Terus terang, saya masih bertanya-tanya mengapa Presiden kita, Joko Widodo, memberikan ijin bagi investor untuk menanamkan modalnya di industri minuman keras (miras)?
Seharusnya yang dilakukan, Pemerintah bersama DPR bersegera membahas dan mensahkan RUU Minuman Beralkohol (Minol) yang dampaknya akan sangat signifikan untuk menyelamatkan nyawa anak bangsa.
Bukannya malah melegalkan. Melegalkan dengan memberikan catatan tetap saja membuka peluang penyalahgunaan minuman keras.
Ya, memang ijin tersebut (untuk saat ini) hanya bisa diterapkan di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua. Meski pakai catatan "dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat".
Keputusan Jokowi itu berdasarkan Perpres No. 10 Tahun 2021 yang ditekennya belum ini. Perpers yang berisi tentang bidang usaha terbuka bagi kegiatan Penanaman Modal di Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol dan Industri Minuman Mengandung Alkohol (Anggur).
Dengan kebijakan itu, industri miras dapat menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjualbelikan secara eceran. Melegalkan investasi miras itu sama saja dengan mendukung beredarnya miras.
Kalau nanti ada penerbitan minuman keras oleh aparat apa tidak akan memunculkan masalah baru lagi? Atau jangan-jangan malah dibiarkan saja begitu?
Bandingkan dengan Perpres sebelumnya dengan No. 44 Tahun 2016. Dalam Perpres ini Industri Minuman Keras Mengandung Alkohol dan Industri Minuman Mengandung Alkohol (Anggur), masuk dalam daftar bidang usaha yang tertutup.
Tertutup di sini maksudnya dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan non komersial seperti penelitian dan pengembangan. Yang tadinya tertutup, mengapa sekarang jadi terbuka? Yang namanya terbuka berarti bisa dimasuki dan disusupi siapa saja.
Bagaimanapun, menurut saya, miras itu pintu menuju ke segala tindakan kejahatan. Mulai kasus ringan hingga berat. Sebagian besar kasus kriminalitas dilakukan dalam pengaruh minumam keras. Terhangat kasus penembakan di kafe RM oleh oknum polisi dilakukan dalam keadaan mabuk berat.
Begitu pula dengan kasus kecelakaan dengan ada atau tidak adanya korban jiwa, juga salah satu penyebabnya karena dalam keadaan mabuk.
Jadi, menurut saya, tetap harus diwaspadai tingkat kriminalitas dengan pengaruh minuman keras. Karena dalam banyak kasus saling berkorelasi positif. Tingginya tingkat kriminilitas dipengaruhi oleh tingginya tingkat konsumsi minuman keras. Begitu pula sebaliknya.
Dengan dalih apapun Perpres yang mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021 ini sangat meresahkan.
Terlebih masalah miras ini telah menjadi perhatian serius Pemerintah Propinsi Papua -- propinsi yang menjadi salah satu yang dimasukkan dalam persyaratan tertentu.
Dalam kunjungan saya ke Papua beberapa waktu lalu, Gubernur Papua sendiri bahkan sudah mengeluarkan Perda soal pelarangan miras. Karena dalam penelitian di wilayahnya itu, miras menjadi pemicu utama terjadinya kasus kekerasan.
Lha menjadi kontraproduktif dong dengan Perpers No. 10 Tahun 2021. Iya, kan? Majelis Rakyat Papua (MRP) sendiri juga secara tegas menolak investasi produksi minuman keras di wilayahnya.
Seharusnya Presiden mempertimbangkan data-data yang terkait dampak minuman keras. Berdasarkan data Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) saja, dari sekitar 63 juta anak muda Indonesia, sekitar 14,4 juta di antaranya mengonsumsi minuman beralkohol.
Yang lebih memprihatinkan lagi hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, mereka mulai minum alkohol pada usia 15-19 tahun pada pria 70 persen dan perempuan 58 persen. Mengerikan, bukan?
Berdasarkan kasus-kasus kriminal yang saya baca, remaja yang menjadi tersangka mengaku lebih cenderung mudah melakukan pembunuhan maupun melakukan aksi kriminalitas lainnya karena berada dalam pengaruh minuman beralkohol.
Mabes Polri juga mencatat dalam tiga tahun terakhir ada 225 kasus tindak pidana yang terjadi karena dipicu minuman beralkohol yang dikonsumsi pelaku di Indonesia.
Apa Presiden tidak mempertimbangkan hal-hal ini? Jadi, aneh bin heran saja. Di tengah maraknya kasus kriminalitas, kecelakaan, kekerasan, dan dampak negatif lainnya yang disebabkan oleh miras, justru pemerintah membuka dan melegalkan Industri minuman keras?
Karena berkembangnya industri miras hingga ke daerah-daerah, baik industri kecil maupun besar bisa menjadi ancaman bagi bangsa, terutama generasi masa depan.
Kita memang butuh investasi, tapi kan masih ada yang lain? Mengapa juga harus miras? Sekarang saja peredaran miras pemerintah belum mampu mengontrolnya, bagaimana jika sudah dilegalkan?
Presiden kita jangan hanya memikirkan faktor ekonomi semata tetapi di sisi lain mengabaikan keselamatan masa depan bangsa Indonesia yang menjadi tanggungjawab negara.
Memanfaatkan kemudahan investasi dalam UU Cipta Kerja dengan melonggarkan industri miras hingga ke daerah, itu sama saja artinya lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.
Dalam Alquran pun disebutkan, "Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya..." (QS. Al-Baqarah: 219)
Jadi, sudah sewajarnya banyak yang menolak Perpers tersebut. Tak sedikit yang meminta Jokowi mencoret kemudahan izin investasi miras Perpres No: 10/2021 tersebut.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) juga harus bisa mencoret Industri Miras dari Daftar Investasi Positif yang dikeluarkan lembaga tersebut.
Bagaimana nasib bangsa ini ke depan, coba? Narkotika sampai sekarang saja susah banget diberantasnya, kini melegalkan miras. Apa mau negeri ini berada di ambang kehancuran?
Padahal negeri ini berlandaskan Pancasila. Kalau miras dilegalkan berapa banyak sila yang dilanggar oleh Presiden? Itu sama saja Presiden sudah mencederai nilai-nilai luhur Pancasila.
Pancasila:
Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Tiga, Persatuan Indonesia.
Empat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan.
Lima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Adakah melegalkan miras mewakili sila-sila Pancasila?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H