Saya anak ketiga dari lima bersaudara. Diapit dua kakak laki-laki dan dua adik laki-laki. Orang-orang sering bilang saya diapit oleh dua benua dan dua samudera. Jadi, terlindungi.
Tidak heran waktu kecil saya agak tomboy karena selalu nimbrung bermain sama teman saudara-saudara saya yang sebagian besar laki-laki.
Mungkin karena saya satu-satunya anak perempuan, banyak yang bilang saya anak kesayangan yang selalu dimanja. Tapi kalau saya yang merasakan ya biasa-biasa saja. Tidak ada yang dibedakan. Setidaknya menurut saya.
Entah ada hubungannya atau tidak bahwa anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya, saya pun merasa lebih cenderung terbuka kepada ayah daripada ibu saya. Saya lebih suka mencurahkan apa yang saya rasakan kepada ayah saya.
Saya lebih suka meminta tolong ayah saya untuk membantu mengerjakan pekerjaan rumah daripada kepada ibu saya. Padahal hubungan saya dengan ibu saya baik-baik saja. Barangkali karena saya merasa lebih aman dan nyaman saja.
Mungkin karena saya melihat sosok ayah cenderung lebih tegas dan melindungi, sehingga saya sebagai anak perempuan merasa lebih aman dan nyaman bila berada di dekat ayah. Saya jadi lebih banyak belajar tentang ketangguhan dan ketegasan dari ayah.
Bisa jadi juga karena saya satu-satunya anak perempuan, jadi ayah merasa perlu melindungi saya dengan membuat saya merasa nyaman.
Kalau dari sosok ibu, saya belajar banyak mengenai kesabaran, keikhlasan, kesungguhan, kecintaan pada keluarga, dan banyak lagi sehingga membentuk saya yang sekarang. Mencintai keluarga, pantang menyerah, selalu semangat, tegar, dan kuat.
Ketika saya menikah dan memiliki anak, ayah saya yang membuatkan ranjang bayi dari bambu, membuatkan kerangka kelambu di kamar, bahkan ikut menjaga saya di rumah.
Sampai saya setua ini, ayah saya masih memberikan perhatian-perhatian, begitu juga ibu saya. Saya bahkan pernah dibuatkan meja makan hasil karya ayah saya. Padahal, ayah saya pensiunan Kementerian Pertanian yang tidak ada urusannya dengan furniture.
***