Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Syarat Poligami dalam Islam Berat, Situ Kuat? Jika Tidak Sanggup, Merugikan Perempuan Tahu...

17 April 2021   15:23 Diperbarui: 17 April 2021   15:29 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sejatinya, dalam Islam tidak ada larangan untuk berpoligami. Tetapi ada syarat yang harus dipenuhi jika seorang suami ingin memiliki isteri lagi. Tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Syarat poligami dalam Islam tidak semudah yang dibayangkan. Ada syarat-syarat poligami sesuai syariat Islam yang mutlak harus dipenuhi. Selain hanya dibatasi 4 saja, suami juga harus mampu berlaku adil serta harus taat pada Allah dan Rasul. Nah, apakah sanggup?

Sebagaimana firman Allah tentang izin poligami dijelaskan dalam Surah An-Nisa ayat 3, berbunyi:

"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."

Nabi Muhammad (Rasulullah) sendiri melakukan praktik poligami pada 8 tahun sisa hidupnya. Sebelumnya, beliau hanya beristri satu orang selama 28 tahun yaitu Siti Khadijah.

Sepeninggal Khadijah, barulah Rasulullah menikahi beberapa wanita. Kebanyakan dari istri Nabi saat itu adalah janda tua, kecuali Aisyah (putri sahabatnya, Abu Bakar). Lagi pula Rasulullah sejatinya berpoligami untuk kepentingan orang banyak, bukan semata-mata hanya ingin menambah istri.

Persoalannya, di Indonesia ini banyak suami melakukan praktik poligami tanpa merujuk Alquran dan sunnah Nabi. Ada yang menikah secara diam-diam tanpa sepengetahuan isteri, ada yang dinikahi secara sirri, ada yang ditelantarkan, tidak dinafkahi, dan banyak lagi kasus lainnya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga (Dokumen pribadi)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga (Dokumen pribadi)

Kondisi inilah yang membuat miris Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga. Menurutnya, saat ini poligami banyak  dilaksanakan dengan ketidaksiapan, pemikiran matang, dan pengetahuan yang cukup dari berbagai pihak.

Hal-hal itulah yang menjadi awal mula terjadi berbagai perlakuan salah, terutama bagi perempuan. Dan, itu sungguh membuat Menteri Bintang prihatin. Masih banyak narasi yang salah mengenai poligami ini.

Poligami dianggap sebagai jalan pintas untuk mencari kesejahteraan, kemakmuran, dan kesuksesan dalam hidup. Padahal, poligami harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati dengan pertimbangan, ilmu, dan komitmen yang kuat.

"Perkawinan bukan hanya mengenai kepentingan individu atau golongan tertentu saja, tetapi juga bertujuan untuk membentuk tatanan masyarakat yang berbudaya, maju, dan beradab," kata Bintang.

Demikian disampaikan Menteri PPPA dalam Diskusi Ilmiah "Poligami Di Tengah Perjuangan Mencapai Ketangguhan Keluarga", Kamis (15/4/2021), yang diadakan secara virtual oleh Yayasan Mitra Daya Setara (MDS) bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

Dalam banyak kasus, sebut Bintang, poligami menyebabkan perempuan mendapatkan kekerasan psikis atau jadi tertekan, salah satunya karena merasa tidak diperlakukan dengan adil. Tidak sedikit kasus poligami yang berakhir pada kekerasan secara fisik.

Terlebih, perkawinan juga telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, yang mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.

"Maka dari itu, menjadi penting untuk menciptakan keluarga yang kuat dan harmonis, sebab jika keluarga kuat, maka negara juga akan kuat," tandasnya.
 
Sayangnya, laki-laki terkadang memandang poligami sebagai jalan pintas untuk mencari kesejahteraan, kemakmuran dan kesuksesan dalam hidup. Padahal, jika melihat syarat dan ketentuannya, melakukan perkawinan poligami tidaklah mudah.

Menteri tidak menampik, perkawinan adalah hak asasi manusia dan kebebasan bagi setiap orang yang sudah dewasa. Namun, yang bersangkutan harus siap untuk bertanggung jawab. Karena itu, pernikahan harus dilakukan dengan hati-hati, dengan pertimbangan dan komitmen yang kuat.

Prof. Zaitunah Subhan (Dokumen pribadi)
Prof. Zaitunah Subhan (Dokumen pribadi)

Guru Besar Hukum Islam Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Zaitunah Subhan pun menegaskan dalam agama Islam sudah ada prinsip bahwa niat membina perkawinan adalah membangun keluarga atau rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah. 

Dalam pandangannya, poligami dalam Islam adalah solusi bagi kondisi darurat yang membuat harus berbuat demikian. Namun, saat ini banyak kelompok maupun individu yang salah kaprah dan tidak betul-betul memahami makna dari poligami.

Ada beberapa alasan dari pemikiran yang menyimpang mengenai poligami saat ini. Ada anggapan melakukan poligami karena mengikuti apa yang dilakukan Nabi Muhammad dan menganggap itu termasuk sunah rasul yang harus diikuti.

"Padahal jelas Beliau melakukan poligami bukan dengan alasan biologis seperti yang kebanyakan terjadi saat ini. Penafsiran firman Allah tentang diperbolehkannya poligami tidak sepenuhnya dipahami. Banyak orang yang tidak memahami arti dan alasan firman Allah tersebut turun," jelasnya.

Pada hakikatnya, berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Perkawinan, salah satu asas perkawinan adalah monogami. Artinya, di dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan begitu pula sebaliknya.

Namun, sesuai dengan ketentuan dalam Syariat Islam, negara memberikan ruang untuk dapat menjalankan poligami, tentunya dengan persyaratan yang ketat. Persyaratan tersebut mencakup bahwa poligami hanya boleh dilakukan ketika istri tidak dapat memberikan keturunan, serta yang terpenting adalah keadilan bagi istri-istrinya ketika berpoligami.

Dalam UU Pernikahan juga diatur dalam menjalankan poligami, suami sudah harus meminta izin dari istrinya, disertai persetujuan dari pengadilan agama. Tidak diindahkannya persyaratan secara agama dan negara membuat poligami memberikan banyak dampak buruk bagi keutuhan satu keluarga terutama perempuan.

Untuk itu, agar perempuan terhindar dari upaya poligami yang tidak memenuhi persyaratan, perlu terus dilakukan peningkatan kapasitas perempuan baik dari sisi keterampilan, kemandirian, pemberdayaan, dan nilai-nilai intelektual. Dengan "bekal" ini perempuan pun enggan dan menolak untuk dipoligami dengan alasan apapun.
 

Prof. Meutia Farida Hatta Swasono (Dokumen pribadi)
Prof. Meutia Farida Hatta Swasono (Dokumen pribadi)

Sementara itu, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004 hingga 2009) Prof. Meutia Farida Hatta Swasono, yang menjadi pembicara dalam diskusi itu, mengatakan, masih banyak masyarakat yang mempunyai interpretasi budaya keliru terhadap makna poligami yang dimaksud dalam agama islam.

Poligami juga semakin disalahartikan dengan maraknya ajakan berpoligami di masyarakat dan disebarluaskan melalui kemajuan teknologi yakni media sosial. Padahal, poligami dapat mempengaruhi aspek sosial, ekonomi, dan budaya suatu keluarga serta ketangguhan suatu bangsa.
 
"Hal ini yang harus kita cegah bersama, penafsiran poligami yang sesungguhnya dan bagaimana penerapan poligami yang diperbolehkan agama. Selain itu, perlunya membangun karakter positif anak sejak dini mulai dari dalam keluarga dan bagaimana menghargai perempuan," tegas Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia ini.

Putri dari Proklamator RI Bung Hatta itu menyesalkan adanya upaya mempopulerkan poligami yang didasarkan interpretasi budaya yang keliru mengenai makna ayat Alquran. Jika ini tidak diluruskan orang awam akan lengah terhadap bahaya praktik poligami. Masalah bangsa pun akan semakin berat.

Karena itu, penafsiran bagaimana poligami yang sesungguhnya dan bagaimana penerapan poligami yang diperbolehkan agama harus disebarluaskan.

Prof. Meutia menambahkan poligami juga menjauhkan dari terealisasinya harapan ideal mengenai keluarga yang harmonis yang diperlukan dalam pendidikan karakter bangsa bagi anak-anak Indonesia.

Anak-anak yang lahir dari perkawinan poligami berpotensi kehilangan daya juang dalam meraih cita-cita mereka. Prestasi anak-anak bisa terhalang rasa frustasi dan kecewa sehingga menghambat kemampuan mereka untuk maju.

"Bahkan ada yang sampai putus sekolah karena ketiadaan biaya akibat penghasilan ayahnya yang harus dibagi untuk memenuhi kebutuhan para istri dan anak-anak. Ini adalah fakta selain pasangan perempuan yang akan menderita," ungkapnya.

Menurut perempuan kelahiran Yogyakarta, 21 Maret 1947, ini praktik poligami akan menghambat terbentuknya keluarga ideal dan harmonis yang berperan dalam mendidik anak-anak. Keluarga yang akan menjadi landasan awal pembentukan karakter anak.
 
"Membangun karakter positif anak sejak dini mulai dari dalam keluarga dan bagaimana menghargai perempuan diperlukan," kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden periode 2010 hingga 2014, ini.

DR. Rahmat Sentika, Sp.A (Dokumen pribadi)
DR. Rahmat Sentika, Sp.A (Dokumen pribadi)

Anggota Satuan Tugas Pelindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR. Rahmat Sentika, Sp.A, mengatakan, banyak dampak buruk dari poligami terhadap kesehatan keluarga terutama pada perempuan dan anak. 

Poligami sering menjadi penyebab stres dan depresi yang berujung menjadi penyakit jiwa. Istri pertama akan empat kali lebih menderita dibanding istri kedua, tiga dan keempat.

Dampak poligami lebih dirasakan oleh istri dan anak. Biasanya, terjadi perasaan menyalahkan diri sendiri oleh istri, karena merasa tindakan suami poligami akibat dari ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan suami.

Poligami juga dapat menyakiti anak-anak. Karena perhatian ayahnya akan terbagi dan mereka sering merasa cemburu, sedih, kecewa, bahkan marah.

Selain itu, bisa  menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang potensi kejadiannya bisa empat kali lebih besar daripada pernikahan poligami.

"Ini hasil FGD melalui koresponden grup WhatsApp selama satu minggu, dari tanggal 5 April 2021 sampai dengan 10 April 2021, dengan Grup Kedokteran Jiwa FKUP/RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung). Kebetulan saya masih jadi Dewan Pengawas RSHS, kami berkoordinasi dengan teman-teman kami di bagian kedokteran jiwa," paparnya.

Meski negara melegalkan poligami, namun pada dasarnya hukum perkawinan Indonesia mendukung perkawinan monogami. Yang ditegaskan dalam UU Perkawinan Tahun 1974 Pasal 3 ayat (1) jo. UU Nomor 16 Tahun 2019,  bahwa seorang pria hanya boleh beristri satu dan sebaliknya.

Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan mengatakan pengadilan bisa memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang, apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

"Bisa dimaknai bahwa poligami tidaklah mudah, sangat sulit berlaku adil. Pasti ada dampak buruk dari timpangnya keadilan, terutama yang dirasakan perempuan sebagai korban," tegasnya.

Ketua Umum Yayasan MDS, Mudjiati, menyampaikan, istilah poligami tidak ditemukan dalam UU Oerkawinan namun dalam ketentuan pengaturannya membuka peluang untuk seorang suami dapat mempunyai lebih dari satu istri dengan mengajukan permohonan izin ke pengadilan dan persyaratan yang berat yakni istri tidak dapat memiliki keturunan dan adanya persetujuan dari istri.

Hukum agama, terutama Islam menunjukkan poligami bisa dilakukan dalam kondisi darurat dengan prinsip adil. Dalam Islam pun poligami boleh dilakukan namun bukan menjadi anjuran apalagi kewajiban untuk dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun