Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Peran Orangtua dan Mertua Luruskan Mitos MPASI yang Keliru

27 Agustus 2022   15:03 Diperbarui: 28 Agustus 2022   10:33 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MPASI| Dok Shutterstock/Wiktory via Kompas.com

Anak saya tiga. Perempuan semua. Putik Cinta Khairunnisa, Annajmutsaqib, dan Fattaliyati Dhikra. Alhamdulillah sekarang beranjak remaja. Anak pertama kelas 11, anak kedua kelas 10, anak ketiga kelas 5.

Semua anak yang saya lahirkan melalui proses kelahiran normal. Anak pertama lahir di RS Hermina Depok, anak kedua lahir di RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur, anak ketiga lahir di Klinik Permata Hati, Permata Depok.

Alhamdulillah, anak-anak saya mendapatkan ASI eksklusif 6 bulan. Kebetulan, saya mengajukan cuti melahirkan ketika memang tengah proses melahirkan. Biar enak mengasuh anak saja.

Jadi, ketika seminggu menjelang perkiraan melahirkan saya mengajukan cuti, tapi belum ditentukan tanggalnya. Sudah saya tanda tangani. Nah, ketika saya melahirkan baru pihak kantor mencatat kapan saya mulai cuti.

Ketika anak pertama saya lahir, kebetulan saya masih tinggal bersama orangtua saya. Karena saya cuti, otomatis tidak ada drama mengingat pengasuhan ada di saya. Belum ada makanan yang diberikan selain ASI.

Paling "drama" yang muncul seputar kenapa anak tidak dibedong? Ibu saya menyarankan anak saya dibedong, tetapi saya tidak mengikuti saran itu. Saya membiarkan anak saya pakai baju dan diselimuti saja.

Saya sampaikan, dulu kenapa anak dibedong karena dulu cuacanya tidak sama dengan sekarang. Dulu tinggal masih di kampung-kampung dan masih dipenuhi dengan pohon-pohon. Udara cukup dingin.

Nah, bedong atau membungkus tubuh bayi yang baru lahir dengan kain dan menjadi tradisi turun-temurun dilakukan untuk membantu bayi merasa nyaman, agar dapat tidur dengan tenang.

Nah, beda dengan cuaca generasi anak saya. Cuaca panas yang terkadang ekstrem, pohon-pohon juga sudah sangat jarang. Kalau anak dibedong, yang ada anak saya kegerahan. Kasihan kan.

Lagi pula, dokter spesialis anak yang memeriksa anak saya juga tidak menyarankan anak dibedong. Nanti berpengaruh pada proses tumbuh kembangnya, terutama perkembangan motoriknya.

Setelah 3 bulan cuti, saya pun kembali bekerja. Syukurnya, jam kerja saya bukan jam kerja kantoran yang harus berangkat pagi dan pulang kantor sore, yang bisa-bisa sampai rumah malam.

Jadi, saya masih bisa menyusui anak saya dan memompa ASI untuk stok ketika saya di luar rumah. Begitu seterusnya hingga anak saya berusia 6 bulan. Sebelum usia 6 bulan itu, sebagaimana sepengetahuan saya, bayi tidak boleh dikasih makanan apa-apa selain ASI.

Mengapa MPASI sebaiknya diberikan kepada anak di atas usia 6 bulan karena tubuh bayi sudah siap untuk mencerna MPASI. Koordinasi tubuh juga mulai membaik sehingga bayi mulai bisa menelan makanan.

Itu sebabnya, baru di usia 6 bulan saya memberikan MPASI, makanan pendamping ASI pada anak saya. Sebagaimana namanya, makanan ini diberikan sebagai pendamping bagi bayi yang menyusui.

Sekitar usia 6 bulan, kebutuhan energi dan nutrisi bayi mulai tidak tercukupi jika hanya berasal dari ASI. MPASI dibutuhkan untuk menjamin kebutuhan gizi anak sehingga tumbuh dengan maksimal.

Biasanya, MPASI ini saya bikin sendiri, terkadang juga beli yang kemasan atau beli dilapak yang menjual makanan khusus MPASI. Lebih seringnya sih bikin sendiri biar lebih terjamin saja.

Dalam mempersiapkan MPASI, saya harus memahami bagaimana proses pengolahannya, jadwal makan, merancang menu, hingga mengetahui hal yang boleh dan tidak boleh diberikan dalam MPASI.

Tentu saja tidak lupa berkonsultasi dengan dokter anak saya. Baik saat kontrol, maupun berkomunikasi lewat telepon. Dokternya ramah dan melayani. Berapa lama saya berkonsultasi, akan dilayaninya dengan baik.

Ada beberapa mitos seputar MPASI yang saya dapatkan. Syukurnya, saya mendapatkan pencerahan dari dokter anak saya. Maklum, namanya juga anak pertama, jadi masih "meraba-raba". Apalagi saat itu tinggalnya di kampung.

Alhamdulillahnya juga ibu saya (dengan lima anak) dan mertua saya (dengan 9 anak) turut mensupport dan meminta saya untuk mengabaikan mitos-mitos yang tidak benar itu. Padahal, bisa jadi, mitos-mitos itu juga dipercayai keduanya di zamannya.

1. Menunda pemberian daging, ikan, serta telur sampai bayi berusia 8-12 bulan. Ternyata, ini informasi yang salah. Ketiga sumber protein ini sudah bisa dikenalkan pada Si Kecil di awal masa MPASI.

Terpenting, daging, ikan, dan telur harus dalam kondisi masih segar dan dalam keadaan baik. Ketiga bahan makanan ini harus dimasak sampai benar-benar matang untuk membunuh bakteri.

2. Menghindari pemberian hati karena dapat meracuni tubuh bayi. Informasi ini juga tidak benar. Hati justru menjadi salah satu sumber zat besi yang baik untuk bayi.

Zat besi berperan penting dalam pembentukan hemoglobin atau komponen sel darah merah. Hemoglobin berfungsi membawa oksigen ke seluruh tubuh. Juga mencukupi asupan zat besi yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan saraf dan otak bayi.

3. Menghindari makanan yang berpotensi menyebabkan alergi. Informasi ini juga keliru. Berdasarkan penelitian menunda pengenalan makanan yang berpotensi menyebabkan alergi justru dapat meningkatkan risiko bayi untuk terkena alergi makanan tersebut.

Supaya risiko si kecil terkena alergi makanan bisa berkurang, saya dianjurkan untuk memberikannya makanan yang sering memicu alergi, seperti telur, ikan, kacang, kerang, secara bertahap dan sedini mungkin.

Tentu saja dengan tetap memantau kondisi bayi untuk mengantisipasi apakah mengalami gejala alergi seperti gatal-gatal, pilek, diare, dan muntah. Jika gejala ini ditemukan setelah mengonsumsi makanan tertentu, maka hentikan dan berkonsultasi ke dokter.

4. Menghindari memberikan gula dan garam. Informasi ini ternyata tidak benar.

Menambahkan gula dan garam pada MPASI boleh-boleh saja. Dengan catatan, jika si kecil memang hanya mau makan makanan yang ditambahkan gula dan garam saja.

5. Mengenalkan sayuran terlebih dahulu, baru buah. Alasannya, jika mengenalkan buah lebih dulu akan menyulitkan bayi untuk menerima sayur. Ternyata ini hanya mitos. Karena boleh kok memperkenalkan sayur dan buah di waktu yang sama.

6. Menghindari memberi makanan bertekstur jika bayi belum tumbuh gigi. Anggapan ini juga keliru. Kita tidak perlu ragu untuk menyajikan MPASI yang tertekstur meski belum tumbuh gigi.

Walaupun giginya belum tumbuh, tapi masih bisa mengunyah dan menelan makanan bertekstur dengan baik. Ini juga melatih kemampuan anak dalam mengunyah dan menelan. Jadi, saat sudah waktunya, ia pun terbiasa untuk mengonsumsi makanan padat.

Oh iya, perlu diingat pula jangan memaksa bayi untuk harus menghabiskan MPASI yang kita sajikan. Kalau si kecil sudah memalingkan wajah atau enggan membuka mulut, tandanya sudah kenyang. Memaksa makan meski sudah kenyang dapat membuat bayi rewel karena perut terasa tidak nyaman.

Nah, pemahaman-pemahaman ini saya terapkan pula kepada anak kedua dan anak ketiga saya. Karena sudah ada pengalaman pada anak pertama, jadi saya bisa menanganinya dengan baik tanpa perlu lagi bertanya-tanya atau meraba-raba.

Alhamdulillah...anak-anak saya menyusui hingga usia 2 tahun sebagaimana anjuran pemerintah dan agama.

Demikian sekelumit kisah saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun