"Oh, nginep di sini ya, Mbak?" tanyanya.
Tour dengan VW Clasic ini mulai ada pada 2016. Ketika itu, komunitas pencinta mobil kuno VW Camat ingin melakukan suatu hal yang bermanfaat. Akhirnya, kini menjadi industri wisata di sekitar Candi Borobudur.
Unik, klasik, jadul, itulah yang menjadi nilai jual VW klasik ini. Bisa dibilang, VW jenis Safari ini menjadi ikon baru yang menambah keberagaman daya tarik Candi Borobudur dan kawasan sekitarnya.
Asyik juga wisata keliling desa Borobudur naik mobil camat. Dengan berkeliling desa, saya menjadi tahu, jika kawasan ini terletak di atas bukit Menoreh yang dikelilingi oleh desa-desa yang masih cukup asri dengan persawahan yang cukup luas.
Saya perhatikan rute perjalanan ini melintasi jalan sempit yang hanya bisa dilalui satu mobil dan satu motor. Rute itu sengaja diambil untuk mendekatkan wisatawan dengan penduduk desa.
Di tengah jalan, di tepi sawah kami berhenti untuk sekadar berfoto bersama. Atau berhenti di titik yang memiliki pemandangan indah untuk berfoto. Â
Jika saya perhatikan lagi, saya baru menyadari Borobudur dibangun di tengah dataran seperti mangkuk yang dikelilingi oleh pegunungan.
Borobudur sendiri diapit oleh dua pasang gunung kembar dengan ketinggian sekitar 3.000 mdpl. Dua gunung pertama adalah Sindoro dan Sumbing, kemudian Merbabu dan Merapi.
Saya juga jadi tahu aktifitas warga yang tinggal di kawasan ini. Terlebih supir VW Safari ini juga warga lokal. Jadi, ini waktu yang tepat untuk berinteraksi lebih dekat dengan warga lokal. Dan, secara langsung ikut membantu pariwisata lokal.
Meski diterpa badai pandemi Covid-19, dunia pariwisata di Kabupaten Malang terus bergeliat. Sudah bisa ditebak, keberadaan Candi Borobudur menciptakan simpul-simpul pariwisata menarik.Â
Jadi, benar, kan, Sound of Borobudur movement bukan sekedar berbicara mengenai alat musik yang terpahat di relief Candi Borobudur. Juga terkait bagaimana pemberdayaan ekonomi masyarakat tercipta dengan Candi Borobudur sebagai magnetnya.