Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pemilihan Ketua RT, Pesta Rakyat yang Sayang Dilewatkan

20 Maret 2022   14:48 Diperbarui: 21 Maret 2022   03:05 1567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penghitungan suara pemilihan ketua RT (dokumen pribadi)

Minggu, 20 Maret 2022, bisa jadi hari yang bersejarah bagi warga RT 003 Permata Depok, Jawa Barat. Karena pada hari ini, telah terpilih Ketua RT periode 2022-2027. Pemilihan berlokasi di area lapangan Berlian.

Proses pemilihan calon ketua RT cukup berliku. Setelah periode Ketua RT sebelumnya habis pada beberapa bulan, ada wacana pemilihan Ketua RT tiga periode.

Ya, Ketua RT periode sebelumnya ini sudah menjabat dua periode. Itu artinya, ia sudah menjabat sebagai Ketua RT selama 6 tahun. Waktu itu, masa periode Ketua RT hanya selama 3 tahun.

Wacana tiga periode ini muncul, karena warga melihat Ketua RT cukup sukses memimpin warga. Mampu menjembatani persoalan-persoalan warga yang dipimpinnya.

Mampu juga memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan warga demi kemajuan RT yang dipimpinnya. Terpenting lagi, mampu diajak bekerja sama dan berdiskusi, serta menampung usulan warga.

Tapi, wacana ini ditolak oleh Ketua RT. Katanya, harus ada regenerasi kepemimpinan meski di level RT. Kalau dia kembali memimpin RT, bagaimana bisa warga lain melihat persoalan RT secara utuh.

Semula, suami saya diusulkan mengingat suami pengurus RT yang diyakini mampu dan berpengalaman mengelola RT. Tapi suami menolak. Alasannya macam-macam.

Alasannya sih karena faktor pekerjaan. Mengingat suami saya cukup sibuk dan terkadang kerap ke luar kota, suami khawatir nanti tidak bisa menjalankan amanah.

Akhirnya, disepakati, Ketua RT tidak boleh mencalonkan diri atau dicalonkan lagi. Pengurus RT sebelumnya pun demikian.

Lalu, diadakan polling siapa kandidat Ketua RT. Berikut kriteria dan syarat menjadi calon Ketua RT. Polling dilakukan secara online melalui link form.

Dokumen pribadi suami
Dokumen pribadi suami

Tadinya, saya mau isi nama saya sendiri sebagai calon Ketua RT. Dalam pikiran saya, sepertinya sudah saatnya Ketua RT dipimpin oleh seorang perempuan. Zaman sekarang perempuan layak jadi pemimpin.

Sejak saya tinggal di sini selama 19 tahun, seingat saya Ketua RT dipimpin oleh pria. Jadi, ini menjadi terobosan baru.

Sepertinya seru juga kalau saya jadi Ketua RT. Nanti dipanggil Ibu RT jadinya. "Eh, Ibu RT, mau ke mana?" Suami saya dipanggil apa dong? Pak RT? Hehehe...

Eh, sampai batas waktu ditutup saya tidak sempat mengisi polling. Entah apa penyebabnya. Ditunda-tunda mulu. Kalau faktor kesibukan, sepertinya tidak juga. Saya sibuk apa sih? Isi polling kan tidak sampai 5 menit. Itu artinya, saya tidak diizinkan untuk menjadi kandidat hahaha...

Akhirnya, setelah direkap hasil polling, terpilihlah empat nama yang mendapatkan suara terbanyak. Masing-masing nama pun dihubungi oleh pengurus RT, termasuk suami saya, bahwa mereka terpilih sebagai kandidat.

Namun, 2 kandidat menyatakan tidak bersedia. Alasannya karena faktor pekerjaan. Tersisa dua kandidat. Syukurnya, dua kandidat ini setelah dibujuk-bujuk, mau menjadi kandidat.

Kedua kandidat ini sebenarnya juga cukup sibuk. Aktivitas pekerjaannya lebih banyak di luar kota. Tetapi diyakinkan bahwa mengelola RT tidak hanya Ketua RT seorang, tetapi ada wakil ketua beserta pengurus.

Jadi, ketika Ketua RT berhalangan hadir atau tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai Ketua RT pada saat itu, dia bisa mewakilkannya kepada wakil ketua. Wakil ketua tidak bisa, ya bisa diserahkan kepada pengurus.

Setelah fix, hari ini dilakukan pemilihan. Waktunya dari pukul 08.00 - 10.30 WIB. Caranya, tidak beda jauh ketika kita ikut pemilihan umum (pemilu) di tempat pemungutan suara (TPS).

Karena panitia, suami saya datang lebih awal. Suami sudah mengingatkan saya untuk tidak lupa ke lokasi TPS.

Saya pun datang ke lokasi TPS. Saya mengisi daftar hadir sesuai blok tempat tinggal. Saya lalu diberikan surat suara yang berisi dua kandidat Ketua RT.

Kemudian saya diarahkan untuk memberikan suara di bilik suara (bisa dicontreng, disilang, dicoblos di lembaran area kandidat). Setelah itu, baru deh masukkan ke kotak suara.

Sudah. Prosesnya tidak sampai 5 menit, menurut hitungan saya. Oh iya, yang berhak memberikan suara hanya suami dan istri, atau suami atau istri saja. Suami yang tidak bisa hadir, bisa diwakilkan kepada istrinya. Begitu pula sebaliknya.

Setelah memberikan suara, saya tidak langsung pulang. Tetapi berkumpul dengan ibu-ibu lainnya. Sementara para suami ya dengan golongannya juga hahaha...

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Setelah bertahun-tahun membatasi diri berkumpul karena pandemi Covid-19, akhirnya kami memanfaatkan momen ini untuk berkumpul dan bersilaturahmi, sambil menikmati hidangan yang tersaji.

Hingga akhir waktu, setelah direkap ternyata suara yang masuk hanya 62 persen. Sisanya yang 38 persen yang menurut saya cukup banyak, tidak memberikan hak suaranya.

Entah mengapa mereka tidak memberikan suaranya. Masa tidak bisa meluangkan waktu sebentar? Kan tidak sampai 5 menit. Bisa langsung pulang setelah memberikan suara.

Ada yang mencoba menelepon warga yang belum hadir. Menelepon sesuai blok. Misalnya warga Blok A menelepon warga Blok A yang belum hadir. Begitu pula warga Blok B, dan seterusnya. Sayang, tidak ada respon.

Ya sayang saja. Pesta rakyat tingkat RT saja dilewatkan begitu saja. Pesta yang tidak tiap tahun diadakan. Pesta yang hanya bisa dinikmati 5 tahun sekali. Dan, itu diabaikan begitu saja? Sungguh ter-la-lu. Menurut saya.

Bagaimana pun sebagai warga, kita pasti berurusan dengan Ketua RT. Terutama, ketika mengurus administrasi kependudukan atau untuk keperluan lain. Jadi, mana kepeduliannya?

"Ya sudah, nanti dipersulit aja kalau butuh surat-surat penting," begitu riuh suara para ibu sambil tertawa.

Setelah direkap, suara lalu dihitung disaksikan para warga yang tetap belum beranjak dari TPS. Ternyata ada 2 suara yang dinyatakan tidak sah. Karena kertas suara tersebut menconteng kedua kandidat. Wah, sayang juga.

Suara para ibu riuh lagi. Masa tidak bisa memberikan suara dengan benar? Kan sudah pernah mengikuti pemilu, baik pemilihan presiden, DPR, DPD, MPR, DPRD. Lha masa pemilihan tingkat RT bisa begitu?

Tapi, ya sudahlah, mau bagaimana lagi. Akhirnya suara terbanyak berhak menjadi Ketua RT, dan kandidat satunya lagi menjadi wakil ketua.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Para kandidat pun dipersilakan memberikan "pidato kemenangan". Ketua RT terpilih menyampaikan aturan mengenai tugas ketua RT dan RW diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat.

"Jadi, RT itu bagian dari Lembaga Ketahanan Desa (LKD) sebagai mitra pemerintah desa. Yang ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat desa," katanya.

Dalam Pasal 7 Permen tersebut, disebutkan ada tiga tugas seorang ketua RT dan RW, yaitu membantu kepala desa dalam bidang pelayanan pemerintah, membantu kepala desa dalam menyediakan data kependudukan dan perizinan, serta melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa.

Semula, ia kaget juga masa jabatannya hingga 5 tahun, yang menurutnya, masa yang lama. Tapi, berdasarkan Permen itu juga, dalam pasal 8 disebutkan masa jabatan RT dan RW atau anggota LKD lainnya adalah 5 tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan.

Ketua RT incumbent atau petahana juga memberikan sambutan. Disampaikan, sejatinya pemilihan Ketua RT ini bukanlah ajang persaingan, melainkan kebersamaan. Saling menjaga amanah untuk kemajuan RT, kemajuan bersama.

Pemilihan ini, menurut saya, lebih demokratis. Mencerminkan sila keempat Pancasila. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan.

Apakah Ketua RT mendapat "gaji"? 

Kalau saya baca-baca sih bukan gaji, tetapi uang insentif RT sebesar Rp 300.000 tiap bulan yang sebelumnya Rp 200.000. Kecil banget kan? Masih lebih besar gaji sesungguhnyalah hahaha...

Setelah itu, kami pun berfoto bersama. Pesta rakyat pun usai. Warga kembali ke rumah masing-masing sebelum adzan dzuhur berkumandang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun