Sebagai warga yang sering melintasi jalan Citayam Raya, saya sih setuju-setuju saja. Selain karena pintu perlintasan rawan kecelakaan, juga untuk menghindari kemacetan.
Saya tinggal di Ratujaya itu sejak saya kelas 1 SMP. Sebelumnya, tinggal di Depok 1. Tidak begitu jauh dari Kantor MUI Depok yang di jalan Nusantara Raya.
Sejak saya menetap di Ratujaya, sepanjang jalan raya Citayam itu, entah ada berapa banyak titik perlintasan liar kereta. Tidak bisa saya hitung. Entah sudah berapa banyak juga kasus kejadian kendaraan dan orang yang tertabrak kereta.
Kasus kecelakaan yang melibatkan dua kereta juga pernah terjadi. Waktu itu di Gang Kemuning, Ratu Jaya. Ya tentu saja menimbulkan banyak korban. Korban luka dan korban meninggal.
Saya menjadi warga Permata Depok sejak 2007 dengan kecamatan yang sama dengan Rawa Geni. "Resminya" sih sejak perumahaan ini pertama kali dibuka pada 2000. Saya membeli kavling, lalu membangun sendiri ketika sudah menikah.
Untungnya, menuju perumahan Permata Depok ini tidak harus melewati perlintasan rel kereta. Jadi, insyaallah amanlah.
Suami saya termasuk juga yang setuju. Alasannya, sesuai SOP memang seharusnya begitu. Meski palang perlintasan dijaga secara sukarela oleh warga, tetap saja beresiko.
"Kalau mau seharusnya semua perlintasan kereta ditutup. Jangan hanya di tempat terjadi kecelakaan yang di Rawa Geni aja," kata suami.
"Berarti, harus muter dong. Cari jalan alternatif," kata saya.
"Ya nggak apa-apa, yang penting agar kecelakaan terhindari. Perlintasan ini nggak punya pintu otomatis dan rambu peringatan. Sesuai dengan undang-undang, perlintasan liar harus ditutup," tukas suami.
Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang mulai melarang adanya perlintasan yang sebidang dengan jalan raya.