Hingga kendaraan sampai di Pasar Cibadak, pertanyaan mengapa bisa macet belum juga terjawab. Karena ternyata setelah dilihat aktivitas di Pasar Cibadak terpantau normal.
"Jadi apa penyebabnya? Yang pasti karena jumlah kendaraan bertambah sementara ruas jalan begitu-begitu saja." Suami yang bertanya, suami yang menjawab sendiri hehehe...
Setelah melewati Pasar Cibadak, kendaraan padat tapi masih bisa melaju. Sampai akhirnya mendapati jalur alternatif ke Pelabuhan Ratu yang ditutup. Nah, kalau ini ditutup, mengapa juga masih macet?
Seperti tadi pagi, suami kembali bermanuver, melewati bahu jalan yang bisa dilewati satu mobil, meski sedikit agak gelap. Alhamdulillah bisa melewati banyak kendaraan. Ya, setidaknya bisa bernapas lega sejenak.
"Coba diberlakukan buka tutup seperti di Puncak, mungkin nggak akan seperti ini. Jam sekian sampai jam sekian kendaraan ke arah Bogor dibuka. Baru jam berikutnya yang ke arah Sukabumi dibuka. Kalau mau bisa aja diberlakukan," kata suami.
Saya perhatikan mulai dari Cibadak hingga pertigaan Cigombong, petugas yang mengatur lalu lintas hanya satu saja. Mungkin karena kendaraan masih terpantau lancar meski cukup padat.
Di pinggir-pinggir jalan saya perhatikan beberapa pengemudi motor beristirahat sejenak. Memang cukup melelahkan. Saya sudah bisa membayangkan dan merasakan.
Ada yang membawa istri dan anaknya yang masih bayi. Jadi ingat zaman saya dulu "mudik" pakai motor saat anak-anak masih batita hehehe...
Ada juga yang bersama teman-temannya konvoi. Merebah sejenak di emperan toko yang tutup. Ada yang sambil mendengarkan musik, ada yang sambil minum kopi.
Hingga ke pertigaan Cigombong menuju Tol Bocimi (Bogor, Ciawi, Sukabumi), kendaraan masih tersendat. Sebenarnya, menurut saya, pertigaan inilah yang menjadi biang keroknya. Pertigaan keluar pintu Tol Bocimi. Jika ke kiri ke arah Sukabumi, ke kanan ke arah Bogor.
Mengapa? Karena ada traffic light, yang untuk lampu merah saja cukup lama, tetapi untuk lampu hijau cuma sebentar.