Cuma, jalan alternatif ini agak sempit. Jadi susah untuk dilalui kendaran dua arah. Terutama, pengguna kendaraan roda empat. Karena itu. Harus mencari jalan alternatif yang lain.
Kemarin saja, abang saya jalan dari rumahnya di jalan Belimbing, Beji, jam 16.30 ke rumah Abah, sapaan ayah kami, tiba di rumah Abah pas adzan Maghrib. Kebetulan di rumah Abah ada bukber keluarga.
Itu abang saya naik motor. Entah bagaimana ceritanya jika abang saya membawa mobil. Mungkin tiba selepas adzan Maghrib.
Ada beberapa titik kemacetan yang membuat perjalanan abang saya begitu lama. Â Mulai dari Terminal Depok, Stasiun Depok Lama, pertigaan Grand Depok City (GDC), dan jembatan Dipo.
Abang saya setelah melewati beberapa titik kemacetan itu harus berjibaku lagi dengan kemacetan yang muncul di Jembatan Limo, imbas dari jalan perlintasan rel yang ditutup itu.
Nah, begitu pula dengan saya. Perjalanan dari Permata Depok hingga ke Jalan Gandaria 1, Ratujaya, macet. Penyebabnya ya apalagi kalau bukan perlintasan rel kereta.
Normalnya waktu tempuh hanya 10-15 menit. Tapi karena sebentar-sebentar kereta lewat, jadi muncul kemacetan. Kadang kemacetan ini bisa terurai dalam waktu cepat, terkadang lama juga.
Kereta yang lewat kan tidak seperti jaman dulu. Tidak lagi lama. Jika dulu kereta yang lewat bisa 30 menit sekali atau bahkan 1 jam sekali, nah sejak beberapa tahun ini  setiap 5 sampai 10 menit kereta melintas.
Bisa dibayangkan, berapa lama waktu terkuras akibat kemacetan akibat adanya perlintasan kereta? Belum lagi angkot yang terkadang ngetem tidak begitu jauh dari perlintasan. Menunggu calon penumpang.
Anak saya yang kecil paling trauma kalau naik mobil harus melintasi rel kereta. Pasti wajahnya sudah pucat pasi dan ketakutan. Ketakutan yang bisa dimaklumi.
Soalnya, pernah kejadian mobil yang kami tumpangi berhenti di tengah rel kereta saat ke arah Pasar Citayam. Mau melaju tertahan angkot, mau mundur juga tertahan angkot. Benar-benar padat. Dan, angkot tidak ada yang mau mengalah.