Mohon tunggu...
Sid noise
Sid noise Mohon Tunggu... Buruh - Jangan Mau di Bungkam

Akun subsidi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Bukan Lagi Negara Santun?

5 Agustus 2020   01:25 Diperbarui: 5 Agustus 2020   01:30 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsekuensinya kita tidak bisa di cerca secara moral juga fisik. Ada orang yang selalu ikut demo dan dia lantang sekali mengeluarkan caci maki tapi pada saat dia tertangkap di ajak ngobrol sama pak polisi mukanya berubah pucat pasi, air mata bercucuran kadang ingus keluar dari hidung dan telinganya, gigi menguning, juga ketika dia semangat mengumpat orang di sosial media tetapi pas disamperin hampir berak di celana.

3. Sudut pandang filsafat (mode mikir)
Dalam tradisi antropologi surga dan neraka itu tidak pernah ada. Katanya Surga itu muncul karena ada ketertindasan oleh kekuasaan, dia merasa baik dan benar dan dia melihat sendiri bahwa ada orang jahat tetapi dia berkuasa dan dia sadar tidak bisa melawan itu dunia nyata. 

Maka dia menggambarkan tuhan menciptakan surga untuk orang baik, tertindas dan benar juga neraka yang disediakan untuk orang yang berkuasa yang jahat.

Biasanya gagasan seperti ini di-endorse oleh atheist, intinya penghujat itu adalah orang yang sering dihujat dan gagal membela diri, akibatnya dia akan menghujat secara sporadis dan kesempatan balas dendam sekarang dibuka oleh media sosial. 

Jadi jika anda melihat atau mengalami penghujatan santai saja jangan marah, mungkin mereka di dunia aslinya/nyata jadi seperti itu karena kehidupannya menderita.
1. Stress
2. Tertekan
3. Tertindas
4. Tidak punya pekerjaan
5. Selalu kandas dalam asmara
6. Muka pecah-pecah
7. Telinga bernanah
8. "Kampungan"
9. Sering di-bully tapi gagal membalas
10. Tidak punya pengatahuan lain selain kardun, cebong, kampret, selangkangan, dan seterusnya.

Dalam kajian sosiologi maka yang harus ditolong itu bukan orang yang di-bully, tapi mereka yang mem-bully. Jika anda melihat orang seperti ini kasihanilah dia karena dia sangat menderita, dan jika yang suka mem-bully dan menghujat dengan kata kasar adalah anda sendiri, lihatlah cermin dan introspeksi diri maka anda akan tahu bahwa anda berada dalam genggaman kenistaan.

4. Naluri
Manusia itu senang kalau berada dalam kelompok besar. Misalkan ada 1 cebong bertemu 1 kampret atau 1 viking dan 1 the jak kemungkinan besar mereka tidak akan ribut. Tapi jika ada 1000 cebong dan 1 kampret mungkin si kampret akan meninggal / nangis / di bully, begitu pun sebaliknya.

Kenapa bisa seperti itu? Karena jika dia salam sebuah kelompok dia tidak merasa bertanggung jawab atas segala konsekuensinya tapi kelompoknya yang bertanggung jawab.

Wajah asli kita adalah kepalsuan, wajah asli kita tertutup oleh banyaknya pertimbangan. Satu lawan satu dia tidak berani tetapi ketika dalam mode anonim atau dalam kelompok akan muncul arogansi mayoritas. Seperti di indonesia saat ini dimana muslim sebagai mayoritas mengintimidasi agama-agama lain.

Saya tekankan ini menurut kajian psikogis bukan masalah agamanya.

5. Latah
Di media sosial jika ada orang yang di-bully maka orang lain akan merasa perlu untuk ikut mem-bully juga. Misal ada orang yang membuat konten kemudian ada penghujat di kolom komentar maka pikiran utama kita adalah kita ingin juga ikut menghujat. Jika kita masuk ke dalam jajaran orang sepert ini sebenarnya kita belum merdeka pikirannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun