Naik andong keliling desa? Terbayang tidak? Semakin seru saja bukan perjalanan kami ini? Pagi mengelilingi desa dengan naik jeep, siangnya menumpang VW klasik menjelajahi dusun, eh menjelang sore menyusuri jalan setapak dengan naik andong.
Kapan saya terakhir naik andong ya? Lupa. Sudah lama banget deh. Waktu masih kecil saya sering naik nayor (kendaraan sejenis andong di Jawa Barat).
Kalau di Jakarta mah disebutnya delman. Pernah juga naik delman saat mengelilingi Monas bersama anak-anak saya, tapi itu sudah lama banget. Entah tahun kapan. Pokoknya beberapa tahun lalulah.
Jadi, lagi-lagi saya antusias naik andong. Ketika usai makan siang di De'Menake, eh kami dijemput andong.Â
Ada lima andong yang siap mengantar kami. Setiap andong diisi oleh tiga penumpang. Jadi formasinya saya bikin tetap: saya, Nurul Mutiara, Agus Subali hehehe...
Nah, yang menjadi pertanyaan mengapa kami diajak naik andong keliling desa? Apakah cuma sekedar jalan-jalan dengan kendaraan tradisional ini? Atau sekedar memutar kenangan masa lalu?
Ternyata eh ternyata andong ini sudah ada sejak 800 masehi. Tergambar juga di relief Candi Borobudur lho. Tidak percaya? Coba saja ditelusuri relief di Candi Borobudur. Pasti ditemukan terpahat andong di sana Jadi andong ini lebih antik, jadul, kuno daripada mobil VW klasik. Iya, kan?
Baca juga: Keliling Desa Naik VW Camat, Wisata Tidak Biasa di Kawasan Borobudur
Itu berarti andong ini berkorelasi erat dengan Sound of Borobudur. Sekali lagi, benar kan jika Sound of Borobudur bukan sekedar bicara tentang alat musik yang terpahat di relief Candi Borobudur? Semuanya saling berkaitan ternyata. Tidak berdiri sendiri.
Pesona Candi Borobudur memang tidak ada habisnya untuk mendatangkan wisatawan lokal maupun mancanegara. Bukan rahasia lagi jika Borobudur adalah salah satu candi terbesar dan termegah yang dimiliki Indonesia.