Saya mulai menyuap sesendok demi sesendok. Karena suasana warteg cukup sepi, kawan saya mendengarkan lagu Shalawat Nabi yang ditontonnya di Youtube. Suaranya diperkeras. Jadilah saya makan diiringi lagu Shalawat Nabi.
"Untung banget itu orang yak. Dengan menyanyikan lagu Shalawat Nabi, sudah dapat duit, dapat syafaat juga dari Nabi. Untung dunia dan akhirat. Belum lagi kalau lagu itu berulang-ulang ditonton," kata saya ketika makanan di mulut saya habis.
Kawan saya mengiyakan. Saya lanjut makan. Sesuap, sesuap, sesuap. Sebelum suapan saya habis, pengunjung yang di samping sudah menyelesaikan santapannya dan bersiap-siap membayar.
"Mas, memang sudah 20 menit ya?" tanya saya.Â
"Tidak sampai, Mbak," jawabnya usai membayar makanan. Ia pun berlalu.
Saya kembali melanjutkan santapan saya, lama-lama habis juga nasi seporsi. Alhamdulillah... kenyang. Saya perhatikan jam di hp saya, masih tersisa waktu 5 menit. Eh, ternyata cukup juga makan dalam waktu 20 menit.
"Eh, cukup juga ternyata waktunya," kata saya pada kawan saya.
"Ya cukuplah. Menurut gue mah 20 menit mah cukup lama juga. Makan nggak terburu-buru juga," ujar kawan saya.
Jadi apa yang membuat banyak orang protes? Dalam pengamatan saya, durasi makan sebenarnya tidak terlalu lama. Yang membuat lama itu ketika kita makan sambil berinteraksi, sambil ngobrol, sambil bercengkrama, sambil main hp, sambil nonton, sambil baca, dan lain sebagainya.
Buktinya saya tidak sampai 20 menit makanan yang saya pesan habis tidak bersisa. Itu pun diselingi dengan obrolan-obrolan ringan dengan kawan saya. Ini benaran, bukan hoax!
Saya pun berdiri. Lalu menanyakan berapa harga makanan yang saya makan tadi.