"Bagi pihak-pihak yanh akan merekrut dokter sebaiknya lebih teliti. Semua syarat dan kelengkapan dokumen seharusnya dimintakan kepada dokter yang bersangkutan," katanya.
Dari pernyataan dr. Daeng ini terlihat bahwa tidak ada komunikasi antara PT LIB, PSSI dengan IDI untuk memastikan apakah benar yang bersangkutan dokter.Â
Jika terjadi komunikasi, pastinya hal ini tidak akan terjadi. Begitu, bukan? Apa fungsinya Komite Medis PSSI dong kalau begitu?
Dokter Daeng yang juga ahli hukum, sepakat jika kasus ini dibawa ke ranah hukum. Dalam kasus ini ada unsur penipuan, pemalsuan, dan pembohongan publik.
Jadi, saya patut mengucapkan terima kasih kepada dr Muhammad Iqbal Amin yang membongkar kepalsuan itu.
Apa jadinya dunia persepakbolaan Indonesia jika tetap memakai si tupai itu? Berapa banyak nyawa yang terancam dengan penanganannya?
Bisa saja saja dia kasih salah obat atau salah memberikan rekomendasi. Tidak terbayang kan jika ia praktek di rumah sakit?
Karena ternyata banyak komplain dari pemain atau ofisial tentang penanganan medis si tupai. Lebih mengarah ke malapraktik. Serem kan?
Belajar dari kasus ini, kita jangan mudah tersilau oleh bereret sertifikat, sebelum kita menyakini betul bahwa orang tersebut memang apa adanya.
Kalau bisa syarat-syarat untuk bisa menjadi dokter tim atau fisioterapis di klub sepak bola lebih diperketat lagi.
Rutin juga adakan workshop untuk meningkatkan keilmuan dan kemampuan dokter tim tentang penanganan cedera di lapangan.