Mohon tunggu...
Nelyda MutiaraHermawan
Nelyda MutiaraHermawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Asasi Manusia terhadap Kekerasan kepada Perempuan dengan Menegakan Hukum Perlindungan HAM

21 Juni 2022   17:45 Diperbarui: 21 Juni 2022   17:49 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HAK ASASI MANUSIA TERHADAP KEKERASAN KEPADA PEREMPUAN

 DENGAN MENEGAKAN HUKUM PERLINDUNGAN HAM

 

Nelyda Mutiara Hermawan

(Dosen Pengampu : Saeful Mujab, S.Sos., M.I.Kom)

ABSTRAK

Realitas masyarakat menunjukkan bahwa masalah kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan perempuan korban kekerasan hukum masih sangat rendah. Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses penegakan hukum, yaitu: komposisi, struktur dan budaya. 

Produk hukum saat ini pada intinya adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemberantasan KDRT dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Benda. 

Tulisan ini mencoba melihat berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan di rumah, di tempat kerja dan di masyarakat sebagai cerminan dari ketimpangan posisi tawar perempuan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan. 

Melalui metode penelitian kualitatif, peneliti ingin mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan, termasuk manifestasi fisik, seksual, ekonomi, politik dan psikologis yang mungkin dimiliki individu, masyarakat, dan negara. . Pasal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap perlindungan perempuan masih rendah.

(Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Kekerasan, Perempuan)

Latar Belakang

Kekerasan terhadap perempuan adalah peristiwa yang sering dibicarakan. Perempuan seringkali menjadi korban diskriminasi, pelecehan dan kekerasan. Kekerasan yang terjadi seringkali sama dengan kekerasan fisik, seperti penganiayaan, dan kekerasan seksual, seperti pemerkosaan. 

Namun pada kenyataannya kekerasan bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan psikis atau kekerasan psikis korban. Perempuan korban kekerasan biasanya berusia antara 21 tahun dan berasal dari kelompok yang berbeda, seperti: ibu rumah tangga, pengusaha, guru dan pegawai negeri. 

Perempuan yang menjadi korban kekerasan seringkali dianggap sebagai biang keladi masyarakat, meskipun hanya menjadi korban. Keberadaan mereka masih terisolir dan kemungkinan akan terisolir. 

Bisakah mereka mempertahankan eksistensi mereka dengan perlakuan seperti itu? Mereka terdegradasi karena lingkungan mereka sendiri. 

Masyarakat selalu mengabaikan korban kekerasan terhadap perempuan dan bahkan menolak mereka. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana banyak kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia yang tidak memperhatikan keberadaan hak asasi manusia dan perlindungan hukum di bawah hukum.

Tinjauan Pustaka

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Orang tidak memilikinya karena diberikan oleh masyarakat atau atas dasar hukum positif, tetapi hanya atas dasar harkat dan martabat kemanusiaannya. 

Dalam pengertian ini, sekalipun setiap orang dilahirkan dengan perbedaan ras, suku, jenis kelamin, bahasa, budaya, agama, dan kebangsaan, ia tetap memiliki hak yang harus dimiliki setiap orang dan di setiap negara tempat tinggalnya. Inilah sifat universal dari hak asasi manusia tersebut.

Pembahasan hak kodrati atau hak asasi manusia sering dibicarakan oleh para filosof dan ahli hukum, namun dalam beberapa dekade terakhir gagasan tentang hak asasi manusia telah menjadi bagian dari kosakata masyarakat luas. . di sebagian besar dunia.7 Seperti yang dikatakan Christian Tomuschat, "Perlindungan hak asasi manusia internasional adalah babak dalam sejarah hukum ..."

Hal yang penting dilakukan dalam rangka penghormatan dan perlindungan HAM di Indonesia adalah pembentukan lembaga HAM nasional yaitu Komnas Perempuan atau Komnas Perempuan atau Komnas Perempuan. Wanita Wanita. . .babaye. Komisi Nasional ini dibentuk pada tanggal 15 Oktober 1998 berdasarkan Keputusan Presiden Republik No. 181 Tahun 1998. 

Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, khususnya perempuan, sebuah pemerintahan yang mengakui tanggung jawab negara untuk merespon dan menangani permasalahan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut bermula dari tragedi kekerasan seksual yang dilakukan terutama oleh etnis Tionghoa pada kerusuhan Mei 1998 di beberapa kota besar di Indonesia.19 Komnas Perempuan mendapat dukungan dari Sekretariat Negara untuk edisi reguler.

Selain itu, Komnas Perempuan juga mendapat dukungan dari individu dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Komnas Perempuan menjalankan tanggung jawab publik terkait dengan program kerja dan pendanaannya. 

Hal ini dilakukan melalui laporan tertulis yang dapat diakses oleh publik, atau melalui kegiatan “Akuntabilitas Publik”, di mana masyarakat umum dan anggota Komnas Perempuan dari kalangan pemerintah dan masyarakat dapat bertemu langsung dan berdialog secara langsung. . . Struktur organisasi Komnas Perempuan terdiri dari komisi paripurna dan badan kerja. Anggota Plenary Committee berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, profesi, agama dan etnis dengan integritas, keterampilan, pengetahuan, kemanusiaan dan pemahaman kebangsaan, serta tanggung jawab yang tinggi untuk mengejar tujuan Komnas Perempuan.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang saya gunakan pada artikel ini adalah dengan mengumpulkan data-data melalui beberapa jurnal, buku, dan referensi referensi di dalam jurnal.

Pembahasan

A.Perlindungan Hukum Hak Asasi Perempuan 

Isi peraturan perundang-undangan yang dipilih untuk dikaji terbatas pada peraturan perundang-undangan yang ditujukan untuk melindungi hak-hak dasar perempuan. 

Meskipun perempuan di masa lalu memiliki kekuasaan tertinggi, khususnya Presiden Megawati Soekarno Putri, dan banyak perempuan menduduki posisi strategis di pemerintahan, ketimpangan gender dan keterbelakangan perempuan tidak ditangani seperti yang diharapkan. 

Perempuan tetap terpinggirkan dan terpinggirkan dalam segala aspek kehidupan, termasuk bidang hukum. Ini merupakan tantangan besar bagi perempuan dan pemerintah. Peraturan perundang-undangan yang mencakup perlindungan hak asasi perempuan antara lain: Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak-Hak Laki-Laki, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Manusia dan Politik Hukum (UU No. 2 Tahun 2008 dan UU No. 42 Tahun 2008). Kemudian Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Keputusan Presiden Nomor 181 Tahun 1998 membentuk Komnas Perempuan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 2005.

B. Kekerasan Terhadap Perempuan Berbasis Gender

Pengertian gender adalah: “pembagian peran antara laki-laki dan perempuan ditentukan oleh masyarakat”. Gender dengan demikian dikonstruksi dan ditentukan oleh adat, tradisi, etika pendidikan, pengasuhan, untuk mengidentifikasi peran dan peran sosial laki-laki dan perempuan. Perempuan dan laki-laki antara gender (biologis) secara biologis dan realitas konstruksi sosial budaya. 

Kekerasan terhadap perempuan, baik di rumah, di tempat kerja maupun di masyarakat, merupakan cerminan dari daya tawar yang tidak setara dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan. 

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan meliputi kekerasan fisik, seksual, ekonomi dan psikologis yang dilakukan oleh individu, masyarakat dan negara. 

Banyak kelompok perempuan, seperti perempuan dari minoritas, perempuan di masyarakat pedesaan, TKW, pembantu rumah tangga, perempuan miskin di pedesaan atau daerah terpencil, perempuan miskin perkotaan, narapidana perempuan, perempuan, perempuan penyandang disabilitas, perempuan lanjut usia, perempuan terlantar, perempuan di Pengungsi Kamp dan perempuan konflik bersenjata merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap kekerasan. 

Faqih (1999:20) mendefinisikan kekerasan sebagai padanan bahasa Inggris dari kekerasan, meskipun keduanya memiliki konsep yang berbeda. Kata kekerasan di sini diartikan sebagai serangan atau penyerangan (attack) terhadap keutuhan fisik atau mental seseorang.

Pengurangan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan tidak terbatas pada definisi di atas, tetapi juga mencakup kekerasan berbasis gender di bidang sosial, ekonomi, budaya, sipil dan politik atau bidang lainnya. 

Bahkan pelaku kekerasan tidak terbatas pada individu, kelompok, komunitas, korporasi, tetapi juga negara. Bentuk-bentuk yang lebih spesifik di berbagai negara adalah inses, penyerangan seksual, pemerkosaan, pembunuhan, penganiayaan, "pengikatan kaki" masa lalu di Cina, "mati di tungku" karena pembakaran Pakistan, dan penganiayaan untuk pernikahan di India, Bangladesh dan Pakistan. . 

Di Bangladesh, wajah wanita diketahui rusak akibat pelepasan bahan kimia. Di Afrika, ada sunat perempuan, yang melanggar batas persetujuan kesehatan, perdagangan perempuan untuk tujuan prostitusi, termasuk anak-anak kecil (perbudakan kulit putih), pelecehan perkawinan, pemerkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga lainnya. lingkungan keluarga (kekerasan dalam rumah tangga), kekerasan terhadap karyawan, pornografi, kawin paksa, serangan psikologis dan emosional lainnya, diskriminasi ekonomi, pelecehan seksual, intimidasi di lingkungan kerja.

C. Perlindungan Hukum bagi Perempuan Korban Kekerasan 

Secara umum perlindungan hukum diartikan sebagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan memberikan perlindungan kepada perempuan khususnya dari tindakan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, sosial. budaya, ekonomi, pendidikan, kewarganegaraan dan politik. 

Penciptaan dan keberadaan hukum tidak dapat dipisahkan dari tujuan untuk memperoleh solusi penyelesaian konflik yang sebaik-baiknya. Kekerasan terhadap perempuan merupakan penghambat kemajuan, karena kekerasan ini dapat memiliki banyak konsekuensi yang tidak diinginkan. 

Dalam berbagai pertemuan internasional, hal itu bahkan seolah-olah berkaitan dengan indeks pembangunan manusia. (Muladi, 2002: 60). Berbagai dokumen. 

Di negara modern seperti saat ini, ada pilihan yang tepat, tetapi mencapai tujuan Anda tidak mudah. (Gayus, 2002: 19). Menurut Sunaryati Hartono (2002), hukum tidak hanya merupakan peraturan tertulis, tetapi juga memuat:

1. Peraturan perundang-undangan

2. Peraturan-peraturan yurisprudensi (case law) yaitu putusan pengadilan yang telah menjadi yurisprudensi

3. Konvensi-konvensi/hukum-hukum kebiasaan

4. Perjanjian-perjanjian internasional

5. Lembaga-lembaga internasional

6. Proses dan prosedur

7. Pendidikan hukum

 8. Para pelaku hukum

9. Sarana dan prasarana hukum.

  

Kesimpulan

Kesadaran akan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan bukanlah masalah yang mudah. Hukum saat ini adalah dasar yang tepat dari PALASTREN, vol. 7, No. 1, Juni 2014 23 Mempromosikan HAM melalui perlindungan hukum ... Upaya pemerintah untuk melindungi perempuan memiliki banyak segi, sehingga implementasinya membutuhkan jejaring. 

Jika pemerintah berkomitmen untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan, maka menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mencari tahu bagaimana kita dapat mencegah, melindungi dan memperlakukan perempuan korban kekerasan agar hak-haknya diatur oleh undang-undang berada dalam batas-batas yang ditentukan. hukum. aspek pengaruh sosial.

Saran

Kita tidak boleh melakukan diskriminasi atas dasar gender, karena setiap orang memiliki gelar yang sama dan setiap orang memiliki hak asasi manusia, termasuk perempuan.

Daftar Pustaka

Venny, A., 2003, Memahami Kekerasan terhadap Perempuan, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan dan the Japan Foundation Indonesia.

https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/1243/82  

http://scholar.unand.ac.id/20731/2/BAB%20I.pdf  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun