Mohon tunggu...
Neneng Maulyanti
Neneng Maulyanti Mohon Tunggu... Dosen - perempuan

pensiunan PNS dan dosen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

SOSIOLOGI: MOBILITAS

13 Desember 2021   12:55 Diperbarui: 13 Desember 2021   13:08 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Secara kodrati, manusia memiliki naluri untuk meningkatkan status sosialnya. Perpindahan status sosial disebut mobilitas sosial. 

Istilah mobilitas (mobility) berasal dari kata mobilis (Latin) yang artinya bergerak atau berpindah. Mobilitas sosial dapat diartikan sebagai gerak sosial. Meskipun demikian mobilitas sosial tidak sama dengan gerakan sosial (social movement).

Robert M. Z. Lawang (1980) berpendapat bahwa social mobility adalah pergerakan posisi dari satu lapisan ke lapisan lain atau dari satu dimensi ke dimensi lain. 

Horton dan Hunt mendefinisikan social mobility sebagai transisi dari satu kelas sosial ke kelas lainnya. Kimball (1998), mendefinisikan mobilitas sosial sebagai gerakan dalam struktur sosial yang mencakup hubungan antara individu dan kelompok. 

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat dikatakan, bahwa mobilitas sosial pada dasarnya adalah perubahan status orang-orang dalam masyarakat, baik secara vertikal maupun secara horizontal. Mobilitas sosial menggambarkan gerakan perubahan kedudukan dan peran dari orang-orang yang ada dalam masyarakat dari waktu ke waktu.

Macam-macam Mobilitas

Di samping manusia hidup dan bergerak dalam sebuah ruang geografik, manusia juga hidup dalam sebuah ruang yang unik, yaitu struktur sosial yang di dalamnya terdapat pemilahan-pemilahan vertikal maupun horizontal. 

Sehingga, di samping manusia dapat berpindah dari satu ruang geografik (wilayah) ke ruang geografik yang lainnya, manusia juga dapat berpindah dari satu strata ke strata atau kelas sosial yang lain, ataupun dari satu golongan ke golongan yang lain.

Mobilitas dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni mobilitas geografik dan mobilitas sosial.

Mobilitas geografik adalah perpindahan orang dari satu tempat/daerah ke tempat/daerah lain. Mobilitas geografik sering juga disebut migrasi, yakni perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain yang sifatnya permanen. Terdapat dua macam migrasi, yakni migrasi nasional dan migrasi internasional.

  • Migrasi Nasional, adalah proses perpindahan penduduk melewati batas administratif. Migrasi nasional ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu transmigrasi dan urbanisasi:
    • Transmigrasi, yaitu perpindahan dari salah satu wilayah untuk menetap di wilayah lain dalam wilayah negara.
    • Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota besar.
  • Migrasi internasional, adalah perpindahan penduduk yang dilakukan melewati batas politik/ negara. Migrasi internasional dibedakan menjadi imigrasi dan emigrasi.
    • Imigrasi, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara lain ke dalam suatu negara. Contoh orang India masuk ke Indonesia.
    • Emigrasi, yaitu perpindahan penduduk dari suatu negara menuju ke negara lain. Contoh orang Indonesia pergi bekerja ke luar negeri, misalnya para Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri.

Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi dari suatu kelas sosial atau kelompok sosial ke kelas sosial atau kelompok sosial yang lain. Selain mobilitas geografik dan mobilitas sosial, sering pula dijumpai istilah mobilitas mental, yang artinya perubahan sikap dan perilaku individu atau sekelompok individu.

Bentuk-bentuk mobilitas sosial 

Berdasarkan arah perpindahan, mobilitas sosial dibedakan menjadi dua macam, yaitu mobilitas sosial horizontal dan mobilitas sosial vertikal.

Mobilitas Horizontal

Mobilitas sosial horizontal adalah perpindahan posisi individu atau kelompok individu dari satu kelompok/golongan sosial ke kelompok/golongan sosial lain yang sederajat. Mobilitas horizontal dibagi atas mobilitas horizontal intragenerasi dan mobilitas horizontal intergenerasi.

Mobilitas Horizontal Intragenerasi

Kedudukan seseorang dapat berubah naik atau turun dalam lapisan atau strata yang sama. Misalnya, seseorang bekerja di perusahaan sebagai sekretaris, pada suatu saat dipindahkan menjadi bendahara. Orang yang bersangkutan tetap memperoleh gaji yang sama. 

Contoh lain: Seseorang terpilih menjadi menteri pertanian pada suatu kabinet selama lima tahun. Pada pergantian kabinet berikutnya, yang bersangkutan diserahi tugas sebagai menteri perindustrian.

Mobilitas Horizontal Intergenerasi

Mobilitas sosial intergenerasi adalah perpindahan kedudukan sosial yang terjadi di antara beberapa generasi dalam satu garis keturunan. 

Misalnya, orangtua mempunyai kedudukan sebagai petani kaya dan digolongkan sebagai kelas menengah di masyarakat, tetapi anaknya tidak menginginkan untuk mengikuti jejak orangtuanya. Anak petani lebih memilih menjadi seorang pedagang yang berhasil dan kaya sehingga keduanya sama-sama berada pada tingkat sosial kelas menengah.

Mobilitas Vertikal

Mobilitas sosial vertikal, yaitu perpindahan posisi atau kedudukan individu atau kelompok dari satu strata sosial ke strata sosial lain di dalam masyarakat yang menganut sistem sosial terbuka. Akan tetapi, pada kenyataannya, hampir tak ada masyarakat yang memberlakukan sistem lapisan yang tertutup secara mutlak. Dengan kata lain, mobilitas sosial bisa saja terjadi di dalam sistem  sosial tertutup.

Mobilitas sosial vertikal dapat dibedakan menjadi mobilitas sosial vertikal naik (social climbing), mobilitas sosial vertikal turun (social sinking), dan mobilitas sosial antar generasi.

  • Mobilitas sosial vertikal naik (social climbing), yakni berpindahnya status individu dari kedudukan rendah ke kedudukan tinggi.
  • Mobilitas sosial vertikal turun (social sinking), dapat berupa turunnya individu dari kedudukan yang lebih tinggi ke kedudukan yang lebih rendah, atau turunnya derajat sekelompok individu karena terjadinya disintegrasi kelompok.
  • Mobilitas sosial antar-generasi adalah mobilitas yang terjadi pada generasi yang berbeda, misalnya orang tua berkedudukan sebagai petani atau buruh, anak-anaknya menjadi pengajar di perguruan tinggi atau majikan.

Faktor-Faktor yang Mendorong Terjadinya Mobilitas Sosial

Faktor yang mendorong terjadinya mobilitas sosial, antara lain: status sosial, kondisi ekonomi, situasi politik, motif keagamaan, faktor demografi, dan keinginan mendapatkan suasana baru.

Faktor Status Sosial

Ketidakpuasan seseorang atas status yang didapat dari orang tua, dapat mendorong individu untuk berupaya meraih status atau kedudukan yang lebih baik.

Keadaan ekonomi

Keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan, misalnya yang dialami oleh masyarakat di daerah minus, mendorong mereka untuk berurbanisasi ke kota-kota besar dengan harapan memperoleh kehidupan ekonomi yang lebih baik. Kenaikan penghasilan tidak menaikan status secara otomatis, melainkan akan merefleksikan suatu standar hidup yang lebih tinggi, yang kemudian akan mempengaruhi peningkatan status.

Situasi politik

Situasi keamanan yang tidak kondusif dapat mempengaruhi penduduk untuk meninggalkan negaranya. Misalnya, perang antara elit politik di Korea Utara menyebabkan perpindahan penduduk warga Korea Utara menerobos masuk ke Korea Selatan..

Motif-motif keagamaan

Mobilitas sosial yang didorong oleh motif keagamaan tampak pada peristiwa orang berhaji. Orang yang melakukan ibadah haji, lazimnya disebut naik haji. Istilah "naik" jelas menunjuk adanya peristiwa mobilitas sosial, bahwa status orang tersebut akan menjadi berbeda antara sebelum dan sesudah menjalankan ibadah haji.

Faktor kependudukan/demografi

Bertambahnya jumlah dan kepadatan penduduk berimplikasi pada sempitnya permukiman, kualitas lingkungan yang buruk, kesempatan kerja yang menyempit, kemiskinan, dan sebagainya, dapat mendorong orang untuk melakukan migrasi ke tempat lain untuk meningkatkan status sosialnya.

Keinginan melihat daerah lain

Keinginan melihat daerah lain, dapat diartikan melakukan wisata, atau dapat juga diartikan membuka usaha baru di daerah baru. Misalnya ada desa yang sedang dikembangkan dengan membangun infrastruktur. Kabar dibangunnya desa, terdengar oleh seorang pedagang makanan, yang kemudian menuju desa tersebut untuk mengembangkan usahanya. Bila usahanya berhasil, maka dia akan mengembangkan terus usaha tersebut, sebaliknya bila usahanya gagal, maka dia akan kembali ke tempat asal.

Saluran-saluran Mobilitas Sosial

Angkatan bersenjata (tentara). Angkatan bersenjata memiliki struktur hierarki yang kuat. Dengan demikian, terbuka kemungkinan bagi setiap anggota angkatan bersenjata untuk mengadakan mobilitas vertikal ke atas melalui prosedur kenaikan pangkat. Di dalam angkatan bersenjata, kenaikan pangkat tidak hanya yang bersifat regular saja, namun juga didapat dari penghargaan masyarakat, misalnya, seorang prajurit mendapat penghargaan dari masyarakat atas keberhasilannya dalam  menyelamatkan negara dari pemberontakan.

Lembaga keagamaan. Di dalam ranah keagamaan, seseorang dapat menduduki status tertentu yang diberikan oleh masyarakat, apabila turut andil dalam upaya mengembangkan agama. Misalnya Seorang ulama yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI), turut andil dalam menentukan fatwa-fatwa dalam kehidupan beragama umat muslim, akan mendapat pengharggaan dari masyarakat.

Lembaga pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang berhasil diraih seseorang semakin terbuka peluang untuk menempati kedudukan tinggi dalam struktur sosial masyarakatnya. Lembaga pendidikan yang dimaksud meliputi pendidikan informal, formal maupun nonformal.

Lembaga pendidikan informal adalah pendidikan di dalam keluarga, dan keluarga bisa dianggap saluran mobilitas. Misalnya: seorang anak dari keluarga biasa (bukan bangsawan atau pejabat), memiliki perilaku yang baik dan disukai oleh masyarakat sekitar, sehingga orang-orang menghormati orang tuanya.

Lembaga pendidikan formal adalah saluran yang paling konkret untuk mobilitas sosial, sehingga disebut sosial elevator yang utama. Di dalam lingkungan pendidikan formal, individu belajar dan berlatih seperangkat ilmu pengetahuan ilmiah secara bertahap, agar dapat bertahan di dalam masyarakat. Dengan kedalaman pengetahuan dan keterampilan yang terasah, individu dapat terus mempertinggi status sosialnya.

  • Lembaga pendidikan nonformal adalah lembaga pendidikan yang diselenggarakan untuk kepentingan warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan, serta menjadi pelengkap pendidikan formal, misalnya, tempat kursus, kelompok belajar, pusat latihan, pusat kegiatan belajar, dan sebagainya. Dengan meningkatnya keterampilan yang dimiliki individu melalui pendidikan norformal, maka terbuka peluang baginya untuk dapat mempertinggi status sosialnya di masyarakat. Contoh: Seorang anak yang putus sekolah, mengikuti kursus menjahit. Setelah memiliki keterampilan menjahit, dia membuka usaha menjahit pakaian, dan kemudian meningkat menjadi konveksi. Dengan kesuksesannya, dia mendapat status sosial yang terus meningkat.
  • Organisasi politik. Sebagai saluran mobilitas sosial, organisasi politik mampu mewadahi tiap orang untuk meningkatkan status sosialnya. Status sosial bisa meningkat bila seseorang tersebut berdedikasi dan memberi manfaat bagi organisasi maupun bagi masyarakat. Misalnya: Seseorang yang telah mengabdi dan berkontribusi banyak dalam satu partai politik, berpeluang diangkat menjadi ketua partai atau pembina partai.
  • Organisasi ekonomi. Organisasi ekonomi, seperti Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), memberi peluang bagi siapa saja untuk mempertinggi statusnya, selama memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mempertinggi status sosialnya. 
  • Organisasi keahlian (profesi). Orang yang bergabung di dalam organisasi keahlian, dipermudah dalam mendapatkan kepercayaan masyarakat atas profesinya, sehingga lebih mudah pula untuk meningkatkan kariernya. Seperti seorang dokter yang tercantum namanya di IDI (Ikatan Dokter Indonesia) akan membuat masyarakat makin mengakui keahlian yang dimiliki oleh orang tersebut.
  • Perkawinan. Melalui perkawinan seorang rakyat biasa dapat menjadi bangsawan atau menjadi orang yang dihormati oleh masyarakat. Contohnya: Diana Spencer yang meskipun berdarah bangsawan, dia tidak terlalu dikenal oleh masyarakat Inggris. Setelah Diana menikah dengan pangeran Charles, selain dia menjadi terkenal dengan sebutan Lady Di, juga kehidupannya berubah secara drastis.

