Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Selamatkan Bumi, Yuk Cegah Kemubaziran Pangan

28 April 2022   15:18 Diperbarui: 28 April 2022   15:45 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: kompas.com

Seberapa sering kita membuang makanan yang sebenarnya masih layak untuk dikonsumsi. Karena hanya nafsu, tidak jarang kita mengambil makanan dalam porsi lebih bukan secukupnya.

Namun, ternyata makanan tersebut tidak kita habiskan dengan alasan kenyang dan tidak sanggup lagi untuk menghabiskannya. 

Sudah bisa ditebak, sisa makanan ini akan berakhir di tong sampah. Tahu tidak, ternyata Indonesia tercatat menjadi salah satu negara yang suka membuang-buang makanan. Menyedihkan, bukan?

Apa dampak dari perilaku tersebut? Ternyata, makanan terbuang ke tempat sampah berdampak pada percepatan panas bumi. Selain itu, hilangnya kesempatan bagi 61-125 juta orang untuk mendapatkan akses pada pangan. 

Setidaknya begitu laporan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN). Dalam laporannya, pada 2021 ada sebanyak 8,03 juta ton dibuang ke tempat sampah. Di Jakarta sendiri, kemubaziran pangan di tahun 2020 mencapai 1,4 juta ton (SIPSN, 2021). 

Tidak mau melihat pangan terbuang begitu saja, Foodbank of Indonesia (FOI) atau Bank Pangan Indonesia pun bergerak. Dalam memperingati Hari Bumi Sedunia 2022, Senin 25 April 2022, FOI mengajak para mitra bersama-sama menyelamatkan bumi.

Pendiri FOI, M Hendro Utomo, menjelaskan, kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran dan mengajak lebih banyak pihak bergerak bersama mengurangi kemubaziran pangan, menyelamatkan bumi dan mengakhiri kelaparan. 

Secara simbolis, pedagang sayur dan dunia usaha menyerahkan bahan pangan berlebih kepada FOI. Para pedagang mendonasikan pangan segar yang tidak terjual hingga menjualnya dengan harga yang lebih murah kepada bank makanan (FOI).

Para pedagang berkomitmen untuk mengurangi kemubaziran pangan yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi kelaparan pada masyarakat yang membutuhkan. 

Hadir dalam kesempatan ini, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, Suharini Eliawati, Direktur Utama Perumda PD Pasar Jaya, Arief Nasrudin, perwakilan dunia usaha, JNE & Superindo, para pedagang Pasar Tebet Timur, relawan FOI, dan media.

Hendro Utomo mengatakan, sejak tahun 2018 hingga 2021, sebesar 2.457 ton makanan telah dikelola dan disalurkan FOI untuk membantu masyarakat. 

Dokumentasi FOI
Dokumentasi FOI

Dia menjelaskan, makanan yang terbuang dan kemudian tertimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan melepaskan gas metan (CH4) ke lingkungan. Gas metan ini, emisi gas rumah kaca 25 kali lebih ganas dari karbondioksida (CO2), yang berkontribusi mempercepat pemanasan global. 

Saat ini saja krisis iklim sudah di depan mata. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 98 persen frekuensi kejadian bencana di Indonesia dalam 10 tahun terakhir berupa bencana hidrometeorologi sebagai dampak dari perubahan iklim.

Perubahan iklim menjadi tantangan multidisiplin paling serius, kompleks, dan dilematis yang dihadapi oleh masyarakat global pada awal abad ke-21, bahkan diperkirakan hingga abad ke-22. 

Itu sebabnya, melalui Perjanjian Paris pada 2015, sebanyak 195 negara global, termasuk Indonesia sepakat untuk membatasi pemanasan global di tingkat ideal di bawah 1,5C atau paling tidak 2C selama periode 2020-2030. 

Namun, di masa saat ini PBB sudah memperingatkan kenaikan suhu bumi akan datang lebih cepat karena penurunan emisi tiap negara hanya sepertiga dari kesepakatan Perjanjian Paris 2015. 

Di sisi lain, masyarakat Indonesia masih banyak yang mengalami kelaparan dan malnutrisi. Berdasarkan data Indeks Kelaparan Global Tahun 2021, Indonesia menghadapi masalah kelaparan di level moderat dengan skor GHI (Global Hunger Index) sebesar 19,1. 

Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, menyebutkan sebanyak 7,1% balita mengalami gizi kurang (wasted), 17,0% balita mengalami BB kurang (underweight), dan 24,4% mengalami tengkes (stunting).

