"Ya sudah, nanti dipersulit aja kalau butuh surat-surat penting," begitu riuh suara para ibu sambil tertawa.
Setelah direkap, suara lalu dihitung disaksikan para warga yang tetap belum beranjak dari TPS. Ternyata ada 2 suara yang dinyatakan tidak sah. Karena kertas suara tersebut menconteng kedua kandidat. Wah, sayang juga.
Suara para ibu riuh lagi. Masa tidak bisa memberikan suara dengan benar? Kan sudah pernah mengikuti pemilu, baik pemilihan presiden, DPR, DPD, MPR, DPRD. Lha masa pemilihan tingkat RT bisa begitu?
Tapi, ya sudahlah, mau bagaimana lagi. Akhirnya suara terbanyak berhak menjadi Ketua RT, dan kandidat satunya lagi menjadi wakil ketua.
Para kandidat pun dipersilakan memberikan "pidato kemenangan". Ketua RT terpilih menyampaikan aturan mengenai tugas ketua RT dan RW diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat.
"Jadi, RT itu bagian dari Lembaga Ketahanan Desa (LKD) sebagai mitra pemerintah desa. Yang ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan masyarakat desa," katanya.
Dalam Pasal 7 Permen tersebut, disebutkan ada tiga tugas seorang ketua RT dan RW, yaitu membantu kepala desa dalam bidang pelayanan pemerintah, membantu kepala desa dalam menyediakan data kependudukan dan perizinan, serta melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa.
Semula, ia kaget juga masa jabatannya hingga 5 tahun, yang menurutnya, masa yang lama. Tapi, berdasarkan Permen itu juga, dalam pasal 8 disebutkan masa jabatan RT dan RW atau anggota LKD lainnya adalah 5 tahun terhitung sejak tanggal ditetapkan.
Ketua RT incumbent atau petahana juga memberikan sambutan. Disampaikan, sejatinya pemilihan Ketua RT ini bukanlah ajang persaingan, melainkan kebersamaan. Saling menjaga amanah untuk kemajuan RT, kemajuan bersama.
Pemilihan ini, menurut saya, lebih demokratis. Mencerminkan sila keempat Pancasila. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan.