Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Benarkah Ivermectin Obat Covid-19? Ini Penjelasan Ikatan Apoteker Indonesia

3 Juli 2021   13:32 Diperbarui: 3 Juli 2021   13:35 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengaku telah mencoba obat Ivermectin selama masa isolasi mandiri ketika terinfeksi Covid-19.

Dalam media sosial Twitter @susipudjiastuti, ia mengaku mengonsumsi obat Paracetamol, Ivermectin, dan beberapa multivitamin sebagaimana anjuran dokter.

Dalam kesulitan karena rumah sakit penuh, Susi akhirnya mencoba obat Ivermectin. Susi pun dinyatakan negatif dari Covid-19 setelah tujuh hari melakukan isolasi mandiri.

Atas kondisinya itu, Susi Pudjiastuti lantas menghubungi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir. Erick pun mengklaim Ivermectin adalah obat antiparasit dan obat terapi Covid-19.

Klaimnya itu berdasarkan jurnal ilmiah terpublikasi dan uji stabilitas yang membuktikan efektivitas Ivermectin tidak dapat diragukan. Ia pun meminta PT indofarma Tbk untuk memproduksi obat itu sebanyak 4 juta perbulannya.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pun mengklaim obat Ivermectin ampuh dalam menangani virus Covid-19. Katanya, saat obat itu dibagikan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) -- organisasi yang diketuainya, kepada masyarakat, mujarab menyembuhkan Covid-19.

Sontak pengakuan tersebut viral di tengah tren kasus Covid-19 yang terus melonjak. Masyarakat pun ramai-ramai memburu obat Invermectin.

Ketika apotek tidak mau jual jika tidak menyertakan resep dokter, orang ramai-ramai memburunya secara ilegal di lapak online sehingga memunculkan kontroversi.

Eits, jangan lantas latah memborong Invermectin! Karena ternyata obat cacing ini bukan untuk pengobatan Covid-19. Obat ini juga masih bersifat uji klinis apakah bisa direkomendasikan untuk pengobatan Covid-19?

Begini nih jika pejabat "asal ngomong" tanpa berdiskusi terlebih dulu dengan pakarnya, khususnya ahli farmasi.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Dalam keterangannya Jumat (3/7/2021) malam, Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), menegaskan, obat cacing Invermectin adalah obat keras yang penggunaannya harus berdasarkan resep dokter dan di bawah pengawasan dokter.

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Farmasi IAI, Prof. Dr. Apt. Keri Lestari, mengatakan, sesuai dengan karakteristiknya obat tersebut adalah obat keras. Karena itu, penggunaan serta pembelian obat tersebut harus dengan pantauan dan harus dengan resep dokter.

"Sangat tidak dianjurkan penggunaan obat tersebut dengan pembelian yang tanpa resep dokter, pembelian bebas, apalagi dengan pembelian online," tegasnya.

WHO, katanya, belum merekomendasikan ivermectin sebagai obat Covid-19, tetapi pada Maret 2021 telah masuk sebagai pedoman untuk uji klinik.

Keri berkali-kali menegaskan, Ivermectin sangat tidak direkomendasikan sebagai obat pencegahan Covid-19. Penggunaan obat itu masih sebatas uji klinis.

Uji klinis diperlukan untuk membuktikan keamanan dan khasiat sebelum nantinya akhirnya benar-benar bisa digunakan sebagai obat Covid-19.

Obat cacing atau obat parasit tersebut sebagaimana izin edar yang dikeluarkan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan),  dinyatakan hanya bisa digunakan 1 tahun sekali.

Jadi, kalau digunakan untuk pencegahan dalam penggunaan rutin jangka panjang, perlu satu perhatian khusus dan perlu pembuktian lebih jauh.

Kepala BPOM Penny Lukito sudah menegaskan, izin edar Ivermectin bukan diperuntukkan untuk penanganan Covid-19, melainkan infeksi karena cacing dan "obat untuk pencernaan."

Saat ini masih pengujian klinis untuk membuktikan Ivermectin benar-benar mampu meringankan efek Covid-19. BPOM menyerahkan uji klinis ke Kementerian Kesehatan.

BPOM juga melihat dalam proses pembuatan Ivermectin PT Harsen banyak melakukan pelanggaran. Pertama, bahan baku Ivermectin tidak melalui jalur resmi atau ilegal. Kedua, dalam proses distribusi juga disebut tak dalam kemasan siap edar.

Ketiga, produk Ivermectin yang ditentukan BPOM seharusnya hanya satu tahun, tapi Harsen malah mengedarkan dengan masa kedaluarsa sampai 2 tahun.

Keempat, Harsen juga melanggar dalam hal promosi obat untuk masyarakat umum. Izin BPOM, promosi obat Ivermectin hanya bisa dilakukan untuk para tenaga kesehatan karena termasuk obat keras.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Dewan Pakar IAI, Prof. Dr. Siswandono, MS, dalam kesempatan yang sama menegaskan, Ivermectin sebagai obat Covid-19 harus dihindari. Jangan sampai kasus yang terjadi di India terulang di sini.

India akhirnya mencabut izin obat tersebut karena efek sampingnya. Pemerintah India menilai belum ada studi lebih jauh mengenai khasiat dan manfaat dari obat ini.

Tidak beda jauh, Otoritas Pangan dan Obat-obatan AS (FDA) juga menghimbau agar publik menghindari penggunaannya dengan alasan yang sama. Di AS, obat ini dgunakan untuk membasmi parasit pada hewan.

"FDA belum menyetujui ivermectin untuk digunakan dalam mengobati atau mencegah Covid-19 pada manusia. Mengambil dosis besar obat ini berbahaya dan dapat menyebabkan bahaya serius," tulis FDA di situs resminya.

Sementara itu, Guru Besar bidang Analisis Farmasi, Prof. Dr. Apt. Yahdiana Harahap, yang juga Dewan Pakar IAI, mengatakan, riset ivermectin sebagai antivirus Covid-19 diawali dengan uji In Vitro di Australia.

Hasil uji memang terbukti bisa menghambat replikasi virus SARS-CoV-2, namun hal ini tidak bisa dikorelasikan dengan kajian klinis.

"Risetnya masih sangat terbatas. Sejauh ini, penelitian yang dilakukan umumnya masih dalam skala laboratorium," ungkapnya.

Kalau mau sebelum uji klinis harus dilakukan studi adjustment dari dosis sebagai obat cacing ke anti virus Covid-19.

Adanya penelitian penggunaan Ivermectin pada 476 pasien dengan mild condition Covid-19 terbukti tidak memberikan efek sebagai obat Covid-19

"Klaim manjur tidak bisa didasarkan dari klaim atau testimoni. Karena klaim saja tidak bisa membandingkan kalau tidak dipakaikan Ivermectin apakah akan sama sembuhnya atau tidak, itu saya kira memang perlu adanya uji klinik," katanya.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dalam penutupnya, Ketua Umum Pengurus PP IAI, Apt Drs Nurul Falah Eddy Pariang, menyampaikan, apa yang diklaim seseorang belum tentu berlaku untuk orang lain. Tidak bisa ditarik kesimpulan memang manjur. Terlebih Ivermectin tergolong obat keras.

Ia juga mengingatkan para apoteker untuk tidak sembarangan menjual Ivermectin maupun obat keras yang yang belakangan viral sebagai "obat Covid-19".

"Obat-obat yang dikategorikan Obat Keras hanya bisa dibeli dengan resep dokter dan punya risiko efek samping bila dikonsumsi asal-asalan," tegasnya.

Sebagaimana diberitakan, uji klinis obat itu tengah dilakukan di 8 RS, yaitu RSUP Persahabatan, Jakarta; RSUP Prof. Dr. Sulianti Saroso, Jakarta; RSUD dr. Soedarso, Pontianak; RSUP H. Adam Malik, Medan.

Kemudian RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta; RSAU Dr. Esnawan Antariksa, Jakarta; RS dr. Suyoto, Pusat Rehabilitasi Kementerian Pertahanan RI, Jakarta; dan Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Jakarta.

So, jangan ambil resiko. Jangan lupa protokol kesehatan Covid-19 dengan menerapkan 5M -- memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan, membatasi mobilitas. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun