Karenanya, masih sangat rentan jika harus melakukan aktivitas belajar di sekolah. Terlebih keadaan pandemi corona di Indonesia juga belum memungkinkan untuk menerapkan pembelajaran tatap muka. Terlihat dari trennya yang terus meningkat.
Jadi, sebaiknya pemerintah menunda pemberlakuan sekolah tatap muka. Sebagaimana disampaikan Epidemiologi Griffith University Australia Dicky Budiman bahwa ada  tiga kriteria yang harus dipenuhi sebelum membuka kembali sekolah tatap muka.Â
Pertama, penurunan kasus harian dalam dua pekan berturut-turut. Kedua, tren penurunan kasus yang dibarengi dengan angka positivity rate di bawah 5 persen. Ketiga, tingkat kematian akibat Covid-19 harus menyentuh satu digit setiap hari.Â
Jika ketiga syarat itu terpenuhi, pemerintah baru bisa mempertimbangkan sekolah tatap muka. Itu juga harus dibarengi dengan penerapan protokol Covid-19. (CNN Indonesia, 20/11/2020).
Jadi, saya mengapresiasi keputusan Dinas Pendidikan Kota Depok untuk menunda kegiatan belajar mengajar tatap muka. Menurut saya, ini sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kota untuk melindungi anak didik sebagai generasi penerus bangsa.
Dilematis memang. PJJ dilanjutkan Indonesia berpotensi mengalami generasi "learning loss" sebagaimana dikhawatirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. KBM tatap muka juga memunculkan resiko yang tak kalah mengerikan: kehilangan generasi.
Saya lebih baik memilih Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ tetap dilanjutkan karena resiko generasi "learning loss" masih bisa diperbaiki, tapi kalau sampai kehilangan generasi karena banyak yang meninggal akibat Covid-19, ah sungguh saya tidak bisa membayangkannya jika itu terjadi.
Atau sayanya saja yang khawatir terlaku berlebihan?Â
Bagaimana di wilayah lain?