Konsekuensi Mobilitas Sosial

Terjadinya mobilitas sosial di dalam masyarakat menimbulkan berbagai konsekuensi, baik positif maupun negatif. Konsekuensi ditentukan oleh kemampuan individu atau kelompok individu dalam menyesuaikan dirinya terhadap "situasi" baru, kelompok baru, orang baru, dan cara hidup baru. Apabila individu atau kelompok individu yang mengalami mobilitas sosial mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi yang baru maka akan memperoleh hal-hal positif sebagai konsekuensi mobilitas sosialnya. Apabila individu atau kelompok individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan situasi baru, maka akan terjadi konsekuensi-konsekuensi sebagai berikut:

  • Konflik antarkelas

Dalam masyarakat terdapat kelas-kelas sosial. Perbedaan kepentingan antar kelas sosial dapat memicu terjadinya konflik antar kelas sosial. Misalnya: konflik antara pemimpin perusahaan dan buruh yang menuntut kenaikan upah.

  • Konflik antarkelompok

Konflik antar kelompok (konflik horizontal) bisa melibatkan ras, etnis, agama atau aliran/golongan, dan antar daerah. Konflik jenis ini dapat terjadi karena perebutan peluang mobilitas sosial, misalnya kesempatan memperoleh sumber-sumber ekonomi, rekrutmen anggota, peluang memperoleh kekuasasan politik atau pengakuan masyarakat.

  • Konflik antarindividu

Persaingan untuk meningkatkan status, selalu menimbulkan konflik antar individu. Persaingan bisa terjadi di lingkungan manapun, misalnya di lingkungan sekolah, lingkungan tempat bekerja, bahkan bisa pula terjadi di lingkungan keagamaan.

  • Konflik antargenerasi

Konflik ini terjadi dalam hubungannya mobilitas antar generasi. Fenomena yang sering terjadi adalah ketika anak-anak berhasil meraih posisi yang tinggi, jauh lebih tinggi dari posisi sosial orang tuanya, maka timbul ethnosentrisme generasi. Masing-masing generasi (orang tua maupun anak) saling menilai berdasarkan ukuran-ukuran yang berkembang dalam generasinya sendiri. Generasi anak memandang orang tuanya sebagai generasi yang tertinggal, kolot, kuno, lambat mengikuti perubahan, dan sebagainya. Sementara itu generasi tua mengganggap bahwa cara berfikir, berperasaan dan bertindak generasinya lebih baik dan lebih mulia dari pada yang tumbuh dan berkembang pada generasi anak-anaknya.

  • Konflik status dan konflik peran

Seseorang yang mengalami mobilitas sosial, baik naik ke kedudukan yang lebih tinggi, maupun turun ke kedudukan yang lebih rendah, dituntut untuk mampu menyesuaikan dirinya dengan kedudukannya yang baru. Kesulitan menyesuaikan diri dengan statusnya yang baru akan menimbulkan konflik status dan konflik peran.

Konflik status adalah pertentangan antarstatus yang disandang oleh seseorang karena kepentingan-kepentingan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan banyaknya status yang disandang oleh seseorang. Misalnya seorang pegawai KPK yang sedang menangani suatu kasus, harus berhadapan dengan kenyataan bahwa salah seorang yang tersandung kasus tersebut adalah anggota keluarganya.

Konflik peran merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat melaksanakan peran sesuai dengan tuntutan status yang disandangnya. Misalnya seorang pemimpin yang telah dipilih warganya, tidak mampu menjalankan peranannya sebagaimana diharapkan oleh warga kelompok sosialnya, maka individu tersebut akan mengalami konflik peran. Post PowerSyndrome merupakan bentuk konflik peran yang dialami oleh orang-orang yang harus turun dari kedudukannya.

Referensi

Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1991. Sosiology, Edisi 6 jilid I. Terj. Aminudin dan Tita. Jakarta: Gramedia.

Lawang, M.Z. Robert. 1980. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Young, Kimball. 1998. Handbook of Social Psychology. New York. An informa company

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun