Semua pengunjung yang tidak berkepentingan dilarang naik ke candi atau stupa. Hanya boleh sampai tangga atau pelataran. Foto-foto deh dengan latar Candi Borobudur.Â
Beres kan? Adil kan? Candi Borobudur aman deh dari kerusakan tangan-tangan jahil atau keausan atau kerusakan akibat kunjungan wisatawan.
Kalau cuma begini mah tidak perlu juga harus bayar sebenarnya. Digratiskan saja.
Negara harus menggratiskan. Toh cuma sampai pelataran saja. Dari kejauhan.Â
Bagaimanapun Borobudur itu milik kita semua. Si kaya, si miskin punya kesempatan sama untuk belajar tentang indahnya keberagaman Indonesia.Â
Candi Borobudur adalah wisata budaya, wisata edukasi, bukan wisata komersial. Secara normatif budaya bisa dinikmati semua orang. Â
Sebagai wahana cagar budaya, Candi Borubudur harus menjadi model pendidikan budaya nasional untuk seluruh anak bangsa.Â
Jadi, semua warga boleh masuk Candi Borobudur. Jika dikhawatirkan dapat merusak kelestarian situs dan cagar budaya, semua wisatawan baik nusantara maupun mancanegara, tidak boleh masuk ke candi. Apapun status sosialnya. Sekalipun dia sanggup membayar mahal.Â
Jadi, menurut saya, pemerintah harus meninjau ulang rencana menaikan tarif wisata ke  Candi Borobudur. Karena ini sangat membebani wisatawan. Tidak sejalan juga dengan prinsip pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.
Upaya menjaga kelestarian situs bersejarah ini tidak harus dengan menaikkan tarif. Perbanyak saja petugas yang bisa mengawasi kedisiplinan turis selama berada di area wisata agar kelestarian candi tetap terjaga dengan baik.
Kalau ada yang terbukti melanggar kenakan saja sanksi sosial semisal dengan dihukum membersihkan area Borobudur atau denda sebagai efek jera. Sosialisasikan sanksi ini di papan informasi yang dipasang di banyak titik agar bisa dibaca semua wisatawan.Â
Demikian pandangan saya.