"Perkawinan bukan hanya mengenai kepentingan individu atau golongan tertentu saja, tetapi juga bertujuan untuk membentuk tatanan masyarakat yang berbudaya, maju, dan beradab," kata Bintang.
Demikian disampaikan Menteri PPPA dalam Diskusi Ilmiah "Poligami Di Tengah Perjuangan Mencapai Ketangguhan Keluarga", Kamis (15/4/2021), yang diadakan secara virtual oleh Yayasan Mitra Daya Setara (MDS) bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Dalam banyak kasus, sebut Bintang, poligami menyebabkan perempuan mendapatkan kekerasan psikis atau jadi tertekan, salah satunya karena merasa tidak diperlakukan dengan adil. Tidak sedikit kasus poligami yang berakhir pada kekerasan secara fisik.
Terlebih, perkawinan juga telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, yang mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
"Maka dari itu, menjadi penting untuk menciptakan keluarga yang kuat dan harmonis, sebab jika keluarga kuat, maka negara juga akan kuat," tandasnya.
Â
Sayangnya, laki-laki terkadang memandang poligami sebagai jalan pintas untuk mencari kesejahteraan, kemakmuran dan kesuksesan dalam hidup. Padahal, jika melihat syarat dan ketentuannya, melakukan perkawinan poligami tidaklah mudah.
Menteri tidak menampik, perkawinan adalah hak asasi manusia dan kebebasan bagi setiap orang yang sudah dewasa. Namun, yang bersangkutan harus siap untuk bertanggung jawab. Karena itu, pernikahan harus dilakukan dengan hati-hati, dengan pertimbangan dan komitmen yang kuat.
Guru Besar Hukum Islam Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Zaitunah Subhan pun menegaskan dalam agama Islam sudah ada prinsip bahwa niat membina perkawinan adalah membangun keluarga atau rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah.Â
Dalam pandangannya, poligami dalam Islam adalah solusi bagi kondisi darurat yang membuat harus berbuat demikian. Namun, saat ini banyak kelompok maupun individu yang salah kaprah dan tidak betul-betul memahami makna dari poligami.
Ada beberapa alasan dari pemikiran yang menyimpang mengenai poligami saat ini. Ada anggapan melakukan poligami karena mengikuti apa yang dilakukan Nabi Muhammad dan menganggap itu termasuk sunah rasul yang harus diikuti.
"Padahal jelas Beliau melakukan poligami bukan dengan alasan biologis seperti yang kebanyakan terjadi saat ini. Penafsiran firman Allah tentang diperbolehkannya poligami tidak sepenuhnya dipahami. Banyak orang yang tidak memahami arti dan alasan firman Allah tersebut turun," jelasnya.