Kasihan juga ya. Sekian lama tidak bertemu, eh perjumpaan hanya melalui video call. Jelas, rindu yang amat menyesakkan dada. Saya bisa pastikan "pertemuan" itu juga penuh keharuan.
Ok, setelah dipastikan tamu atau pengunjung negatif Covid-19, kami pun dipersilakan masuk. Tapi ada syaratnya. Pengunjung harus menitipkan handphonenya kepada petugas.Â
Entah, maksudnya apa? Mungkin khawatir hp tersebut "diselundupkan" ke anak sehingga orang tua leluasa memantau kondisi anak?Â
Bagaimana dengan saya? Karena saya melakukan tugas profesi saya, maka diperkenankan untuk membawa handphone. Syukurlah. Kalau hp ditahan, bagaimana saya bisa mengabadikan suasana LPKA ini?
Di bagian depan, di area "skrining" itu, saya perhatikan, berderet loker andik pas (anak didik pemasyarakatan). Berikut nama-namanya. Dugaan saya, barang-barang titipan keluarga disimpan di situ. Nanti oleh petugas baru diserahkan.
Ada juga white board bertuliskan berbagai informasi di LPKA. Nama petugas, jadwal piket. Saya perhatikan, di situ tertulis ada 64 andik pas di sini. Alhamdulillah masih "sedikit" dibandingkan Lapas orang dewasa.
Seingat saya, sepertinya saya belum pernah berkunjung ke lapas anak. Entah kalau belasan tahun berlalu. Lupa saya.Â
Itu sebabnya, ketika saya menjejakkan kaki di dalam area LPKA, bayangan seram penjara tidak saya dapatkan. Penjaga garang, kawat berduri, gersang, tidak saya temukan.
Benaran, tidak ada seram-seramnya. Saya seperti memasuki lembaga pendidikan sekolah. Saat menyusuri koridor, saya temui beberapa andik pas yang memakai seragam sekolah yang tengah usai mengikuti pembelajaran.Â