Proses pembelajaran ini memicu pergulatan batin dan pemikiran, sehingga kemudian disiplin ilmu lainnya seringkali terlibat untuk memahami lebih lanjut.Â
Seringkali sastra mendorong kita untuk mempelajari ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, bahasa, hukum, psikologi, antropologi, sejarah, geografi,ekonomi dan lainnya. Bagaimana tidak, bukankah sebuah karya sastra pun di dalamnya terkandung persoalan-persoalan ini?
Selain itu karya-karya bergenre science fiction atau fiksi ilmiah membuat kita mempertimbangkan banyak hal melalui kaca mata ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita miliki saat ini.
The War of The Worlds, Star Ship Troopers dan Altered Carbon adalah sedikit dari karya fiksi ilmiah yang berbicara tentang alam semesta dan melibatkan kemutakhiran teknologi, bahkan peperangan antar galaksi.
The Island of Doctor Moreau karya H. G. Wells malah dianggap sebagai inspirator dari penemuan rekayasa genetika. Dalam novel itu, tokoh Doctor Moreau mampu mengubah susunan struktur gen makhluk hidup dan menciptakan makhluk hidup jenis lainnya.
Novel ini dipublikasi tahun 1896 sedangkan rekayasa genetika baru ditemukan pada 1973. Wells seolah memprediksi kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di masa depan yang melampaui masanya.
Pada nyatanya, fiksi ilmiah pun mengangkat isu-isu yang dekat dengan kehidupan, entah itu terkesan utopia atau distopia.Â
1984 dan Fahrenheit 451 sebagai novel bergenre distopia ini misalnya menggambarkan kondisi masyarakat yangmana kehidupannya dikuasai oleh pemerintah.
Banyak realita yang dipaparkan dalam kedua novel ini terasa dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Isu mengenai kebobrokan pemerintah, tindakan represif serta penggunaan teknologi mutakhir kemudian tiba-tiba dapat dipahami secara organik.
Kenyataan dalam dunia fiksi seolah adalah bagian dari dunia yang kita tinggali dan kita tidak dapat keluar darinya selain berpikir dan bertindak sesegera mungkin.Â
Sastra dengan begitu tidak melulu tentang cerita romansa dua insan yang mengharu biru bukan?