"Apa kabar, Gadis cantik...? Hhmm.... Di mana ibu?" tanya Zahrana tersenyum lebar.
"Baik.... Ada di dapur... Yuk," Nazma mengajak Zahrana menemui ibu panti yang sedang sibuk di dapur.
"Kak... apa Kakak bahagia dengan pernikahan Kakak dengan Mas Ikram?" tanya Nazam sambil berjalan menuju dapur.
"Heum... kenapa kamu bertanya seperti itu?" tanya Zahrana menghentikan langkahnya. Bukan tanpa alasan Nazma menanyakan hal itu. Ia tau pernikahan sudara tak sedarhnya itu adalah sebuah perjodohan.
"Kak... kita di sini, dari kecil hingga saat ini, tumbuh bersama. Meski bukan saudara kandung, tapi.... Aku bisa melihat dan merasakan, kabut mendung yang kakak simpan di balik senyum," ucap Nazma seraya mengenggam tangan Zahrana.
Zahrana menghela nafas berat. "Lepas dari semua masalah apa pun. Mas Ikram suami yang baik dan bertanggung jawab. Itu sudah cukup," ucapnya datar.
Mereka kembali berjalan dengan pemikiran masing-masing, Nazma tidak bisa memaksa Zahrana untuk bercerita. Hanya tatapan prihatin yang Nazma berikan untuk sahabat sekaligus saudara yang sangat ia sayangi.
Setibanya di dapur. Belum sempat ibu panti menyapa. Zahrana langsung menghambur kedalam pelukannya, tangis yang ia tahan sejak tadi pacah dalam pelukan ibu panti.
"Zahrana.... Ada apa?" tanya ibu panti setelah Zahrana tenang.
"Gak ada apa-apa, Bu... aku hanya kangen banget sama kalian," elaknya.
"Bicaralah," ucap ibu panti seraya menyentuh lengan Zahrana, kabut mendung netra Zahrana tidak dapat berbohong, meski mulutnya tersenyum dan barkali-kali terucap kata, tidak ada apa-apa.