Kegelisahan terlihat dari gestur tubuh Bima, ia menyandarkan tubuh, merubah posisi duduk, menyilangkan kedua tangan di dada, lalu kembali merubah posisi dengan melipat kedua lengan di atas meja, menatap lekat wanita di hadapannya, sesekali helaan nafas berat keluar dari mulutnya.
"Ada apa, Bim.... Bicaralah," ucap Mita, sentuhan lembut jemari Mita menyentuh lengan Bima, Bima pun menautkan jemarinya, telapak tangan kokohnya menggenggam erat tangan Mita. Genggaman hangat yang dulu sering kurasakan.
Seraya menatap nanar mata wanita yang saat ini berusaha ia cintai, Bima ingin menyampaikan satu kebenaran tentang perasaannya, tentang cintanya meski mungkin akan menyakitkan, namun ia tak mampu menyimpan terlalu lama.
"Sampai detik ini aku belum mampu melupakan Kinan, Maaf.... Dia terlelu melekat dalam hatiku dan aku tak mampu...."
"Cukup!" seru Mita cepat, memotong ucapan Bima.
"Aku tahu ke arah mana pembicaraanmu... Bim... Kinan sudah tenang di alam sana, dan kamu.... Stop! Menyalahkan diri sendiri, kecelakaan itu takdir yang sudah Tuhan gariskan, semua bukan salah kamu," tutur Mita menenangkan.
Aku tersenyum di balik jendela, mendengar ucapan Mita, ya.... kecelakaan yang kami alami, bukan salah Bima, bukan salah siapa-siapa, namun Bima selalu menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi, meski ia selalu berusaha melupakan semua.
Dengan menjalin hubungan bersama Mita, Ia berharap dapat melupakan aku, melupakan cintanya kepadaku. Membuang semua kenangan yang menyisakan duka dan penyesalan.
Malam itu, Bima mengendari motornya dengan kecepatan sedang, suasana yang gelap, kondisi jalan licin, rintik gerimis mulai membesar, kurapatkan tubuhku dengan memeluk punggung Bima, untuk menghalau rasa dingin.
Dari arah berlawanan, sebuah minibus meluncur dengan cepat, benturan hebat tidak dapat terelakkan, Bima tergeletak di tengah jalan, aku bangkit seketika, namun aku melihat tubuhku pun tergeletak dengan darah yang mengalir bercampur air hujan, dari balik tengkuk kepalaku.
Aku menangis bahkan berteriak, saat melihat tubuh Bima di masukkan kedalam ambulance dalam kondisi tak sadarkan diri. Begitu pun dengan jasadku yang di evakuasi ke dalam ambulnace yang berbeda, setelah semuanya sunyi, baru kusadari jika aku berada di dimensi yang berbeda.