Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

PPKM Diperpanjang, Makan 20 Menit di Warteg? Ini Pengalaman Saya

13 Agustus 2021   17:21 Diperbarui: 17 Agustus 2021   08:13 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rabu (11/8/2021) siang kemarin, waktu saya turun di Stasiun Depok Lama, perut saya didera rasa lapar. Ditahan-tahan biar makan di rumah saja, perut saya tidak bisa diajak kompromi. Berisik minta diisi.

Saya lantas mampir di warteg yang tidak begitu jauh dari Stasiun Depok Lama. Di dalam cukup sepi. Hanya ada satu pengunjung yang tengah makan.

"Mas, makan di tempat boleh nggak?" tanya saya kepada pegawai warteg.

"Boleh," katanya seraya tersenyum lebar.

"Benar nih. Jangan sampai ada razia, ntar kena denda lagi, kan lumayan dendanya," kata saya memastikan. Ia tetap bersikukuh dengan jawaban semula.

Saya pun duduk di bangku panjang. Saya tidak sendiri, ada kawan saya yang juga ikut. Tapi dia hanya menemani karena ia sedang puasa Nabi Daud. 

Di samping saya, duduk pengunjung yang sedang makan tadi. Jarak saya dengannya sekitar 1,5 meter. Ingat, tetap prokes.

"Nasinya setengah atau satu porsi?" tanyanya yang saya jawab "satu porsi". 

Maklum, lapar berat. Soalnya saya belum sarapan. Hanya menyeruput teh hangat bertemankan biskuit Roma. Ah, ini mah tidak nendang di perut saya.

Lalu jari saya menyentuh kaca etalase. Ini adalah warteg touch screen. Saya hanya menggerakkan jari saya pada layar etalase.

"Ini, ini, sama ini," kata saya seraya jari saya menyentuh "layar" dengan tampilan makanan terong balado, sayur labu, tumis ati ampela, dan sambal.

"Minumnya air putih hangat aja Mas, boleh?" tanya saya yang dijawab "boleh".

Saat itu, hari kedua pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 untuk wilayah Jawa dan Bali. Kebijakan ini berlaku sampai 16 Agustus.

Berdasarkan apa yang saya baca, sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2021, aturan tetap berlaku seperti sebelumnya. Aturan teknis PPKM tersebut diteken Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada 9 Agustus 2021.

Dalam aturan tersebut pemerintah tetap membatasi waktu makan di tempat bagi pengunjung warteg, pedagang kaki lima, dan lapak jajanan. Waktu maksimal makan adalah 20 menit dengan jam operasional hingga pukul 20.00 dan protokol kesehatan ketat.

Tetapi bagi resto, rumah makan, dan kafe di ruang terbuka diizinkan melayani dine in dengan kapasitas pengunjung 25%. Aturan tersebut sebagai upaya pemerintah untuk mencegah penularan Covid-19.

Bunyi beleid tersebut, begini: diizinkan buka dengan protokol kesehatan yang ketat sampai dengan pukul 20.00 waktu setempat dengan maksimal pengunjung makan di tempat tiga orang dan waktu makan maksimal 20 menit. Pengaturan teknis berikutnya diatur oleh pemerintah daerah.

Dalam aturan terbaru ini juga menerangkan restoran/rumah makan atau kafe dengan area pelayanan terbuka diizinkan buka dengan protokol kesehatan ketat sampai dengan pukul 20:00 waktu setempat dengan kapasitas maksimal 25%.

"Satu meja maksimal dua orang, dan waktu makan maksimal 20 menit," tulis penjelasan dalam Inmendagri 30/2021.

"Mungkin kedengaran lucu, tapi di luar negeri, di beberapa negara lain sudah lama diberlakukan itu. Jadi makan tanpa banyak bicara dan kemudian 20 menit cukup, setelah itu memberikan giliran kepada anggota masyarakat yang lain," ujar Tito, Senin (6/7/2021) sebagimana dikutip sindonews.com.

Aturan PPKM Darurat dan PPKM Level 4 sebelumnya, restoran, warung makan hingga PKL tidak diperkenankan melayani pengunjung makan di tempat. Mereka hanya menjual makanan untuk dibawa pulang. Berarti, sekarang aturan diperlonggar.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
"Mas, aturan makan 20 menit masih berlaku?" tanya saya memastikan. Eh, si Mas hanya tersenyum. Saya butuh jawaban, dia malah kasih senyuman. Aneh hehehe...

Ya sudah saya anggap aturan tersebut berlalu di warteg ini. Waktu mulai dihitung ketika sajian sudah terhidang di meja. Saya memperhatikan jam di hp saya. Waktu menunjukkan pukul 11.20 WIB, berarti saya diberi waktu hingga pukul 11.40. Selesai tidak selesai dikumpulkan.

Saya mulai menyuap sesendok demi sesendok. Karena suasana warteg cukup sepi, kawan saya mendengarkan lagu Shalawat Nabi yang ditontonnya di Youtube. Suaranya diperkeras. Jadilah saya makan diiringi lagu Shalawat Nabi.

"Untung banget itu orang yak. Dengan menyanyikan lagu Shalawat Nabi, sudah dapat duit, dapat syafaat juga dari Nabi. Untung dunia dan akhirat. Belum lagi kalau lagu itu berulang-ulang ditonton," kata saya ketika makanan di mulut saya habis.

Kawan saya mengiyakan. Saya lanjut makan. Sesuap, sesuap, sesuap. Sebelum suapan saya habis, pengunjung yang di samping sudah menyelesaikan santapannya dan bersiap-siap membayar.

"Mas, memang sudah 20 menit ya?" tanya saya. 

"Tidak sampai, Mbak," jawabnya usai membayar makanan. Ia pun berlalu.

Saya kembali melanjutkan santapan saya, lama-lama habis juga nasi seporsi. Alhamdulillah... kenyang. Saya perhatikan jam di hp saya, masih tersisa waktu 5 menit. Eh, ternyata cukup juga makan dalam waktu 20 menit.

"Eh, cukup juga ternyata waktunya," kata saya pada kawan saya.

"Ya cukuplah. Menurut gue mah 20 menit mah cukup lama juga. Makan nggak terburu-buru juga," ujar kawan saya.

Jadi apa yang membuat banyak orang protes? Dalam pengamatan saya, durasi makan sebenarnya tidak terlalu lama. Yang membuat lama itu ketika kita makan sambil berinteraksi, sambil ngobrol, sambil bercengkrama, sambil main hp, sambil nonton, sambil baca, dan lain sebagainya.

Buktinya saya tidak sampai 20 menit makanan yang saya pesan habis tidak bersisa. Itu pun diselingi dengan obrolan-obrolan ringan dengan kawan saya. Ini benaran, bukan hoax!

Saya pun berdiri. Lalu menanyakan berapa harga makanan yang saya makan tadi.

"Nasi seporsi, balado terong, sayur labu, ati ampela," kata saya.

"15 ribu saja," jawabnya. 

Wah, murah juga ya. Dengan uang segitu, saya bisa makan dengan kenyang, pakai sayur dan lauk lagi. Coba makan di kafe atau resto, paling juga dapat segelas es teh manis. Memang kenyang??? Hehehe...

Bagaimana, sudah mencoba makan dalam waktu 20 menit?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun