dengan cara yang mudah dan dapat menciptakan sebuah economic circular," katanya.Â
Pihaknya juga sudah bekerjasama dengan berbagai site, untuk mengelola multilayer dan sachet menjadi energi terbarukan. Tentu saja energi dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat sebagai sumber energi. Ada dua daerah yang menjadi lokasi operasional, yaitu Nambo, Cibinong, Jawa Barat, dan di daerah Jabodetabek.Â
"Tantangannya adalah bagaimana kita bisa mengumpulkan sebanyak-banyaknya sampah tersebut," katanya menjawab salah satu pertanyaan hadirin.
Untuk pengelolaan downstream sudah ada metodologinya. Tinggal bagaimana kita bisa mengedukasi masyarakat tentang bagaimana sampah-sampah tersebut sebenarnya masih memiliki value untuk dimanfaatkan kembali.Â
"Mengapa tidak distop saja sampah sachetnya agar tidak memperbanyak sampah sachet?" begitu pertanyaan lain yang mengemukam
Andes mengatakan belum bisa sepenuhnya menghentikan sampah sachet secara ekstrem. Karena kebutuhan dan kemampuan masyarakat berbeda-beda. Misalnya, masyarakat yang secara pendapatan berada di golongan bawah, mereka ingin mendapatkan produk berkualitas dengan harga yang terjangkau.Â
"Kita mencoba menyeimbangkan segala faktor yang ada sehingga sembari tetap melayani masyarakat, kita juga terus bisa mengatasi isu-isu yang ada," katanya.
Ia melanjutkan, dari 1,5 tahun program conscious living ini berjalan, perusahaan sudah mengumpulkan lebih dari 60 ton sampah HDPE dan multi layer. Sebagian besar sampah-sampah ini dapat dikelola menjadi barang-barang yang bisa digunakan kembali.Â
"Target P&G adalah menciptakan sebuah Closed Loop Ecosystem. Isu lingkungan yang kita bawa juga memberikan dampak positif bagi komunitas," lanjutnya.Â
Dari program ini, pihaknya sudah memberdayakan kurang lebih 5.000 pelestari untuk meningkatkan taraf hidup mereka.Â
"Ke depannya, kita ingin terus menjalankan program ini ke berbagai area di Indonesia dan terus membawa inovasi perubahan kepada lingkungan dan masyarakat sebagai bentuk dari komitmen P&G," tutupnya.
P&G berkomitmen untuk dapat terus berkolaborasi dengan ecopreneurs dan industri lainnya karena memiliki satu visi yang sama untuk bumi dan masyarakat.Â
Ecoxyztem sendiri sudah menjalankan berbagai program dan usaha untuk memperkuat jaringan wirahusaha lingkungan (ecopreneurs) di Indonesia. Mulai dari program eskalasi startup --Climate Innovation League, program akselerasi solusi akar rumput -- Urban Innovation Challenge, dan rangkaian talkshow dan diskusi panel dalam beragam spefisik isu lingkungan.Â
"Di penghujung tahun 2022, kami mengundang seluruh stakeholders yang memiliki visi yang sama untuk menumbuhkan lebih banyak ecopreneurs di Indonesia," kata Jonathan Davy, CEO Ecoxyztem.
Melalui acara ini, pihaknya memperkenalkan solusi bisnis lingkungan ke masyarakat sekaligus menggaungkan kembali kampanye #PercayaEcopreneur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H