Artinya, ketika kita dalam bulan Ramadan belum bisa mengkhatamkannya sampai Ramadan yang akan datang, kita punya kewajiban untuk mengkhatamkannya sebanyak dua kali.
Kedua Tadabbur. Ramadan harusnya menjadikan kemampuan intelektual kita, cendikiawanan atau dalam bahasa Alquran disebut ulil albab, itu harus terasah.Â
Kalau bisa harus direset ulang dengan bacaan-bacaan Alquran sehingga pikiran-pikiran yang mungkin tidak paralel dengan Alquran pada Ramadan haruslah diselaraskan dengan nilai-nilai Alquran.Â
"Ramadan akan menjadi bulan yang penuh dengan bacaan Alquran dan bagaimana proses-proses menyelaraskan nilai-nilainya bagi kehidupan sehari-hari," tuturnya.
Menurutnya, momentum Ramadan harus menjadi spirit perubahan pada bulan-bulan berikutnya. Kebiasaan-kebiasaan sepanjang Ramadan haruslah tetap di pertahankan pada bulan-bulan selain Ramadhan.
Seperti membaca Alquran, sholat berjamaah, shodaqoh dan rasa empati kepada sesama. Sehingga ketika hal-hal ini tetap dipertahankan umat muslim akan mampu menjadi umat yang berkemajuan.
Saat ini, terjadi pergeseran nilai dalam keluarga Islam. Banyak ditemukan keluarga yang tidak bisa membaca Alquran. Berdasarkan data sebanyak 65 persen umat Islam tidak bisa membaca Alquran.
Ia pernah mewawancarai calon pegawai dari salah satu PTN keagamaan, ternyata hampir sebagian besar tidak bisa membaca Alquran dengan baik dan benar sesuai tadjwid.Â
Hal ini, menurutnya, sesuatu yang sangat disayangkan mengingat Alquran adalah pedoman hidup kita. Salah membaca, berarti mempengaruhi arti ayat secara keseluruhan.
"Coba para suami dan isteri saling mengetes imcara membaca surat Alfatihah, apakah sesuai tadjwid? Ini penting karena cara membaca Alfatihah salah berarti shalat yang kita kerjakan juga tidak sah mengingat surat Alfatihah wajib dibaca di setiap shalat," tandasnya.
Ia juga menyarankan untuk membiasakan tadarus bersama dengan isteri, suami, anak-anak. Setidaknya, minimal sekali dalam seminggu sehingga ruhaniah terisi tanpa kekosongan.