Jadi, tidak ada imbas yang saya dapatkan. Semisal agar anak saya mendapatkan nilai bagus di rapor atau juara kelas atau naik kelas. Kan, ini tidak. Ini murni hasil upaya anak saya belajar.Â
Guru hanya mengarahkan kalau mau nilainya bagus harus begini. Kalau tidak mau tertinggal kelas harus begitu. Kalau mau juara kelas harus begini, begitu. Selanjutnya bagaimana, ya kan tergantung anak didik.
Selain itu, guru atau wali kelas juga tidak tahu kalau saya (dan orangtua murid lainnya) akan memberikan hadiah. Karena memang tidak ada imbauan atau anjuran yang tersampaikan dari mulut wali kelas.
Hadiah yang saya berikan juga bukan barang mahal, yang harganya tidak sampai menguras isi dompet saya. Sangat tidak memberatkan saya. Seperti kue, penggorengan anti lengket, tas punggung, tas perempuan, tas laptop, travel bag, alat kosmetik, sembako, baju batik, kain batik.
Untuk barang elektronik seperti televisi dan rice cooker, baru kali ini saya berikan buat wali kelas anak pertama dan kedua saya. Itu juga bukan dapat beli, tetapi hadiah dari lomba penulisan yang saya juarai. Hadiah yang masih tersimpan dan belum digunakan.
Rice cooker saya berikan khusus untuk wali kelas anak pertama saya. Saya memang harus perlu mengucapkan terima kasih kepadanya secara langsung. Jadi, saya pun menjumpainya di sekolah pada Senin lalu, dua hari setelah pengambilan rapor.
Memang sih saat pengambilan rapor pada Sabtu 25 Juni 2022, suami yang ambil karena saya masih ada agenda kegiatan di Bandung, Jawa Barat.Â
Karena biasanya yang mengambil rapor itu saya, jadi seperti ada yang hilang jika bukan saya yang ambil. Jadi, saya merasa perlu berjumpa dengan wali kelas.
Karena berkat kesabaran dan perhatiannya, anak pertama saya bisa naik kelas. Bagi saya, ini adalah suatu pencapaian luar biasa anak saya dibandingkan semester awal.Â
Itu sebabnya, saya juga mengucapkan terima kasih kepada anak saya karena berhasil melaluinya. Berhasil membuktikan bahwa anak saya bisa menunjukkan "prestasinya".