Hasil survey FOI pada Agustus 2020 di 14 kota menemukan 27% anak pergi ke sekolah dengan perut kosong hingga siang hari. Bahkan khusus untuk wilayah padat penduduk seperti DKI Jakarta, angkanya dapat mencapai 40-50%. 

"Hal ini menunjukkan di Indonesia masih banyak ditemukan kelompok masyarakat rentan yang kebutuhan  pangannya tidak terpenuhi," tutur Hendro Utomo.

Dia berharap dengan adanya kegiatan ini, dapat mengajak lebih banyak pihak untuk bergerak bersama mengurangi kemubaziran pangan, menyelamatkan bumi dan mengakhiri kelaparan. 

Pemerintah, katanya, perlu mengeluarkan kebijakan dan peraturan untuk menekan kemubaziran pangan. Peraturan yang juga melindungi dan mendorong pihak yang berbuat baik dan mendermakan pangan yang berlebih.

"Agar kita bersama dapat menekan kenaikan suhu bumi dan memerangi kelaparan," ujar Hendro. 

Pedagang Pasar Tebet Tinur mendonasikan pangan yang tidak terjual  (Dok FOI)
Pedagang Pasar Tebet Tinur mendonasikan pangan yang tidak terjual  (Dok FOI)

Pemerintah DKI Jakarta, sebagaimana disampaikan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pada pidatonya dalam forum C40 cities PBB 2021, bahwa pemerintah kota memiliki tugas untuk menyediakan lingkungan tempat tinggal yang layak huni bagi warga kotanya.

Termasuk dengan mengatasi dampak perubahan iklim dengan melakukan upaya untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan. 

"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendukung upaya pencegahan kemubaziran pangan ini," kata Suharini Eliawati, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian Pemprov DKI Jakarta.

Yaitu, dengan merumuskan kebijakan berupa PERGUB untuk mengatur pemanfaatan makanan berlebih menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain.

PD Pasar Jaya sebagai Badan Usaha Daerah yang menaungi pasar tradisional di DKI Jakarta juga turut mendukung gerakan yang diinisiasi FOI ini. Bersama-sama mencegah kemubaziran pangan untuk melestarikan bumi dan mengurangi kelaparan.

"Kami mengapresiasi pedagang Pasar Tebet Timur yang mulai memberikan makanan berlebih tidak terjual untuk didonasikan," kata Arief Nasrudin. 

Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi contoh untuk pasar lainnya karena pasar tradisional DKI 90% adalah pasar basah yang left overnya cukup banyak. Jadi, kesadaran para pedagang ini sesuatu hal baik. 

FOI sebagai lembaga bank makanan bergerak di akar rumput, membantu lebih dari 40.422 anak-anak melalui 1.044 lembaga PAUD, SD, dan Posyandu. FOI juga bergerak menolong lansia, ibu hamil, ibu menyusui dan daerah yang tertimpa bencana. 

Pergerakan ini dilakukan FOI secara kolaboratif bersama dengan berbagai pihak, seperti PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) yang turut membantu menjangkau lebih banyak penerima manfaat. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 8,34% penduduk Indonesia kekurangan pangan pada 2020. Jumlah ini meningkat 0,71% dari tahun sebelumnya. 

"Jadi, kalau makan jangan tersisa karena di luar sana masih banyak yang tersiksa karena kekurangan makanan," ujar Tutur Mohammad Feriadi, Direktur Utama PT JNE.

Selama lebih dari 4 tahun, PT Lion Superindo juga telah mempraktekkan pencegahan kemubaziran pangan dengan mendonasikan makanan berlebih kepada FOI. 

"Kami mendonasikan makanan yang sudah tidak layak jual di gerai namun masih layak dikonsumsi untuk kemudian dijadikan bahan pangan di dapur pangan Foodbank of Indonesia," kata ujar Yuvlinda Susanta, General Manager of Corporate Affairs & Sustainability PT Lion Super Indo.

Dikatakan, sebagai jaringan supermarket nasional terkemuka di Indonesia, Super Indo berkomitmen menangani sampah makanan yang dapat timbul dari kegiatan operasional. 

Karena itu, Superindo memiliki program #Zerotolandfill sebagai salah satu implementasi dari bisnis berkelanjutan yang dikhususkan dalam manajemen sampah organik yang bisa memberikan nilai dan manfaat bagi masyarakat. 

Bagaimana dengan kita? Makanlah secukupnya. Jika masih merasa lapar boleh ambil makanan lagi dengan terukur. Jangan sedikit-sedikit membuang makanan. 

Ingat, masih banyak orang kelaparan di luar sana. Bayangkan, jika kita berada di posisi itu. Tentu, sangat menyedihkan bukan?

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun