Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bila Bayi Berusia 21 Hari Terpapar Covid-19

2 Agustus 2021   16:26 Diperbarui: 2 Agustus 2021   17:45 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terbayang tidak ada bayi berusia 21 hari terkena Covid-19? Orang dewasa saja yang terpapar virus Corona banyak keluhan yang dirasakan. Mulai dari sakit kepala, mual-mual, demam, dan lain-lain gejala Covid-19. 

Jika orang dewasa bisa menyampaikan apa yang dirasakan dengan kata-kata, bagaimana dengan bayi? Bagaimana cara ia menyampaikannya? Mungkin hanya tangisan dan tangisan.

Virus Corona tak hanya bisa menginfeksi orang dewasa, tetapi juga menghantam anak-anak, bahkan bayi. 

Orang dewasa yang daya tahan tubuhnya lebih kuat daripada bayi bisa terpapar, bagaimana bayi yang rentan? Bayi di bawah usia 12 bulan mungkin lebih rentan lagi.

Ya, anak keponakan saya, bayi berusia 21 hari, yang berarti cucu saya, berdasarkan test PCR di RS UI positif terkena Covid-19. 

Mendengar hasil lab ini orang tua mana yang tidak panik? Terlebih jika sang orang tua masih berusia muda. Kita bisa saja bilang untuk tidak panik. Persoalannya kan ini bayi, baru 21 hari lagi. 

Bagaimana ceritanya cucu saya yang belum saya lihat wajahnya itu bisa divonis Covid-19? 

Cerita abang saya, awalnya, si kecil panas dan sesak. Dikatakan sesak napas karena napasnya di atas 60 kali per menit. Lalu sorenya dibawa ke RS UI sekalian kontrol mengingat keponakan saya melahirkan di sini. Karena curiga Covid-19, dokter pun melakukan test PCR. 

Karena hasilnya baru bisa diketahui beberapa jam kemudian, maka mereka pulang. Usai Maghrib, hasil tes PCR keluar yang dikirimkan melalui email. Dan...hasilnya positif! Jelas seisi rumah kaget. Keponakan saya seketika menangis.

Yang menjadi persoalan, mulailah kami bergerilya mencari NICU RS Rujukan Covid mengingat di RSUI untuk ruang NICU penuh. 

Baca juga: Susahnya "Berburu" Ruang ICU Covid-19

Setelah bergerilya mencari ruang ICU dan ventilator untuk ibu saya (almarhumah), kini berburu ruang NICU? Oh tidak...! Jangan sampai cucu saya ini mengalami apa yang ibu saya alami.

Saya pun mengontak relasi-relasi saya, suami juga menghubungi jaringan Siloam Hospitals, juga menginformasikannya di group Mapala UI. Adik saya juga mendatangi satu persatu RS di wilayah Bogor.

Sayang, jaringan Siloam Hospitals tidak menangani bayi yang terkena Covid-19. Disarankan untuk dibawa ke RSCM karena katanya bayi atau anak yang positif Covid-19 diarahkan ke sini.

Suami lantas menghubungi keponakannya yang praktek di RSCM. Sayang, keponakan suami baru saja tiba di rumah usai piket jaga. Sementara keponakannya juga tidak bisa mengambil keputusan bagaimana-bagaimana mengingat ruang IGD yang full.

Sementara itu, laporan adik saya, beberapa RS yang didatanginya menyatakan ruang NICU penuh. Relasi-relasi saya juga menyatakan hal yang sama. Namun, mereka akan membantu mencarikannya.

Sambil menunggu kepastian informasi ruang NICU, abang saya lantas membawa cucunya ke RSCM bersama anak dan menantunya. Ternyata, ruang IGD untuk bayi dan anak penuh. 

"Antrian hingga di luar area IGD. Daripada bayina ku naon-naon, bayina dibawa pulang," lapor abang saya.

Keesokan harinya, abang saya membawa cucunya ke RSUD Pasar Minggu. Ini untung-untungan saja sambil menunggu informasi dari saya dan suami. 

Sementara itu, suami mendapat kabar dari seniornya di Mapala UI, jika ia berkawan karib dengan Direktur RS Universitas Kristen Krida Wacana (RS Ukrida) yang berlokasi di Jakarta Barat. RS Ukrida adalah salah satu RS Rujukan Covid-19.

Kalau cucu kami mau dirawat di situ, ia akan mengontak kawannya itu. Kami pun sepakat. Kami sertakan data bayi dan nomor kontak ibu si bayi. Kami berharap RS Ukrida masih ada 1 bed NICU untuk cucu kami.

Alhamdulillah, di saat kami masih menunggu kepastian, si bayi setelah diperiksa-periksa di RSUD Pasar Minggu mendapat kepastian akan dirawat di NICU. Legalah kami. Sayang, ibu si bayi tidak boleh ikut mendampingi. 

Semua swab antigen, hasilnya positif

Sepulangnya dari RSUD Pasar Minggu, abang saya sekeluarga memutuskan untuk melakukan swab antigen. Untuk memastikan mengapa bayi bisa terkena Covid-19? Pastinya di antara keluarga ada yang terpapar dan menularkannya ke bayi.

Hasil swab antigen ternyata semuanya positif! Terjawab sudah mengapa si cucu bisa terkena Covid-19. Kakeknya, neneknya, omnya, ibunya, ayahnya positif semua. 

Secara logika, transmisi virus corona pada anak, terutama pada bayi umumnya terjadi dari klaster keluarga.

Kalau bayi di bawah satu tahun biasanya tertular dari ibunya, karena kalau menyusui dilakukan dalam jarak sangat dekat.

Umumnya, gejala bisa muncul setelah terinfeksi virus Corona dan bisa berlangsung selama 2-7 hari. Itu berarti, pada 7 hari sebelum gejala muncul, si bayi sebenarnya sudah terpapar virus Corona. Karena masa inkubasi virus ini sekitar 1 - 14 hari.  

Yang jadi pertanyaan, siapa yang menularkan? 

Munculnya pertanyaan ini karena si bayi hampir dibilang tidak pernah ke luar rumah. Begitu juga ibu dan neneknya. 

Kalau abang saya seminggu sekali memang pulang karena kantornya di Lampung. Namun, setiap pulang selalu swab antigen dan hasilnya selalu negatif. Termasuk ketika pulang di hari ibu wafat.

Atau mungkin tertular dari om dan ayahnya? Seminggu sebelum si bayi dinyatakan positif Covid-19, keduanya memang sempat keluar rumah untuk donor darah buat keluarga yang membutuhkan. Apakah virus Corona terbawa dari sini? Entahlah.

Bisa jadi juga tertular dari abang saya alias kakeknya? Hasil test antigen abang saya ketika berangkat dari Lampung pada Jumat memang hasilnya negatif. 

Lalu pada Jumat malam saat ibu wafat abang saya berada di RS Rujukan Covid DR Suyoto, Bintaro. Di sini, kami berada di kamar jenazah, menshalatkan. Apakah abang saya terpapar virus Corona saat di sini? 

Okelah, terpapar. Tapi usai ikut menguburkan almarhumah ibu, abang saya menginap di rumah ayah kami. Nah, setelah dari menginap, abang saya tidak langsung pulang ke rumah.

"Urang teu langsung balik, langsung ngungsi  karena sadar ada aya bayi di imah. Urang ngungsi heula di kontrakan Nuha (anaknya)," katanya lewat video call.

Menurut dugaan abang saya, dirinya terpapar ketika berada di RS DR Suyoto mengingat RS ini rujukan Covid-19 yang berarti isinya pasien Covid-19 semua. Yang bisa jadi, virus Corona ada di mana-mana.

Kalau menurut dokter spesialis anak RS Pondok Indah, Pondok Indah, dr. Yovita Ananta, Sp.A, MHSM, kemungkinan besar bayi tertular dari droplet ibu saat menyusui atau saat mengajaknya mengobrol. 

Menurutnya, bayi tidak akan tertular dari ASI karena di dalam ASI tidak ada virus corona penyebab Covid-19, tapi adanya antibodi Covid-19.

Ikut Isoman di Rumah

Cucu saya dikabarkan kondisinya membaik di ruang NICU di hari ke-5. Kondisinya stabil. Napasnya juga sudah normal. Sejatinya, pihak RS belum membolehkan pulang. Bayi masih harus dirawat hingga benar-benar sembuh.

Namun, karena bayi masih membutuhkan ASI, maka orang tua meminta bayi dirawat di rumah saja. Bagaimana pun, perawatan bersama ibulah yang paling ideal biar bayi menjadi lebih nyaman.

Pihak RS pun mengizinkan. Hari ini, cucu saya ini sudah berada di rumah. Isoman bersama kakek neneknya, orang tuanya, dan omnya. Jadi, berenam isolasi mandiri.

Isolasi mandiri seperti halnya orang dewasa bisa dilakukan selama 10 hari jika tidak bergejala dan ditambah 3 hari dari gejala terakhir muncul, jika bergejala.

Bagaimana panduan isoman pada bayi positif Covid-19? Dr. Tubagus Rachmat Sentika, Sp.A, MARS, yang berpraktek di RS Premier Bintaro, dalam kesempatan webinar, memberikan panduan.

Kata Tim Ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2010-2013, ini pada bayi, tetap berikan ASI eksklusif. Baik ibu dengan konfirmasi positif atau negatif Covid-19 bisa memberikan ASI pada bayi. 

Jika ibu negatif Covid-19, maka gunakan masker saat menyusui bayi. Jika ibu positif Covid-19 tetap disarankan memakai masker saat menyusui.

Pastikan juga cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum memberikan ASI. Ibu dan bayi yang positif Covid-19 bisa dirawat bersama bayi dalam satu ruangan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Baca juga: Jangan Panik, Begini Ketika Harus Isoman di Rumah

Ia mengingatkan untuk segera bawa anak ke RS atau fasilitas kesehatan terdekat bila anak menunjukkan gejala perburukan. Misalnya, anak lemas, banyak tidur, napas cepat, saturasi oksigen di bawah 95%.

Atau mata merah, ruam, leher bengkak, demam tinggi, kejang, tidak bisa makan dan minum, jarang buang air kecil, dan terjadi penurunan kesadaran.

"Segera hubungi dokter spesialis anak untuk berkonsultasi tentang kondisi anak," kata dokter yang pernah menjabat Deputi Kesejahteraan dan Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak periode 2002-2006.

Jika tidak ingin ke RS, saat ini sudah tersedia berbagai macam telemedicine yang dapat diakses dengan mudah melalui ponsel.

"Jangan pernah membuat keputusan sendiri dalam memberikan obat. Tetap ikuti resep dokter untuk menghindari pengobatan yang salah," tegasnya. 

Kementerian Kesehatan melalui unggahan Instagram, Rabu (7/7/2021) merilis panduan cara memberikan ASI kepada bayi, bagi ibu yang berstatus positif Covid-19.

Kemenkes menyebutkan, yang perlu diperhatikan saat memberikan ASI adalah kondisi ibu harus tetap melakukan protokol kesehatan ketat dan tidak mengalami gejala yang berat. Sehingga ibu masih bisa menyusui langsung

Efek Domino Covid-19

Kami lima bersaudara. Saya anak ketiga. Saya punya abang dua, punya adik laki-laki juga dua. 

Abang pertama dan adik bungsu tinggal serumah dengan ibu dan ayah kami. Abang kedua tinggal di Depok bersama isteri, dua anaknya, 1 menantu, dan 1 bayi. 

Adik saya yang satu lagi tinggal di Bogor bersama isteri dan 2 anaknya. Sementara saya tinggal di Depok bersama suami dan tiga anak plus si mbak.

Nah, kalau mau dirunut-runut, awal mula keluarga kami terpapar Covid-19 ya dari abang pertama dan adik bungsu saya. Keduanya menularkan ke ibu saya. 

Karena ibu dan ayah saya mengungsi ke rumah saya, ibu saya menularkan ke saya dan suami karena sering kontak erat dan kontak fisik. Saya lantas menularkan ke anak-anak.

Adik saya yang tinggal di Bogor juga tertular dari abang dan adik saya. Karena sebelum dibawa ke klinik, adik saya ini sempat mengerok badan abang saya. Lalu membawa keduanya ke klinik.

Beberapa hari kemudian adik saya ini menunjukkan gejala-gejala Covid-19. Mulai dari demam, sakit kepala, hingga anosmia. Dan, secara tanpa disadarinya menularinya ke isteri, dan dua anaknya.

Ya begitulah efek domino Covid-19, seperti lingkaran setan, yang entah di mana ujungnya. 

Jadi masih percaya Covid-19 hasil konspirasi?

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun