Dengan "bekal" itu pulalah, saya masih bisa tenang jika saya ada di luar rumah untuk urusan pekerjaan saya. Sambil sesekali memantau perkembangan kondisi anak saya.
Tidak ada kekhawatiran. Dan, seringnya sih "diagnosa" saya selalu benar. Paling karena capek atau masuk angin. Biasanya dalam waktu 1 - 2 hari kondisi kesehatannya kembali pulih. Tanpa obat. Saya hanya memastikan asupan gizinya terpenuhi saja.
Nah, berbeda dengan kondisi saat ini di tengah pandemi Covid-19, yang kapan berakhirnya saja belum jelas.
"Bun suhu badan Adelia 38.3 itu normal atau demam?" tanya anak kedua saya saat saya di Kementerian Koperasi dan UKM, siang tadi.
Membaca pesan dari anak saya, seketika saya langsung waswas. Jangan-jangan...ah pikiran saya jadi negatif. Apalagi suhu 38,3 derajat selsius itu sudah bisa dibilang demam.
Dalam situasi pandemi begini saya jadi parno sendiri. Saya jadi tidak nafsu makan. Jantung saya dagdigdug. Aduh, benar nih Corona bikin panik saya saja.
Apalagi si kecil dalam seminggu terakhir ini ke luar rumah mulu naik sepeda bersama kawan-kawannya. Larangan saya tidak digubrisnya. "Kan pakai masker bunda," katanya.
Biasanya, sepulang naik sepeda atau habis bermain, saya langsung memintanya mandi dan ganti baju. Atau setidaknya cuci tangan pakai sabun, cuci kaki juga pakai sabun, cuci muka pakai sabun, dan gosok gigi.
Saya pun akhirnya memutuskan pulang. Tidak bisa berlama-lama di sini. Tidak bisa mampir-mampir juga. Meski kasus infeksi virus Corona pada anak relatif jarang terjadi, pikiran dan hati saya tidak tenang. Saya sebagai orang tua harus mewaspadainya.
Terlebih gejala Covid-19 pada anak yang saya baca cenderung ringan seperti pilek biasa, atau bahkan bisa tanpa gejala. Gejalanya bisa meliputi demam, pilek, radang tenggorokan atau tenggorokan kering, batuk-batuk, dan sesak napas.
Sesampainya di rumah, saya langsung mandi dan berganti pakaian, baru urus si kecil. Saya raba memang suhu badannya panas banget. Syukurlah tadi suami sudah kasih si kecil obat penurun panas.