Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Di Antara Deburan Ombak Pantai Klayar

29 Desember 2020   04:07 Diperbarui: 29 Desember 2020   04:27 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin (28/12/2020) pagi itu, cuaca belum bersahabat. Hujan masih saja turun. Padahal dari semalam langit sudah menumpahkan airnya. Suara deburan ombak yang berkali-kali menerjang karang terdengar amat keras dari tempat saya dan anak-anak menumpang istirahat.

Sedari kami tiba di sini dini hari, deburan ombak memecahkan kesunyian. Keadaan sekitar cukup gelap. Tak ada temaram cahaya yang menerangi. Kedai-kedai dan toko-toko tutup. Satu-satunya yang menemani kesunyian ya deburan ombak.

Beruntung mobil Isuzu Bighorn yang membawa kami ke sini berhenti di salah satu kedai yang tutup. Karena hujan turun cukup deras, suami memutuskan untuk menumpang tidur di kedai ini. 

Tidak mungkin juga memasang tenda dalam kondisi hujan deras. Tenaga suami mungkin juga terkuras setelah menyupiri kami selama 3 jam lebih dari Kota Yogyakarta dengan kontur jalanan yang berkelak-kelok.

Sambil menunggu hujan reda, kami menikmati deburan ombak yang terus menerjang karang. Saya melihat ada sekitar 6 sampan terombang-ambing di pagi yang muram itu. Sepertinya nelayan yang tengah menjaring ikan.

Cukup lama menunggu langit tersenyum cerah. Ketika hujan mulai agak reda, saya dan anak-anak pun mengitari area ini. Menikmati deburan ombak dari sisi yang lain sambil memandang bentangan langit yang masih kelabu.

Ketika kami melangkahkan kaki ke area bawah, saya melihat ada hamparan pasir putih dengan deburan ombak yang bagaikan kidung cinta. Lagu Vina Panduwinata pun tiba-tiba terlantun oleh saya. Hanya sepenggal.

"Deru sang ombak bersilir ke pantai, disambut alunan nyiur melambai, rembulan megah di atas mahligai, tersenyum melihat kita berdua."

Setelah kami bergegas ke sana, sungguh saya tidak menyangka ternyata di Pacitan, Jawa Timur, tanah kelahiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ada pantai yang sangat indah dengan hamparan pasir putih. Pasirnya berkilauan ketika sinar mentari mulai menyemburat.

Namanya Pantai Klayar. Pertama kali bersua saya langsung jatuh hati dengan keindahannya. Deburan ombak berkali-kali menghantam karang. Oh sungguh indahnya pemandangan alam di pantai ini. Kemesraan antara ombak dan pasir melantunkan kidung cinta .

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Mendengar setiap deru ombak ke pantai, ada rindu yang tak dapat terungkap. Menghirup udara pantai seolah melepas rindu yang tiada berkesudahan seperti pesisir pasir yang tiada bertepi.

Begitu memasuki kawasan pantai, saya dan anak-anak seolah-olah disambut suara deburan ombak yang riuh menyapu bibir pantai. Warnanya yang jernih membaur menjadi satu dengan putihnya pasir.

Semilir angin membelai wajah-wajah riang penuh tawa yang berlarian dikejar ombak, lalu mengejar ombak, dan membiarkan diri bergumul dengan ombak.

Adanya pepohonan khas pantai membuat Pantai Klayar semakin terlihat eksotis. Bebatuan karang berdiri gagah. Laut, pasir putih, pepohonan, dan batu karang bagaikan lukisan indah yang sempurna.

Pantai Klayar memiliki bebatuan karang yang tersebar di sekitarnya. Di kanan, kiri, bahkan di sepanjang bibir pantai bertebaran batu karang. Ada batu-batu karang yang berukuran kecil, sedang, besar, hingga tinggi menjulang.

Saya sampai tidak bosan melihat lukisan alam yang begitu indah ini. Saya melihat pengunjung banyak berpose di spot-spot yang memesona itu. Memang pemandangan di sini cukup Istagramable. 

Tidak heran, banyak yang berfoto di segala sudut. Ada yang berdiri di karang, ada yang bercengkrama dengan deburan ombak, ada juga yang melompat. 

Meski ramai, tapi masih bisa dibilang sepi. Jadi, cukup aman dari kerumuman dan cukup aman dari penularan Covid-19.

Di sebelah kiri pantai ada batu karang yang sepintas terlihat seperti Patung Sphinx yaitu patung singa dengan kepala manusia yang ada di Mesir. Di depan batu karang ini terhampar deburan ombak yang deras.

Mungkin karena derasnya ombak dan banyaknya batu karang, maka pengunjung dilarang untuk berenang di pantai ini. Larangan ini lebih karena khawatir akan membuat pengunjung celaka.

Anak-anak pun saya ingatkan hanya untuk bermain di bibir pantai saja. Khawatir terseret saja mengingat derasnya ombak.

Pantai ini masih termasuk dalam rangkaian pantai selatan. Tidak heran, suasana khas pantai selatan tergambarkan di sini seperti ombak besar, pantai pasir putih, dan bentang pantai yang indah.

Ya, pantai ini ternyata terkenal memiliki ombak yang ganas karena berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Justeru deburannya itu membuat pantai Klayar begitu memesona.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Keindahannya tidak kalah dengan pantai-pantai di Bali, Pantai Sengigi di Lombok, Pantai Parangtritis di Yogyakarta atau pantai lainnya yang pernah saya kunjungi.

Pantai Klayar adalah pantai dengan pasir putih dan batu karang serta tebing-tebing batu yang mengelilingi. Pantai ini terletak di Pacitan, Jawa Timur, dan berbatasan dengan Wonogiri, Jawa Tengah. Tepatnya berada di Desa Sendang, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan.

Hamparan pasir putih kecoklatan yang sangat lembut dan bersih. Warna yang agak  putih pada bagian paling tepi yang kemudian semakin mendekati air laut, pasir menjadi agak kecokelatan

Lautan yang biru jernih menambah keesksotisan pantai yang berada di daeran rawan gempa dan tsunami ini (setidaknya terlihat dari papan pengumuman yang berada di area pantai).

Pantai Klayar menawarkan pesona yang tiada taranya. Kombinasi pasir putih yang lembut, ombak yang jernih, dan karang raksasa yang indah.

Ketika berada di pantai ini saya mencoba mencari batu karang suling paus. Bentuknya sih tidak seperti paus, hanya batu biasa. Keunikannya batu tersebut dapat menyemburkan air seperti paus.

Nah, suara semburannya seperti paus yang bersiul. Semburan ini berasal dari air ombak yang menerpa batu karang yang berlubang. Air masuk dari lubang tersebut dan menyembur ke atas.

Itulah sebabnya mengapa air dapat menyembur seperti paus dan mengeluarkan suara. Tapi saya belum sempat menemukannya meski saya sudah menyusuri bibir pantai.

Soalnya konsentrasi saya terfokus pada anak-anak yang tengah bercanda dengan deburan ombak. Sayang juga sih, padahal sudah di sini.

Saya perhatikan pengunjung tidak sebanyak yang biasa saya dapati saat berwisata ke pantai. Setelah saya tanya-tanya kawasan pantai ini memang masih cukup sepi dan belum banyak wisatawan yang berkunjung ke tempat ini kecuali saat hari libur.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Mungkin karena kondisi jalanan menuju Pantai Klayar yang cukup menegangkan. Untuk bisa sampai ke sini memang menjadi tantangan tersendiri.

Jalan yang harus diakses terbilang sempit, dan dekat jurang, belum lagi kelokannya yang tajam, rute yang naik turun perbukitan dengan tanjakan dan turunan yang cukup ekstrim. Tapi seru juga meski saya harus sport jantung.

Oh iya, katanya, nama Klayar ini bermula dari kisah perahu yang diterjang ombak besar dan terdampar di pantai ini. Perahu yang terombang ambing diterjang ombak sebelum terdampar disebut dengan istilah "Glayar". Lama kelamaan kata "Glayar" berubah menjadi kata "Klayar" yang kini menjadi nama pantai i

Saya ke pantai ini juga tanpa sengaja karena awalnya setelah menyinggahi Malioboro, Yogyakarta, lanjut kemping di Pantai Wediombo, Gunungkidul. Tapi di tengah perjalanan saat mengisi BBM di SPBU, bertemu dengan satu keluarga yang akan menuju Pantai Klayar.

Jadilah, suami mengubah haluan karena katanya Pantai Klayar lebih indah dibanding Pantai Wediombo. Perjalanan menuju Pantai Klayar cukup berliku ternyata. Jalanannya berkelak kelok, melalui tanjakan dan turunan, juga pinggir tebing.

Kondisi jalannya termasuk jalan yang cukup sempit. Saya sampai dibuat jantungan. Terlebih dalam kondisi gelap dan hujan deras.

Di kanan kiri jalan tidak ada lampu penerangan. Praktis cahaya hanya mengandalkan lampu mobil. Hujan yang turun cukup deras cukup membuat nyali saya agak ciut, terlebih waktu menunjukkan pukul 2.30 dini hari.

Syukurlah mobil Isuzu Bighorn yang dikemudikan suami cukup tangguh menerjang kondisi cuaca dan jalanan.  Alhamdulillah sampai juga di Pantai Klayar. Meski hujan masih turun deras, tidak menyurutkan hasrat anak-anak ke pantai.

Jarak tempuh dari Yogyakarta sekitar 110 KM dengan estimasi waktu tempuh yang dibutuhkan sekitar 3,5 - 4 jam melewati Wonosari dan Wonogiri.

Suatu saat kami akan kembali. Tunggu saja ya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun