Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Seandainya Dokter Mau Bertanya kepada Sang Maha Penyembuh

30 Juli 2021   08:51 Diperbarui: 30 Juli 2021   09:41 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillah

Seandainya Dokter Mau Bertanya Kepada Sang Maha Penyembuh -
Sebuah Refleksi dan Koreksi
 
Tulisan ini pertama kalinya saya tulis tanggal 15 Maret 2011. Saat itu saya baru beberapa bulan kehilangan seorang sahabat karena kanker. Enam bulan terakhir almarhumah dirawat di rumah sakit yang berlokasi di Jl. Gatot Subroto yang tidak jauh dari tempat saya tinggal saat itu. Hampir setiap hari saya datang menjenguk dia dan mengikuti hari demi hari kondisinya. Pengalaman itu memberikan saya kesan yang mendalam mengenai penderitaan seseorang dengan penyakit kanker berikut karakteristik kanker. Semua turut melengkapi pengamatan saya tentang kanker, terlebih ayah saya sendiri juga tutup usia setelah berjuang melawan kanker paru selama 9 bulan di tahun 2003 di usia 74 tahun.
 
Sahabat saya telah menjalani takdirnya mengalami sakit. Saya menyaksikan perjuangannya bertempur melawan kanker selama tiga tahun sebelum akhirnya berpulang ke Rahmatullah. Suatu pertempuran sengit yang dikomandoi seorang dokter spesialis kanker atau onkolog. Saya tidak bermaksud menggeneralisir profesi onkolog, namun apa yang saya amati dari keadaan teman saya itulah telah membawa saya pada perenungan yang saya sampaikan saat ini. Saya hanya ingin mengajak kita semua untuk memahami hakikat penyakit ditinjau dari aspek hubungan manusia dengan Sang Pencipta.
 
Saya menyaksikan dengan penuh keprihatinan bagaimana dia harus menjalani terapi demi terapi, mulai dari kemoterapi, radioterapi berpuluh kali dilanjutkan dengan operasi. Semuanya tidak juga memberikan hasil yang diharapkan, bahkan yang mengejutkan lagi adalah di sisa-sisa energi dan kekuatan tubuhnya yang sudah tidak seberapa itu lagi, dia masih disarankan untuk menjalani serangkaian kemoterapi dan radioterapi sampai dia mengalami moonface.
 
Melihat keadaannya, saya sering merenung, sebenarnya apa tujuan semua tindakan itu? Sekedar mempertahankan hidup tanpa kehidupan? Saya katakan hidup tanpa kehidupan karena terapi itu ibaratnya suatu pertempuran sengit yang menyakitkan dan tidak berkesudahan melawan diri sendiri yang lebih banyak berakhir dengan kekalahan yang mengenaskan.
 
Kehidupan seperti apakah yang akan menanti sang pasien jikapun ia sembuh mengingat hari-harinya mesti didukung obat mengatasi nyeri yang tidak lain dari morfin. Saya sering menyaksikan betapa teman saya untuk menggaruk kepalanya sendiri pun kadang tangan itu cuma berhenti di udara, dia sudah tertidur. Begitu juga ketika dia menelepon saya untuk sekedar ngobrol, tiba-tiba saya ngomong sendiri, dia sudah tertidur. Saya sering bertanya dalam hati saat itu, jika sahabat saya survived dari kanker, akankah dia selamat dari ketergantungan narkoba.

Dalam satu kesempatan, saya tanyakan kepada almarhumah apa itu kemoterapi. Dari penjelasannya saya menyimpulkan bahwa kemoterapi itu adalah tindakan memasukkan 'racun' ke dalam tubuh kita dengan harapan sel kanker yang ada memakan umpan kemoterapi tersebut sehingga diharapkan dapat melumpuhkan sel kanker itu sendiri. Tapi kenyataannya, harapan tinggal harapan, skenario ideal tersebut tidak berjalan semulus yang diharapkan bahkan lebih banyak menghasilkan mudharat. Bahkan sel kanker pun ada yang demikian cerdas, mereka memilih diam saat umpan kemoterapi lewat di hadapan mereka. Sedangkan sel yang normal lah yang malah jadi korban kemo.

Saat itu saya belum kenal yang namanya gaya hidup ketofastosis, tapi saya sudah menyadari bahwa cara pengobatan yang menghancurkan sel-sel sehat sang pasien bukanlah cara yang tepat. Bukankah Allah berfirman bahwa Dia menciptakan manusia dalam keseimbangan.

Saya yakin dengan firman Allah tersebut. Suatu metode penyembuhan yang sejalan dengan prinsip keseimbangan boleh jadi metode yang benar, sedangkan metode yang merusak sel tubuh manusia secara umum sudah jelas menyelisihi keseimbangan yang Allah firmankan. Siapa lebih tahu mengenai ciptaannya, onkolog atau Sang Pencipta.

Allah Sang Maha Penyembuh pun berfirman, tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Artinya bahkan kanker sekalipun pasti ada obatnya dan seyogyanya seiring dengan keseimbangan. Jika ada penyakit yang dikatakan tidak ada obatnya, itu berarti manusia belum mampu menemukan obatnya. Dengan pemahaman saya sekarang mengenai prinsip bio kimia tubuh, ilmu fisiologi, saya menjadi yakin bahwa tidak ada penyakit yang tidak dapat sembuh jika kita mengikuti prinsip keseimbangan Allah. Tampaknya, kita sakit pun karena ulah kita sendiri yang telah mengganggu keseimbangan itu sendiri.
 
Ada beberapa point mendasar yang mengganjal pikiran saya saat itu.
Katanya sel kanker ada di setiap orang tapi kenapa tidak semua orang menderita atau meninggal karena sakit kanker.
Benarkah, kanker belum ada obatnya, kok bisa sementara Allah menjanjikan setiap penyakit pasti ada obatnya.

Bagaimana mungkin kita menuangkan racun ke dalam tubuh kita, darah kita, dan berharap tindakan itu dapat menyembuhkan. Bagaimana kita bisa memisahkan sel yang baik agar tidak ikut teracuni sementara kita tidak punya kemampuan melokalisir lokasi kanker. Saya hampir yakin kalau sebenarnya tidak seorang onkolog pun mengetahui dimana letak akar sel kanker berada. Jika sel itu ditemukan di payudara, jadi disebut kanker payudara lah ia. Jika di Paru (seperti yang dialami oleh almarhum ayah saya) maka ia menjadi kanker paru, demikian seterusnya.
 
Apakah setiap kanker itu harus diburu, dikejar, dihajar hingga babak belur? Jika awalnya dia itu bagaikan tamu di rumah kita, kenapa kita harus repot-repot menghajar agar tamu itu pergi. Allah tidak menyukai kita berbuat kerusakan, tindakan memasukkan racun ke dalam tubuh tidak bisa dipungkiri merupakan tindakan merusak, mengganggu keseimbangan.

Allah memberikan kita akal dan Allah memberikan kita petunjuk, masih ada cara lain yang diridhoi Allah untuk dilakukan dalam rangka upaya kita mengobati diri. Kenapa kita tidak memilih cara damai dalam arti membiarkan sementara keberadaan sel kanker tersebut namun secara perlahan mengembalikan kekuatan tubuh kita sehingga pada suatu titik tubuh kita sendiri yang akan menyingkirkan sel kanker itu, tanpa merusak diri sendiri.
 
Saya membuat beberapa catatan mengenai kanker ini setelah mulai mengerti tentang prinsip keseimbangan fisiologi tubuh manusia. Ijinkan saya untuk menguraikan satu per satu.

Ihwal Munculnya Kanker
Saya sungguh berharap seorang Onkolog mau sedikit memahami ihwal munculnya kanker. Konon sel kanker ada di setiap manusia, namun kenapa tidak semua manusia menderita atau meninggal karena sakit kanker? Pertanyaan yang menarik bukan.
 
Umumnya Kanker muncul pada saat terjadi suatu peristiwa yang mengguncang hidup seseorang, mungkin karena sedih, marah, kecewa atau marah yang berlebihan. Jadi kanker sangat erat hubungannya dengan kondisi psikologis seseorang, bukan semata masalah medis. Dengan demikian sangat klop dengan system stress manusia. Jika benar demikian, tentunya akan bermanfaat jika kalangan dokter tidak hanya menangani penyakit kanker pasien melalui pendekatan medis semata dan meninggalkan aspek psikologisnya.

Dulu saya beranggapan manusia itu punya satu tombol rahasia yang jika tersentuh, tubuh kita akan melakukan hitung mundur menuju kehancuran. Tombol itu bisa teraktivasi jika manusia ybs mengalami suatu goncangan psikologis yang berlarut-larut seperti, terlalu marah, kecewa, sedih, benci, atau pendek kata tidak bisa menerima takdir Allah.

Setelah kenal KF saya jadi paham, apa tombol yang saya duga itu. Ketika seseorang mengalami stress baik psikologis maupun fisiologis, maka tubuh akan merespon dalam dua cara yaitu perintah pelepasan hormon kortisol dan aktivasi autonomic nerves system (aktivasi system saraf) sehingga terjadi mekanisme gas dan rem tubuh.

Ketika kortisol banjir, maka liver akan membacanya sebagai sebuah sinyal bahwa tubuh sedang memerlukan energi glukosa. Karenanya liver akan melakukan proses gluconeogenesis. Hasil produksi glukosa oleh liver pada akhirnya akan membanjiri darah.

Saya quote dan sarikan penjelasan dari mas Tyo, Founder KF Indonesia sbb:
Kemunculan sel Kanker diawal merupakan disfungsi dari Mitochondria dan juga disfungsi dari Immuno-Surveillance oleh sel Immune, dimana keduanya merupakan 2 kontrol alami terhadap kemunculan sel kanker ditubuh.

Selama sel tersebut masih bersifat membelah cepat tanpa aturan, dimana untuk bisa membelah cepat suatu sel harus menonaktifkan Fungsi Mitochondria sebagai penghasil energinya, dan mengoptimalkan jalur degradasi Glukosa (Glycolysis) di cytoplasma nya untuk menghasilkan akumulasi substrate yang mendukung proses pembelahan sel.

Bila terjadi pembelahan cepat tanpa aturan seperti yang dilakukan sel Kanker, saat Mitochondria masih fungsional sebagai sumber penghasil energinya, maka Mitochondria akan memicu sel tersebut untuk bunuh diri (Apoptosis).
Itu sebabnya pada sel normal, mitochondria selain berfungsi untuk menghasilkan energi, juga berfungsi sebagai pengontrol mutasi Oncogene, yang mencegah suatu sel berubah menjadi Malignant (cancer).

Sumber Energi Sel Kanker
Glukosa merupakan sumber karbon yang sangat penting bagi sel kanker, dimana degradasi rantai karbonnya dapat memberikan bahan baku untuk memproduksi sel-sel turunannya.

Glutamine sebagai salah satu rantai amino acid, adalah precursor yang dapat digunakan untuk membentuk turunan Glukosa di dalam sel.
Glutaminolysis adalah jalur metabolisme Glutamine untuk menghasilkan Oxaloacetate dan Citrate yang dapat digunakan sebagai substrate dijalur anabolik sel kanker.

Glutamine akan diubah menjadi Glutamate, lalu akan dilanjutkan dalam suatu rangkaian proses yang melibatkan jalur gluconeogenesis sampai dengan dihasilkannya "Glukosa Baru" didalam sel.

Glukosa baru inilah sumber precursor untuk jalur "Pentose Phosphate Pathway" yang penting untuk memproduksi inti sel baru sebagai turunan sel kanker. Dengan demikian menjadi jelas betapa glukosa berperan penting dalam terjadinya pembelahan sel kanker.

'Kesukaan' sel kanker atas glukosa juga dibuktikan dengan metode PET SCAN yang menggunakan glukosa untuk mendeteksi sel kanker dan keberadaannya dalam tubuh penderita kanker.

Cara Kerja Sel Kanker
Keunggulan sel Kanker dibanding sel normal ini, didapat dari kemampuannya untuk melepas ikatan Mitochondria dari proses metabolisme sel kanker tersebut (Mitochondria Uncouppling).
Hal ini sangat menguntungkan bagi sel kanker, karena bila sel kanker tidak bisa melepas pengaruh Mitochondria sebagai generator energi didalam sel, yang bersifat Oxidative (menggunakan Oksigen-O2) maka abnormalitas sel kanker untuk membelah tanpa batas (infinite) sudah tentu akan terhambat.

Mitochondria sebagai generator energi didalam sel normal, berfungsi untuk menghasilkan energi (ATP) dengan efisien. Dimana dengan menggunakan jalur Mitochondria, maka degradasi karbon dari makronutrisi (contohnya Glukosa) akan menghasilkan energi (ATP) dalam jumlah yang besar dan efisien.

Kontras dengan sel kanker, yang melepas fungsi Mitochondria didalam sel nya. Sel kanker memilih menggunakan jalur "Primitif" yaitu Fermentasi (Aerobic Glycolysis) untuk menghasilkan energi (ATP) selnya.
Cara kerja Fermentasi ini sangatlah tidak efisien, karena hasil dari degradasi 1 molekul Glukosa, hanya mampu menghasilkan net ATP sebanyak 2ATP. Kontras dengan sel normal yang mampu menghasilkan net ATP sebanyak 36 ATP dari proses oksidasi sempurna 1 molekul Glukosa, melalui Mitochondria (Oxidative Phosphorylation).

Sel normal sebagai sel yang membelah dengan "ATURAN" selalu terkontrol oleh "Mitochondria" sebagai "Generator Energi" didalam sel. Dimana Mitochondria akan memicu Apoptosis (Sel Bunuh Diri) saat terjadi kegagalan secara menyeluruh dalam fungsi Mitochondria ini.

Namun keuntungan sel normal dalam menggunakan jalur oksidasi sempurna dari metabolisme sel melalui Mitochondria, adalah kemampuannya menggunakan berbagai substrate lain untuk menghasilkan Energi (ATP).

Substrate itu adalah Glukosa, Amino Acid (Protein) dan Fatty Acid/Ketone (Lemak dan Turunannya)

Berbeda dengan sel Kanker yang memiliki ketergantungan akan GLUKOSA secara mutlak. Dimana saat sel kanker memilih untuk menggunakan jalur Fermentasi (Aerobic Glycolysis) secara dominan, maka berkurangnya substrate Glukosa akan sangat mempengaruhi kemampuannya untuk membelah/berkembang dan menekan eksistensinya didalam tubuh manusia.

Disinilah terletak benang merahnya. Ketika kortisol banjir, maka liver akan melakukan proses gluconeogenesis. Hasil produksi glukosa oleh liver pada akhirnya akan membanjiri darah. Glukosa sangat dibutuhkan sel kanker untuk membelah diri.

Pengaruh Stress System terhadap Sel Kanker
Sel kanker muncul setelah terjadi disfungsi sel mitochondria. Penyebab kerusakan mitochondria pada umumnya adalah banjirnya glukosa secara terus menerus menyebabkan excess yang bertumpuk karena tidak terserap oleh sel tubuh.

Jika kita meneliti kembali cara tubuh kita merespon stress, kita akan paham bahwa tubuh pasti akan menangani stress dari dua arah: secara hormonal dan system saraf. Ingat, setiap stress menuntut perubahan perilaku manusia.
Secara umum tubuh kita wajib memberikan 3 bentuk respon jika ingin mengembalikan keseimbangan, yaitu respon secara hormonal, perilaku dan system saraf.

Tujuan Stress System adalah mengingatkan manusia bahwa telah terjadi ketidakseimbangan. Jika di kendaraan bermotor ada mekanisme gas dan rem. Dalam tubuh manusia juga ada system gas dan rem. Tujuannya dalah untuk mengembalikan keseimbangan. Jika fungsi gas terus menerus berlangsung maka akan terjadi inflamasi. Terjadinya kanker pun awalnya pasti karena ketidakseimbangan dalam stress system yang tidak disadari oleh orang yang bersangkutan sampai terjadi gejala.

Sekurangnya terdapat beberapa cara mengembalikan keseimbangan yang dapat dilakukan oleh seorang penderita kanker:
Menerima Takdir Allah
Kita harus menyadari bahwa setiap yang terjadi tidak lepas dari qodho dan qodar Allah sehingga kita tidak membebani diri kita dengan segala pertanyaan kenapa, sikap mengingkari, tidak terima, yang justru memperburuk kondisi. Ingat saja hormon kortisol itu akan tercetus dalam kondisi emosi yang negatif;

Mengembalikan Keseimbangan (Adaptasi)
Jika kita sudah menyadari terjadinya ketidakseimbangan dalam system stress kita, maka sebaiknya kita melakukan penelusuran apa akar masalahnya. Apakah menyangkut stress psikologi atau fisiologi. Jika fisiologi, yang bisa dilakukan adalah perubahan-perubahan. Adaptasi adalah kunci kesuksesan seorang untuk bisa melawan kanker. Adaptasi juga berwujud perubahan gaya hidup.

Keseimbangan akan terjadi jika kita memperhatikan dan memperbaiki 5 siklus: fasting, moving, relaxing, feeding dan sleeping.

Fasting
Pada penderita kanker, fasting bisa sangat membantu proses penyembuhan. Saat fasting, tubuh berhenti memberi dukungan glukosa dari luar. Artinya kanker harus ikut puasa. Berbeda dengan sel normal, sel kanker amat sangat bergantung pada glukosa. Semakin lama kita berpuasa dan tidak memberi glukosa kepada sel kanker, semakin lemah mereka.

Saat fasting juga akan memicu proses autophagy. Autophagy memungkinkan sel tubuh melakukan recycle, sel sehat memakan yang abnormal. Autophagy juga memperbaiki sel mitochondria. Semakin banyak sel mitochondria yang sehat, semakin sehat seseorang.

