Setelah sempat membuat masyarakat bingung karena ada gratis dan bayar (mandiri), akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa vaksin Covid-19 akan diberikan gratis untuk semua masyarakat.Â
Ya, memang seharusnya begitu karena umumnya vaksin untuk suatu penyakit yang mewabah diberikan secara gratis. Tidak ada cerita, rakyat harus membayar.Â
"Setelah menerima banyak masukan masyarakat dan melakukan kalkulasi ulang, melakukan perhitungan ulang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis," kata Presiden Jokowi lewat YouTube Sekretariat Kepresidenan, Rabu (16/12/2020), yang tersebar di beberapa group WhatsApp yang saya ikuti.Â
Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran lagi bakal ada masyarakat yang tidak divaksin karena faktor biaya. Juga tidak ada alasan bagi masyarakat menolak untuk divaksinasi.Â
Dari segi biaya kan negara sudah memberikan jalan keluarnya dengan menggratiskan. Dari segi keamanan, Presiden juga sudah menyatakan kesediaannya menjadi orang pertama disuntik vaksin Covid-19. Clear kan?
Sebelumnya PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyampaikan, program vaksinasi ini akan berhasil jika seluruh masyarakat Indonesia mau berpartisipasi secara aktif untuk melakukan vaksinasi Covid-19 sehingga dapat membentuk kekebalan kelompok atau herd immunity.
Herd immunity bisa didapatkan jika 60 hingga 70 persen penduduk Indonesia telah memiliki kekebalan tubuh untuk melawan virus. Artinya, butuh partisipasi 60 sampai 70 persen dari total penduduk Indonesia yang divaksin agar Covid-19 tidak bisa menular dan kasus penularan terhenti.
Harapan ini bisa terwujud karena vaksin Covid-19 akhirnya diberikan gratis. Dan, itu artinya masyakarakat tidak perlu mengeluarkan uang sedikitpun untuk vaksin ini.Â
Baca juga:
Tidak Perlu Takut Vaksin Covid-19
Yang menjadi kekhawatiran saya, apakah dana pengadaan vaksin Covid-19 tidak akan dikorupsi? Tetap saja akan memunculkan celah jika berkaca pada kasus yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara.
Seorang Menteri Sosial saja bisa tega korupsi bantuan bencana Covid-19, bagaimana dengan dana pengadaan vaksin Covid-19? Akankankah ada mata-mata yang berkeliaran mencari celah?Â
Celah ini masih sangat memungkinkan karena hukuman mati untuk penilep bantuan bencana belum final. Jadi, belum akan bisa memunculkan efek jera.Â
Paling juga malu yang cuma sebentar, lalu dihukum beberapa tahun, mendapat remisi, tak lama dibebaskan, dan... keberadaannya masih saja diterima masyarakat. Ya, bisa dicalonkan menjadi apa saja, di negeri ini. Banyak bukti kan?Â
Kalau merujuk rapat dengan Komisi IX DPR RI, pada 17 November 2020, Menteri Kesehatan Terawan Putranto mengatakan harga vaksin Sinovac sebesar Rp 211.282 per dosis. Ini adalah harga yang diberi secara borongan oleh pemerintah, bukan harga jual yang ditawarkan kepada masyarakat.
Sepertinya lumayan juga nih kalau ditilap. Tidak usah banyak-banyak. Dipotong Rp11.282 per dosis saja sudah cukup membuat seseorang atau pihak-pihak tertentu kaya. Dikalikan 3 juta vaksin saja untuk tahap awal nilainya mencapai Rp33.846.000.000! Sangat fantastis, bukan? Eh, benar tidak hitungan saya? Maklum, belum pernah menghitung uang miliaran, soalnya.Â
Itu belum untuk 270 juta jiwa penduduk Indonesia. Berapa triliun itu kalau dikorup hanya "sedikit". Itu baru proses sekali vaksin, untuk menciptakan target herd immunity dibutuhkan minimal dua kali vaksin. Nah, coba dihitung. Kepala saya sudah pening duluan soalnya.
Okelah tak semua 270 penduduk Indonesia harus divaksin. Karena untuk menciptakan herd immunity, sekitar 107 juta penduduk sudah cukup mewakili 67 persen persen penduduk usia 18-59 tahun.
Jika sasaran pemerintah hanya 107 juta penduduk, maka Menkeu harus menyiapkan dana Rp 22,86 triliun. Jika dua kali vaksin membutuhkan anggaran Rp 45,2 triliun.Â
Itu belum termasuk biaya laboratorium, biaya tenaga medis dalam program ini, distribusi, penelitian dan sebagainya. Saya jadi ketar ketir sendiri.
Ini sih imajinasi liar saya yang berkaca pada kasus suap pengadaan bantuan sosial Covid-19 yang melibatkan Menteri Sosial yang menyunat Rp10.000 dari nilai Rp300 ribu per paket bansos Covid-19 yang dianggarkan.Â
Namun, belakangan berkembang dugaan, eks Menteri Sosial Juliari Batubara menyunat bantuan itu hingga Rp 100 ribu. Informasi yang diterima KPK dari nilai Rp 300.000, yang diterima masyarakat hanya sekitar Rp 200 ribu dalam bentuk barang.
Nah, iya kan, bagaimana imajinasi saya jadi tidak liar? Imajinasi yang muncul akibat kekhawatiran bakal terjadi kasus serupa. Apakah, yang lain memiliki kekhawatiran yang sama dengan saya?Â
Jadi, kita sebagai masyarakat harus pasang mata, pasang telinga. Jangan sampai wajah Presiden Joko Widodo tertampar lagi oleh orang-orang di sekitarnya. Masih adakah orang-orang yang berani tega untuk korupsi dalam kondisi seperti ini?
Ya, memang Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (Corruption Perception Index-CPI) pada tahun ini membaik. Berdasarkan laman kpk.go.id, tertanggal 24 Januari 2020 tahun ini, skor CPI Indonesia naik dua poin dari tahun sebelumnya menjadi 40 dan berada di posisi 85 dari 180 negara.
Laporan itu disampaikan saat peluncuran hasil Corruption Perception Index 2019 oleh Transparency International Indonesia (TII) pada Kamis (23/1/2020), di Gedung Sequis Center, Jakarta.
Tapi ini kan sebatas skor, lha itu buktinya dua menteri Presiden Joko Widodo tercokok KPK. Padahal, dari segi kekayaan, kedua menteri ini cukup berlimpah. Gaji seorang menteri tetap utuh. Meski "hanya" Rp18 juta sebulan, kan masih dapat biaya operasional Rp150 juta sebulan.
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsyuddin Haris menyampaikan korupsi di Indonesia terjadi di pusaran partai politik. Menurutnya, sistem partai politik Indonesia saat ini masih memfasilitasi tumbuh suburnya politik koruptif.Â
"Parameternya sangat jelas. Kita bisa lihat dalam sistem pemilu dan pilkada. Tidak ada komitmen yang sungguh-sungguh dari negara untuk membangun sistem yang baik. Sistem saat ini masih membuka peluang untuk masih berlangsungnya korupsi," katanya dalam portal KPK itu.
Ya, semoga saja ini hanya kekhawatiran saya semata. Semoga saja, dengan dicokoknya dua menteri Jokowi, semakin mengetatkan pengawasan. Ayo, mari kita buktikan Indonesia bisa bebas korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H