"Tak akan kusia-siakan peluang emas ini, kan kubuat Ayah semakin bangga denganku," batinku.
Tepat tengah malam, suasana mendebarkan itu datang. Semua personil telah menyebar. Sebagian memasuki banguan besar, sebagian berjaga, Tempat sasaran di depan mata. Aku fokus pada satu titik, pintu keluar. Sebagian fokus di titik pintu masuk.
Sepersekian detik. Suara letusan terdengar, hingga tidak terhitung jumlah ledakan, kami bersiaga, dua titik pintu tidak bisa diabaikan.
Ternyata mereka tidak sebodoh yang kami pikirkan, beberapa dari mereka keluar lewat atap, menghujani timah panas ke arah yang berjaga di luar. Satu persatu mereka terjun dan berlarian kearah yang telah di tentukan. Perencanaan yang hebat!
Aku mulai panik, ada berapa temanku yang tertembak, mana yang harus aku pilih. Menolongnya atau mengejar para pecundang Negara?
"Kejar!!!" seru temanku, aku yang tidak terluka, lari mengejar bersama derap langkah yang lain, mengejar sebelum mereka masuk hutan lebih jauh.
"Meraka tidak boleh lolos!" geramku. Langkah kakiku tak berhenti, dengan berbekal senter kicil, aku terus mengejar sosok tinggi yang bertudung, tak kukenali wajahnya, gelap hutan membuat pandangan sedikit terhalang.
Sorot mataku menyapu setiap sudut hutan yang gelap, "Apapun yang terjadi, misi ini harus berhasil," tekadku. Kukerahkan semua kemapuanku.
Tiba-tiba dan tanpa di duga, seseorang itu berbalik kebelakang dan menguhjani peluru ke arahku, dengan gesit aku meloncat mencari perlindungan di balik pohon. Sial! Tanah licin dan berlumpur membuatku terpelset dan jatuh, senter kecil dan senjata lepas dari genggaman. Tidak ada waktu untuk mencari.
Suara petir mengelegar, cahaya kilat membantuku melihat keadaan. Aku berdiri tegap sempurna.
Orang itu pun tampak sulit mencari pijakan, cepat kuberlari dengan tangan kosong kembali mengejar. Rinai hujan mulai membanjiri bumi, medan terasa semakin sulit. Namun, aku tidak boleh menyerah.