Hendro Utomo mengatakan, sejak tahun 2018 hingga 2021, sebesar 2.457 ton makanan telah dikelola dan disalurkan FOI untuk membantu masyarakat.Â
Dia menjelaskan, makanan yang terbuang dan kemudian tertimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan melepaskan gas metan (CH4) ke lingkungan. Gas metan ini, emisi gas rumah kaca 25 kali lebih ganas dari karbondioksida (CO2), yang berkontribusi mempercepat pemanasan global.Â
Saat ini saja krisis iklim sudah di depan mata. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 98 persen frekuensi kejadian bencana di Indonesia dalam 10 tahun terakhir berupa bencana hidrometeorologi sebagai dampak dari perubahan iklim.
Perubahan iklim menjadi tantangan multidisiplin paling serius, kompleks, dan dilematis yang dihadapi oleh masyarakat global pada awal abad ke-21, bahkan diperkirakan hingga abad ke-22.Â
Itu sebabnya, melalui Perjanjian Paris pada 2015, sebanyak 195 negara global, termasuk Indonesia sepakat untuk membatasi pemanasan global di tingkat ideal di bawah 1,5C atau paling tidak 2C selama periode 2020-2030.Â
Namun, di masa saat ini PBB sudah memperingatkan kenaikan suhu bumi akan datang lebih cepat karena penurunan emisi tiap negara hanya sepertiga dari kesepakatan Perjanjian Paris 2015.Â
Di sisi lain, masyarakat Indonesia masih banyak yang mengalami kelaparan dan malnutrisi. Berdasarkan data Indeks Kelaparan Global Tahun 2021, Indonesia menghadapi masalah kelaparan di level moderat dengan skor GHI (Global Hunger Index) sebesar 19,1.Â
Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, menyebutkan sebanyak 7,1% balita mengalami gizi kurang (wasted), 17,0% balita mengalami BB kurang (underweight), dan 24,4% mengalami tengkes (stunting).
Hasil survey FOI pada Agustus 2020 di 14 kota menemukan 27% anak pergi ke sekolah dengan perut kosong hingga siang hari. Bahkan khusus untuk wilayah padat penduduk seperti DKI Jakarta, angkanya dapat mencapai 40-50%.Â
"Hal ini menunjukkan di Indonesia masih banyak ditemukan kelompok masyarakat rentan yang kebutuhan  pangannya tidak terpenuhi," tutur Hendro Utomo.