Moving
Saat olah raga sekitar 30 menit, akan menyebabkan symphatetic naik (dengan sengaja), tetapi setelah itu (paska adaptasi), gas akan turun dan efek pro rem dalam jangka waktu yang panjang akan terjadi. Pilihan olah raga disesuaikan dengan kondisi yang bersangkutan.

Relaxing
Relaxing adalah suatu cara yang paling sederhana dan rasional untuk mengatasi stress. Emosi negatif akan memicu kortisol dan kortisol berarti mengundang glukosa hadir dalam darah. Glukosa makanan sel kanker.

Emosi positif dan negatif mencerminkan rem dan gas.  Supaya bisa menurunkan symphatetic dan kortisol lakukan kegiatan yang bisa menurunkan stress, antara lain dengan tertawa (menonton film komedi, mengobrol yang lucu-lucu, dll) dan yang terpenting untuk dilakukan, ibadah. Bukankah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang (zikrullah).

Feeding
Berhenti memberi makan sel kanker. Kunci dari kesuksesan sel kanker mengambilalih tubuh seseorang ada pada kecepatannya dalam membelah diri. Untuk itu diperlukan glukosa dalam jumlah besar. Jika kita sudah tahu cara kerja kanker demikian, akankah kita masih mau menyediakan bahan bakar yang diperlukan sel kanker yaitu glukosa? Baiklah, mungkin ada pertanyaan lanjutan. Kalau kita tidak boleh menyediakan glukosa, lalu kita makan apa?

Sumber energi manusia tidak mesti dari glukosa. Kita harus memahami bahwa makro nutrisi terdiri dari tiga: lemak, protein dan karbohidrat. Karbohidrat menghasilkan glukosa. Kita juga mesti mengetahui bahwa hanya lemak dan protein lah yang tergolong dalam makronutrisi esensial. Apa itu makronutrisi esensial? Yaitu makronutrisi yang amat penting bagi pembentukan sel dan tanpanya manusia akan mati dan tubuh manusia tidak bisa memproduksinya. Terdapat 2 makronutrisi esensial yang berasal dari lemak dan 8 makronutrisi esensial yang berasal dari protein. Bagaimana dengan glukosa? Mungkin mengagetkan, tapi memang faktanya glukosa tidak termasuk dalam golongan makronutrisi esensial. Manusia tidak perlu memasukkan glukosa dari luar (makan) karena liver akan menghasilkan glukosa sesuai kebutuhan melalui proses gluconeogenesis.

Jika penderita kanker stop memakan karbo dan gula, dia telah memutus rantai makanan buat kanker. Tentunya kegiatan pembelahan selnya yang massif bisa terhambat. Jika pemutusan rantai karbo tersebut terjadi dalam jangka panjang, jangan heran jika sel kanker akan mengalami pelemahan sampai mati. Kankernya tamat, orangnya sehat. Boleh lah kita sebut sebagai peperangan secara damai.

Sleeping
Tidur adalah factor terpenting dalam upaya recovery keseimbangan system stress manusia. Ketika tubuh kita terlalu capek, maka kita bawa istirahat. Kurang tidur, maka harus ditambah jam tidurnya dan kualitas tidur diperbaiki. Singkatnya, kita berusaha membuat mesin tubuh kita tidak aktif untuk sementara waktu sebelum kita nyalakan dan gunakan lagi. Tidur adalah saat tubuh melakukan kalibrasi dan melakukan keseimbangan antara system symphatetic dan parasymphatetic kita (gas dan rem). Saat tidur, tubuh tidak menghasilkan kortisol. Jadi tidak ada peluang liver menghasilkan gluconeogenesis.

Apabila seseorang dalam keadaan sakit, sesungguhnya telah sampai padanya ujian dari Allah. Melalui sakitnya, Allah ingin si sakit lebih mengenal Allah. Sesungguhnya tidak ada satu peristiwa pun yang terjadi tanpa ijinNya, jadi mustahil jika kita diberi sakit tanpa ada maksud di balik itu semua, oleh karena itu sikap ridho menjadi hal yang utama. Salah satu hikmah yang nyata dibalik sakitnya seseorang adalah pencucian jiwa.

Semoga Allah selalu melindungi kita dari segala penyakit dan marabahaya. Semoga Allah menjaga kesehatan kita dan memberi karunia usia yang barokah. Semoga Allah memberi kesembuhan kepada sahabat, karib kerabat kita yang saat ini tengah berjuang melawan kanker. Aamiin.
-Nela Dusan
(Bukan dokter/nakes)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun