Menurut perempuan kelahiran Yogyakarta, 21 Maret 1947, ini praktik poligami akan menghambat terbentuknya keluarga ideal dan harmonis yang berperan dalam mendidik anak-anak. Keluarga yang akan menjadi landasan awal pembentukan karakter anak.
Â
"Membangun karakter positif anak sejak dini mulai dari dalam keluarga dan bagaimana menghargai perempuan diperlukan," kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden periode 2010 hingga 2014, ini.
Anggota Satuan Tugas Pelindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR. Rahmat Sentika, Sp.A, mengatakan, banyak dampak buruk dari poligami terhadap kesehatan keluarga terutama pada perempuan dan anak.Â
Poligami sering menjadi penyebab stres dan depresi yang berujung menjadi penyakit jiwa. Istri pertama akan empat kali lebih menderita dibanding istri kedua, tiga dan keempat.
Dampak poligami lebih dirasakan oleh istri dan anak. Biasanya, terjadi perasaan menyalahkan diri sendiri oleh istri, karena merasa tindakan suami poligami akibat dari ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan suami.
Poligami juga dapat menyakiti anak-anak. Karena perhatian ayahnya akan terbagi dan mereka sering merasa cemburu, sedih, kecewa, bahkan marah.
Selain itu, bisa  menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang potensi kejadiannya bisa empat kali lebih besar daripada pernikahan poligami.
"Ini hasil FGD melalui koresponden grup WhatsApp selama satu minggu, dari tanggal 5 April 2021 sampai dengan 10 April 2021, dengan Grup Kedokteran Jiwa FKUP/RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung). Kebetulan saya masih jadi Dewan Pengawas RSHS, kami berkoordinasi dengan teman-teman kami di bagian kedokteran jiwa," paparnya.
Meski negara melegalkan poligami, namun pada dasarnya hukum perkawinan Indonesia mendukung perkawinan monogami. Yang ditegaskan dalam UU Perkawinan Tahun 1974 Pasal 3 ayat (1) jo. UU Nomor 16 Tahun 2019, Â bahwa seorang pria hanya boleh beristri satu dan sebaliknya.
Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan mengatakan pengadilan bisa memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang, apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
"Bisa dimaknai bahwa poligami tidaklah mudah, sangat sulit berlaku adil. Pasti ada dampak buruk dari timpangnya keadilan, terutama yang dirasakan perempuan sebagai korban," tegasnya.