"De, apa yang dirasain sekarang?" tanya saya yang dijawab mual, lemas, pilek, dan sakit kepala.
"Tadi waktu cium-cium minyak kayu putih, kecium nggak itu bau minyak kayu putih?" tanya saya yang dijawab "kecium".
"Waktu makan sereal kerasa nggak itu rasa serealnya?" tanya saya yang dijawab "kerasa'.
"Nih, Bunda mau kerokin ade pake minyak tawon, kecium nggak bau minyak tawonnya? Kecium juga nggak bawang merahnya?" tanya saya yang dijawab "kecium".
Ah, syukurlah. Karena sepengetahuan saya salah satu gejala Covid-19 adalah kehilangan kemampuan indra penciuman atau anosmia. Persoalannya, anosmia ini tak hanya terjadi pada orang yang bergejala, tetapi juga dialami oleh kelompok asimptomatik atau tidak bergejala.
Orang yang mengalami anosmia tidak bisa mencium aroma apa pun, baik aroma bunga atau parfum maupun bau tidak sedap, seperti bau busuk dan bau amis, termasuk rasa makanan.
Saya pun lega. Setidaknya anak saya baik-baik saja. Tidak terbayang kalau itu terjadi. Ini bukan masalah bisa dirawat atau tidak, tapi lebih kepada tidak diperkenankannya keluarga menjaga jika ada keluarganya yang positif Covid-19.
Kalau orang dewasa sih mungkin tidak jadi masalah. Masih bisa menghandle sendiri. Lha ini anak umur 9 tahun, bagaimana ia menghadapi suasana tanpa keluarga yang hanya boleh dijaga oleh perawat. Dan, itu selama 12 hari. Di rumah saja kalau dalam keadaan kurang sehat saja rewel banget, bagaimana di rumah sakit khusus?
Jadi, saya pun tenang. Saya pun meminta anak saya untuk sering-sering mencium aroma minyak kayu putih. Karena sebagaimana yang saya yakini minyak kayu putih mengandung antibakteri, antivirus, dan antijamur.
Kandungan zat aktif ini dapat menghilangkan bakteri, virus, dan jamur pada saluran pernapasan. Minyak esensial yang diekstrak dari daun kayu putih ini juga dapat merangsang respons sistem kekebalan tubuh.
Semoga saja anak saya hanya kelelahan atau masuk angin gara-gara tidur di ruang AC yang cukup dingin atau karena jarang tidur siang.