Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Namaku Covid, Public Enemy #1 Sejak 2020

27 Juli 2021   18:11 Diperbarui: 30 Juli 2021   21:13 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillah

Part 1 -- Namaku Covid, Public Enemy No. 1 Sejak 2020.

Kenalkan namaku Covid, aku lahir tahun 2019. Nama lengkapku SARS-COV2. Aku berasal dari keluarga Corona. Aku itu cuma sebentuk protein, bukan mahluk hidup yang mampu berkembang biak secara mandiri tanpa fasilitas inangku.

Seperti kalian semua yang punya suatu misi dalam hidup, aku pun punya misiku sendiri. Aku hanya punya satu misi di dalam hidupku yaitu MEMBAJAK ACE 2 (angiotensin-converting enzyme)  dimanapun dan siapapun pemiliknya. Jelas kan, aku mah musuh yang fair, nggak ada yang disembunyikan apalagi berstrategi rahasia.

Aku dinobatkan sebagai musuh masyarakat no.1. Aku dianggap penebar terror dan pencabut nyawa manusia tersadis saat ini mengalahkan reputasi CA, Diabetes, Jantung, Hipertensi, Ginjal, dan sederetan penyakit metabolic/degeneratif yang sudah eksis jauh lebih dulu sebelumku. Pendek kata aku dianggap penyebab kematian bagi sebagian manusia sejak tahun 2020.

Tuduhan yang paling umum ditujukan kepadaku adalah 'penjahat' yang bertanggung jawab menyebabkan sebagian pasien covid gagal bernafas.

Menurutku semua tuduhan itu sangat aneh, aku tidak pernah ingin membunuh siapapun, aku hanya sekedar menjalankan fitrahku yaitu MEMBAJAK ACE2. Aku tidak mengatur pada sel organ apa ACE2 yang aku bajak berada. Jika ACE2 itu berada di permukaan paru-paru, kondisi gagal nafas mungkin sekali terjadi. Tapi, itu bukan salahku loh. Aku cuma mau membajak ACE2nya saja.

Bukan tugasku untuk memilih organ mana yang terdampak, namun tugas kalian lah yang harusnya memikirkan cara terbaik untuk tidak membiarkan aku membajak. Kalau kalian tanya atau serahkan kepadaku, pasti lah aku bilang aku akan membajak semua sel yang memiliki RECEPTOR ACE2, titik.

Kalian itu, para pemilik receptor ACE2 adalah inang bagiku. Paham kan artinya inang, host, tuan rumah. Aku ini cuma tamu tidak diundang yang menyelinap masuk melalui gerbang mukosa kalian. Sudah tahu kan gerbang mukosa kalian apa saja? Baik lah aku kasih tahu lagi. Mata, lubang hidung, dan mulut kalian itu adalah gerbang masuk untukku.  Sekali aku lolos, aku akan mencari receptor ACE2 (berlaku sebagai undangan buatku). Kelanjutannya jadi atau tidaknya aku membuat kalian sebagai inangku justru tergantung pada sikap kalian sendiri, apakah mau membiarkanku bahkan mendukung kegiatan pembajakanku atau langsung menangkapku dan membinasakanku. Itu pilihan kalian.

Kalian bingung? Makanya belajar dong. Aku pun heran, kok bisa kalian mengaitkan replikasiku, reproduksiku dengan musim hujan, kemarau, winter, summer, atau semua musim  dan fenomena alam seperti angin,  yang ada di muka bumi ini. Katanya hidup matiku, replikasiku, mutasiku dipengaruhi musim dan cuaca. Hadeeh, manusia itu aneh. Sering berpikir yang jauh, kejauhan bahkan.

Sekali lagi aku mengingatkan bahwa aku cuma membajak ACE2 suatu mahluk, apakah manusia atau hewan, sepanjang mereka memiliki receptor ACE2, I am in deh pokoknya. Yang bikin aku lebih heran lagi adalah alih-alih mempelajari tindak tandukku, sifatku, perilakuku, mereka malah sibuk menutup jalan, menutup toko atau restoran, tempat ibadah. Sudah begitu pun tetap rumah sakit sampai kepenuhan, dokternya kelelahan dan banyak yang jadi korban aku. Salah? Kan mereka juga punya receptor ACE2. Ingat saja aku cuma membajak ACE2, udah itu doang.

Aku juga merasa aneh saat mereka sibuk dengan segala vaksin tanpa aku pernah ditengok sedang ngapain dan apa mauku. Belum lagi pembicaraan yang wah tentang herd immunity aduh aku bingung deh, apa hubungannya herd immunity dengan misi tunggalku, membajak ACE2 siapapun dan dimanapun. Herd immunity itu bicara kekebalan grup, padahal yang aku bajak adalah ACE2, kalau satu orang yang cocok jadi inangku, ya aku bajak. Kalau satu kelompok yang punya receptor ACE2 semua, ya pasti akan aku bajak juga. Masalahnya cuma, sejauh apa para calon inangku menyiapkan diri mereka untuk menerima atau menolak aku.

Aku beri kisi-kisi kepada kalian ya, kunci dari menaklukkan aku ada pada seberapa baik pemahaman kalian tentang diriku, apa yang aku mau dan caraku mendapatkan yang aku mau.

Sekali lagi aku bilang ke kalian, aku ini cuma sebentuk protein yang punya misi tunggal membajak ACE2 dan jelas aku butuh inang agar bisa bereplikasi dan bermutasi. Jadi bersiaplah kalian melawan aku.

Terima kasih kepada om Tyo yang telah memberi inspirasi untuk monolog tentang diriku ini. Bukan karena aku gila panggung, tetapi karena aku kasihan kepada manusia yang semakin susah hidup dan kehidupannya karena aku. Aku berharap jika manusia diberi sedikit kisi-kisi tentang sepak terjangku, mereka bisa menolong diri mereka sendiri dan pandemi ini tidak perlu lagi berlama-lama. Tidak apa-apa pesta dibubarkan, sekalipun itu pestaku.

Aku akan bercerita apa yang terjadi pada manusia yang ACE2nya berhasil kubajak.

Part 2 -- Aku dan Inangku

Aku akan mulai dengan mengajak kalian membayangkan sebuah mobil atau motor. Bayangkan tubuh kalian itu sebuah kendaraan bermotor.  Syarat sebuah kendaraan bermotor yang laik jalan adalah mesinnya bekerja baik, bila digas akan bertambah naik kecepatannya dan ada rem yang siap sedia untuk menurunkan kecepatan atau berhenti sama sekali.

Maukah kalian punya Mobil Ferari atau Porsche misalnya yang bisa lari kencang tapi remnya blong? Jelas tidak ada yang mau kan. Nah kalau untuk Mobil saja kalian mau ada gas dan ada rem yang berfungsi maksimal, bagaimana dengan tubuh kalian? Gas itu penting tapi bisa mengerem jauh lebih penting lagi. Menginjak pedal gas untuk mencapai kecepatan tertentu adalah pilihan tapi memastikan sistem rem bekerja adalah wajib hukumnya. Itu kalau kalian mau selamat.

System stress manusia juga terdiri dari dua fungsi secara umum, yang bersifat tekan pedal gas/akselerasi yaitu fungsi RAAS dan Symphatetic dan yang sifatnya mengerem/brake disebut fungsi Parasymphatetic/ACE2.  Kalau pada kendaraan kita injak pedal gas tanpa bisa mengerem, apa yang terjadi? Kita bisa menabrak tebing, rumah, atau terjun bebas ke jurang=kematian. Kalau tubuh manusia terus menerus menekan gas akibat stress tanpa ada rem maka manusia akan mengalami inflamasi yang tidak selesai dan bisa berujung pada fatalitas.

Baiklah, aku akan ceritakan sedikit apa itu ACE2. Sebetulnya aku pengen menguraikan detil tentang ACE2 tapi aku kuatir kalian jadi berhenti membaca monologku ini karena bosan padahal penting untuk kalian pahami supaya nggak jadi paranoid atau malah meremehkan aku.

Aku punya spike protein yang kompatibelnya dengan receptor ACE2. Aku akan melakukan invasi ke dalam tubuh manusia melalui gerbang mukosa (mata, hidung Dan mulut). Begitu aku lolos dari gerbang mukosa tersebut, aku akan menghinggapi receptor ACE2 yang aku temui. Sebagai sebuah virus, aku dikaruniai Sang Pencipta sebuah alat glycan chain (protein yang bersalut glukosa) yang memungkinkanku melakukan plug-in ke suatu sel ACE2 yang ingin dibajak. Oh iya, virus yang lain juga punya glycan chain mereka sendiri yang berbeda dengan punyaku.

Caraku menginfeksi ACE2 sangat simpel, begitu aku lakukan plug-in protein spikeku, receptor ACE2 mengijinkan aku masuk karena mereka anggap aku memiliki kunci yang cocok untuk masuk. Begitu awalnya aku mulai pembajakan itu.

Setelah itu, aku masuk dalam sel dan bersembunyi di endosome. Saat aku berada dalam endosome aku mulai melakukan translasi. Setelah sukses translasi aku melakukan replikasi RNAku dan setelah itu aku akan mengassembly sel yang sudah aku bajak dan menghasilkan sel-sel yang berisi RNA anak-anakku (pembajakan sukses). Semua itu dengan memakai fasilitas (energi, listrik/motor) inang yang tersedia di sel pertama yang kubajak.

Part 3 - Target Tunggal: ACE2
Untuk kalian yang penasaran kenapa sih memang kalau aku menargetkan pembajakan ACE2, penjelasan berikut sangat penting untuk dipahami.

Sebetulnya aku dan saudara sepupuku virus Influenza cara kerja masuknya kurang lebih sama, perbedaanya ada pada target sel yang dibajak. Jika virus flu membajak sel mana saja, kalau aku, si Covid, hanya menargetkan satu jenis sel saja, yaitu ACE2.

Agar kalian memahami apa itu ACE2 dan apa fungsinya buat tubuh kalian, simak baik-baik ceritaku di bawah ini ya.

Kalian semua tahu organ ginjal kan, sebuah organ yang sangat penting buat tubuh manusia. Fungsi ginjal mendeteksi tekanan darah, melakukan pembuangan dalam bentuk cairan dan memfilter cairan dalam hal ini darah.

Ketika ginjal mendeteksi tekanan darah turun, maka ginjal kalian akan berusaha mengembalikan tekanan melalui suatu sistem yang terjadi secara otomatis. Tensi adalah keseimbangan yang diciptakan antara ginjal dan jantung. Cara ginjal mengembalikan tekanan adalah melalui proses mensekresikan renin yang disebut renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS).

Fungsi renin adalah sebagai katalis angiotensin yang disekreksikan oleh liver (disebut Angiotensin1). Angiotensin1 (Ang1) yang bersirkulasi di darah akan melewati pembuluh darah di paru-paru. Fungsi paru-paru adalah tempat gas exchange (membawa darah yang sudah rendah O2 dan tinggi CO2 untuk dikeluarkan dan dikembalikan).

Saat darah melewati paru-paru di situ ada Ang1 (ACE), ACE yang ada di permukaan pulmonary paru-paru, merubah dari Ang1 menjadi Ang2 (fungsi gas naik). Ang2 yang dihasilkan melalui kerja sama liver, ginjal dan paru-paru mengakibatkan:

1.    peningkatan aktivitas saraf sympathetic (saraf stress: digunakan untuk merespon kebutuhan energi stress);

2.    memicu reabsorpsi dari natrium dan chlorida tetapi kalium dan potassium disekresikan, air diretensi;

3.    menghasilkan aldosterone;

4.    pemampatan/penyempitan (restriksi ruang) selang/pembuluh darah (arteriole) dalam rangka meningkatkan tekanan darah.

Langkah 1-4 diatas berupa retensi air dan garam, peningkatan volume sirkulasi yang efektif menyebaban perfusi pada juxtaglomelural pada akhirnya akan menjadi negative feedback kepada ginjal untuk menghentikan sekresi renin karena tujuan sudah tercapai (deaktivasi RAAS). Pendek kata, menjadi penanda kepada ginjal untuk stop pelepasan renin agar RAAS berhenti ingat tujuan awal melakukan RAAS adalah menaikkan tekanan darah.

Fungsi ACE2
Kalau ada ACE1 di paru-paru membuat konversi Ang1 menjadi Ang2 yang sifatnya memicu Vasokontriksi (pembuluh darah menegang/menyempit), ada juga efek lain apabila Ang2 menempel pada sel-sel lain, dapat menyebabkan:
oxidative stress, pembelahan sel (cell profileration), fibrosis (parut) dan inflamasi.

Efek dari Ang2 yang beredar dalam darah, tidak hanya berpengaruh pada vasokontriksi saja tapi berdampak lain.  Di paru-paru juga ada ACE2 yang bertujuan untuk mencegah Ang2 tidak berlebihan di dalam darah (ingat perannya sebagai pedal gas). ACE2 muncul di permukaan paru-paru, tujuannya untuk mengubah Ang2 menjadi bentuk lain yang disebut Ang 1-7.

Ang 1-7 jika berpasangan dengan ACE2, maka ACE2 berfungsi sebagai rem. Jika dampak dari Ang2:
-Vasokontriksi dengan adanya ACE2 diubah menjadi vasodilatory;
-Oxidative stress menjadi antioxidative;
-pembelahan sel (cell profileration) diubah menjadi antiproliferative;
-fibrosis (parut) menjadi antifibrosis dan
-inflammatory menjadi anti inflammatory .

Oh iya, seandainya kalian berpikir apa beda aku dan mr. Flu, biar aku jelaskan.  Perbedaannya ada pada pilihan sel yang dibajak, kalau Mr. Flu membajak sel selain ACE2 (bisa jadi sel yang tidak vital), sedangkan aku, Mr. Covid, membajak sel ACE2, sang system rem (brake system).

Dengan semua keterangan mengenai fungsi strategis ACE2 diatas semoga menjadi lebih jelas bagi kalian kenapa ancaman aku, si Mr. Covid ini menjadi lethal (amat berbahaya).

Infeksi pada ACE2 di paru-paru menyebabkan rem blong. ACE2 yang terinfeksi covid kemampuannya menjadi turun (downregulation) dan RAAS menjadi overaktivasi/berlebihan yang menyebabkan vasokontriksi, inflammation, fibrosis, lung damage dan edema.

Masalahnya ACE2 itu bisa berada dimana saja tergantung munculnya kebutuhan yang ditandai dengan munculnya Ang2, ingat saja ACE2 adalah autobrake dari Ang2. Jadi setiap ada signal di stress system manusia, maka ACE2 otomatis akan muncul untuk mengimbangi munculnya Ang2 dan sympathetic.

Bayangkan betapa berbahanyanya jika aku menginfeksi sel ACE2 yang ada di endothelia cell (sel darah) dan sel imun (macrophage), akan terjadi vascular injury (perusakan pembuluh darah yang terjadi di aveoli paru) yang disebut vasculophatic pulmonary arterioles.

Tenang saja, ada kabar baik. Kalian punya system imun yang beredar di dalam darah di seluruh tubuh. Sel macrophage kalian itu adalah security tubuh yang terus berpatroli di seluruh pembuluh darah.  Itu kabar baik, tapi sayangnya ada kabar buruk, Macrophage juga punya receptor ACE2, jadi begitu Ang2 menempel pada receptor ACE2 akan memicu sintesis IL-6 atau dikenal dengan sytokine storm/badai sitokin (indikasi kondisi perburukan inang yang aku bajak) yang bersifat inflammatory. Jadi bisa dibayangkan jika ACE2 (Ang1-7) yang seharusnya berperan sebagai rem otomatis menjadi tidak berfungsi, kok bisa? Karena ACE2 dibajak oleh aku, si virus covid.

ACE2 seharusnya bisa melindungi sel dari kerusakan jaringan tetapi karena dibajak, maka kerusakan jaringan akan terjadi dimana system stress yang over reaktif berlangsung terus menerus karena ACE2 tidak hadir untuk menghentikannya. Kok bisa? Kan ACE2nya aku bajak, lupa ya.

Persoalannya menjadi makin kompleks ketika sel imun macrophage yang dibajak. Kemunculan Ang2 di dalam darah yang tidak terbendung menyebaban inflamasi karena tidak ada yang mengerem. Kondisi umum yang terjadi: badai sitokin, inflamasi yang serius/severe inflammation termasuk pada hyaline membrane.

Dampak down regulasi ACE2 di paru-paru: Acute Respiratory Distress Syndrome.

Konsekuensi dari tidak adanya ACE2 (rem) maka Ang2 (pedal gas) meningkat, akibatnya terjadi peningkatan inflitrasi sel imun ke paru-paru dan pelepasan mediator inflamasi, memicu perenggangan membran pada alveoli (akibatnya cairan gampang lepas) mengakibatkan pulmonary edema, terjadi pengetatan pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan tensi di paru-paru (pulmonary hypertensi), terjadi kesulitan dalam mendistribusikan oksigen dalam darah. Juga terjadi kerusakan pada jaringan yang dampaknya berupa pembentukan hyaline membrane.

Semua itu berujung pada masalah: GAGAL NAFAS yang disebut Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

Jadi, aku dituduh sebagai penyebab orang-orang gagal nafas berdasarkan urutan kejadian di atas.

Jika seseorang sembuh dari ARDS ini mengakibatkan banyak parut pada jaringan paru, dia akan mengalami penurunan kemampuan gas exchange dari C02 menjadi O2 dikarenakan banyak sel yang rusak.

Semakin tinggi kadar Ang 2 (indikator terjadinya gangguan pada system stress) seseorang, maka kebutuhan akan ACE2 pun meningkat. Artinya, tubuh kita sedang menekan pedal gas karenanya kebutuhan akan rem semakin tinggi. Namun apa daya kenyataannya ACE2 sudah terinfeksi dan mengalami down regulasi, hasilnya: rem blong, inflamasi terus menerus.

Jadi, silakan kalian pikirkan apakah benar aku satu-satunya yang menyebabkan fatalitas. Aku cuma mengurangi fungsi rem loh, tetap kalian sendiri yang menekan gasnya (symphatetic dan RAAS).

Kalau bahas pedal gas, maka aku terpaksa harus cerita tentang faktor yang mendorong kenapa kalian harus menekan pedal gas, sekalipun di bawah ancaman ketiadaan rem (ACE2), ingat ya, kan lagi aku bajak.

Part 4 -- Stress System

Stress bisa berasal dari stress fisik dan stress psikis (keduanya termasuk pedal gas). Stress response adalah mekanisme pertahanan tubuh ketika terjadi kondisi stress (usaha untuk menge-rem).

Jika terjadi stress psikis maka organ tubuh yang merespon adalah Hypothalamus-Pitutiary Adrenal Axis (HPA) sedangkan untuk stress fisik maka organ yang merespon adalah system saraf, lewat Sympathetic Adrenal Axis terkoneksi dengan system adrenal juga. Kedua sisi tersebut menghasilkan mediator-mediator. Mediator untuk HPA ada kortisol dan specific receptors di tubuh dan otak.

Respon-respon terhadap stress di tubuh:
-mobilisasi energi
-perubahan metabolisme
-hambatan pencernaan
-gangguan fungsi reproduksi

Respon-respon terhadap stress di otak:
-genomic effect (epigenetic programming) di level DNA dan non genomic effect (immune reactivity) memicu perintah otak untuk mengaktivasi imun.

Yang diharapkan dari input diatas, terjadi perubahan secara fisiologis dan behavioral (perilaku).

Ketika terjadi stress secara fisiologis otak kita akan memerintahkan untuk melakukan tindakan tertentu (perubahan perilaku), contoh seperti orang yang merasa terancam, otak akan menyuruh tubuh untuk bergerak/lari, memicu tekanan darah naik dan distribusi untuk bisa lari tubuh harus bisa mendistribusikan energi ke otot (semua itu kebutuhan=pedal gas). Dalam kondisi tubuh menekan pedal gas, maka ACE2 sebagai rem sangat dibutuhkan. Mekanisme gas dan rem untuk mencapai KESEIMBANGAN (homeostatis) tersebut dinamakan ADAPTASI.

Pada prinsipnya stress itu ada untuk mengubah perilaku. Kalau perilaku kita tetap saja sama, ya bisa diduga apa yang terjadi, mal-adaptasi.

Cara Tubuh Mengatasi Stress
Apapun asal stressnya, baik fisiologis ataupun psikologis, tubuh kita akan mengatasinya dengan dua tangan, system hormonal dan system saraf. Jadi akan diatasi secara fisiologis. Saat stress datang, detak jantung meningkat, aritmea meningkat, insulin resistance, tekanan darah naik, congulation, dll.

Hubungan stress dan RAAS
Ketika terjadi stress, tubuh akan berusaha mengatasi dari dua arah symphatetic menaikkan tekanan darah dari system saraf dan RAAS dari sisi hormonal. Kalau sympathetic nervous system (SNS) naik (karena dua jenis stressor) maka akan terjadi kebutuhan akan kenaikan tekanan darah, maka ginjal akan melepas RAAS. RAAS menimbulkan Ang2, Ang2 adalah gas, maka diperlukan ACE2 sebagai autobrake. Apa yang terjadi jika ACE2 dalam keadaan dibajak?

Disamping mengaktivasi RAAS, ginjal juga memberi info kepada system saraf bahwa terdapat kondisi tekanan darah melemah karenanya perlu dilakukan peningkatan tekanan darah. Ginjal berkomunikasi dengan otak agar jantung menambah tekanan juga.  Cara ginjal merespon stress dengan mengaktivasi RAAS untuk mengetatkan pembuluh darah dan meminta otak menyuruh jantung untuk meningkatkan denyut jantung (menambah cepat pompa) semua itu kita sebut sympathetic cardiac nerves (menekan pedal gas). Komunikasi otak dengan jantung melalui vargus nerve/sinyal parasympathetic untuk menurunkan detak jantung kita sebut sebagai menginjak rem sebagai kontra dari symphatetic cardiac.

SNS:             Symphatetic Nervous System = Gas Pedal
PSN:             Parasymphatetic Nervous System = Brake System
PSN:            -Ventral Vagal Complex = foot brake (safe, connected, responsive, compassionate system)
-Dorsal Vagal Complex = emergency/hand brake (immobilize, frozen, numb, disassociated state) dalam keadaan tidur.

Perubahan perilaku yang diharapkan setelah adanya stress:

Symphatetic :
Gas Pedal
Use up energy
Defense
Protect
Survive
Stress response
Shallow breath

Parasymphatetic
Brake pedal
Conserve energy
Growth
Healing
Thrive
Relax response
Deep breath

Sympathetic bisa berdampak kemana-mana dan dalam bentuk:

Peripheral Autonomic Nervous System (Sistem Saraf)
Terkoneksi langsung ke organ

Mata
Symphatetic
Kontriksi pada bola mata

Parasymphatetic
membuat mata makin terang dan tajam

Makan
Symphatetic
air liur kering

Parasymphatetic
Air liur terstimulasi

Paru-paru
Symphatetic
gas exchange lebih cepat

Parasymphatetic
Nafas dalam, tenang

Jantung
Symphatetic
Detak jantung meningkat

Parasymphatetic
Detak jantung santai

Pencernaan
Symphatetic
sulit mencerna

Parasymphatetic
Pencernaan terstimulate

Liver
Symphatetic
excess produksi glukosa oleh liver melalui gluconeogenesis

Parasymphatetic
Produksi bile asam empedu yang berfungsi mengemulsi lemak dalam makanan

Usus
Symphatetic
berkurangnya kemampuan dorong usus, sulit BAB

Parasymphatetic
Pendorongan makanan dari usus halus sampai colon lancar

Reproduksi
Symphatetic
terhambat. Pematangan telur dihambat, produksi sperma dihambat, libido turun/terganggu karena gas ketinggian.

Parasymphatetic
Reproduksi berfungsi baik

Stress System juga mempengaruhi sel-sel yang tidak langsung terhubung dengan system saraf tulang belakang, antara lain sel imun, macrophage yang beredar dalam darah. System saraf gas dan rem ini juga berlaku juga pada macrophage. Cara Otak memerintahkan sel imun yang tidak terhubung dengan system saraf melalui Adrenegic receptor (noriephinephrine) yang berfungsi menaikan gas. Sebagai rem, otak akan mengirimkan sinyal sehingga receptor Cholinergic semakin bertambah.

RAAS dan Symphatetic keduanya berfungsi sama, akselerasi gas.

Autonomic Area

Kalau SNS aktivitasnya meningkat dan PSN turun, otak dapat mengalami neuroinflammation, di sana akan banyak ACE2, kalau terjadi di usus, bisa mengalami perenggangan usus (kebocoran usus) maka di usus akan banyak ACE2, di pencernaan ketika SNS meningkat maka ACE2 akan banyak muncul. Bayangkan jika ACE2 itu sedang dibajak Covid. Maka SNS akan naik terus tanpa ada rem.

Symphatetic tinggi karena stressor fisik dan stressor psikis. SNS hanyalah cerminan respon system stressor. Oleh karena itu Symphatetic tinggi yang tidak dapat diseimbangkan akan menyebabkan peningkatan inflamasi terus menerus, jika inflamasi terjadi di system pencernaan dapat mengakibatkan salah satunya, sindrom kebocoran pencernaan (leaky gut syndrome) akibat terjadi perenggangan.

Ingat, tubuh kita akan selalu berusaha melakukan keseimbangan. Jika pedal gas ditekan, baik melalui aktivasi RAAS atau Symphatetic (SNS), maka otak secara otomatis akan memerintahkan aktivasi autobrake. Semakin tinggi RAAS dan SNS (Ang2 meningkat), maka ACE2 juga akan semakin meningkat. Keseimbangan akan sulit tercapai, kenapa? karena ACE2 kalian kan aku bajak.

Part 5 -- Aku dan Mereka Yang Berkomorbid atau Lansia

Jika kalian amati banyak kasus fatalitas dialami oleh mereka yang memiliki komorbid atau usia lanjut. Tentu aku lah yang menjadi tertuduh utamanya. Aku harus mengakui data itu tidak salah, betul fatalitas lebih tinggi dialami mereka yang memiliki komorbid seperti penyakit paru kronis, cardiovascular pathologies, kidney disease, diabetes mellitus dan obesitas, atau usia lanjut (Kelompok Risiko Tinggi). Harus ada penjelasan ilmiah dibalik itu.  

Tahukah kalian apa hubungannya aku, Mr. Covid dengan komorbiditas. Benang merahnya ada pada aktivitas Symphatetic yang tinggi (gasnya tinggi) pada Kelompok Risiko Tinggi. Sesuai fitrahnya, setiap symphatetic meningkat, maka ACE2 pun bertambah meningkat. Ingat, aku si Mr. Covid membajak ACE2. Artinya ACE2 mengalami down regulasi alias rem blong.  Jadi yang menyebabkan fatalitas adalah stress yang meningkat dan tidak terjadi adaptasi (mal adaptasi).

Jadi jelas ya Kelompok Tinggi Risiko sudah mengalami kondisi aktivitas symphatetic yang tinggi dan saat aku, si Covid, menginfeksi, menyebabkan symphatetic/gas makin tinggi, sedangkan system remnya aku bajak, otomatis parasymphatetic menjadi makin rendah ditambah sytokine storm maka akan terjadi kondisi cardiac cardiopulmonary disfunction. Pertanyaannya, kalian masih mau menambah gas atau mau menambah remnya? Remnya kan sedang aku bajak.

Agar kalian memahami lebih baik, bayangkan sebuah segitiga. Pada puncaknya A. Autonomic Disregulation (kematian meningkat), B. Inflammatory/Immune System Cause Cardio Vascular Damage (Death Triangle), C. Autonomic System adalah powerful regulator dari system imun (Survival Triangle). Dalam situasi seperti itu yang kalian harus lakukan adalah jangan menambah gas dengan bersikap rileks, jangan cemas agar inflamasi tidak terjadi terus menerus.

Tahukah kalian kalau system imun kalian itu terdiri dari innate immune system dan adaptive immune system. Sifat Adrenegic (gas) dan Cholinergic (rem) mempengaruhi system imun. Jika ada infeksi, termasuk yang disebabkan oleh aku si Mr. Covid, yang maju Dendrictic Cel (DC) di innate immune system.  Setelah DC mengenali Covid, DC akan mengirimkan sinyal ke adaptive immune system. Kunci untuk adaptasi ketika ada infeksi sampai dengan respon system imun adalah timeline (kecepatan respon innate immune system) ke rem (anti inflamasi) agar tidak terjadi sitokine storm.  Semakin cepat kita coping, membuat antibody, semakin cepat inflamasi berhenti. Masalahnya pada kasus Covid, aku membajak Cholinergic (rem) sehingga rem mengalami penurunan, gas terus meningkat sehingga inflamasi terus menerus (sytokine storm/IL-6). Saat aku membajak macrophage (sel imun), terjadi inflamasi pada macrophage. Hal yang sama juga terjadi dengan Neurohormonal drive, terjadi sytokine storm dari Innate Immune system ke Adaptive immune system (T-Lymphocyte).
         
Kalau ACE2 (rem) kalian sedang aku bajak, maka RAAS kalian akan meningkat karena ACE2 menurun kemampuannya. RAAS yang meningkat akan memicu kemampuan saraf parasymphatetic menjadi berfungsi, akibatnya kalian akan merasa demam lebih dari sebelumnya, tidur jadi sulit, anxiety makin bertambah.

Pertanyaanku, perubahan perilaku apa yang harus kalian lakukan? Perilaku pro gas atau pro rem?

Part 6 -- Jadi Harus Gimana (Clueless)

Kalian bingung kenapa ya kalian nggak kurus-kurus bahkan makin menggemuk bahkan menuju obesitas, heran kenapa tensi tinggi terus, gula darah tinggi terus, dll.

Masih nanya? Segitu cluelessnya kalian nih, serius?

Baiklah, aku kasih tau, kondisi kalian yang mengalami kegemukan, tensi tinggi, gula darah tinggi itu dinamakan metabolic syndromes.

Sebelum aku lanjutkan sebetulnya aku prihatin melihat kalian yang hidup di jaman obesogenic environment (era berkelimpahan makanan). Kalau kalian tahu, manusia di jaman dulu tidak makan terus seperti kalian. Kalau mereka lapar, mereka berburu. Tidak pernah tahu kapan makanan mereka peroleh. Bisa sehari, dua hari, atau lebih lama lagi. Tapi mereka mampu bergerak terus mencari makan dalam kondisi defisit energi kalau mereka berhari-hari tidak makan. Mereka tetap mampu bergerak (moving) meski belum makan alias berpuasa (fasting). Otak mereka tidak mengandalkan glukosa, energi mereka tidak mengandalkan glukosa tetapi mereka mengandalkan lemak dan ketone untuk otak mereka. Dengan begitu, mereka tidak ketergantungan makanan berkali-kali dalam sehari. Coping behavioural mereka adalah sigap lari karena mereka bisa diburu saat berburu makanan.

Lihat situasi kalian di masa sekarang, makanan terus menerus tersedia, stress socialnya tinggi. Makanan tinggi karbo/high glycemic sehingga penumpukan lemak terjadi, kalian malas bergerak sehingga terjadi insulin resistance dan otak kalian mencari gula terus menerus. Masalah mengintai setiap saat, symphatetic tinggi terus. Ingat selalu, setiap aktivitas symphatetic  (SNS) tinggi, artinya kalian menekan pedal gas, lalu, remnya dibajak, apa yang akan terjadi? Jawab sendiri.

Part 7 -- Jadilah Tuan Rumah Yang Buruk Bagi Covid 19

Sebetulnya aku rugi nih kalau membocorkan cara efektif melawanku sendiri. Tapi okelah, aku kan musuh yang fair. Sekarang aku kasih tau.

Lakukan cycle ini:
1.    Fasting
2.    Moving
3.    Relaxing
4.    Feeding
5.    Sleeping

Fasting atau Eating?
Obesitas
Dalam kondisi obesitas/menggemuk, terjadi efek dari excess calorie secara negatif (tidak sehat) membuat pembesaran lemak (hypertrophy) karena inflamasi, menyebabkan low grade inflammation dan memicu insulin resistant.

Menggemuk yang sehat adalah memperbanyak sel lemak, bukan memperbesar sel lemak.

Excess calorie menambah akumulasi insulin resistance berujung pada DM.

Makan terus akan meningkatkan gas karena tubuh berusaha melakukan energy expenditure, akhirnya RAAS naik dan SNS naik. Kembali ke prinsip homeostatis, tubuh harus injak rem (mengadakan ACE2) tapi kenyataannya rem blong karena ACE2nya aku bajak.

Jika ACE2 sebagai autobrake RAAS tidak berfungsi, maka kalian punya dua pilihan: terus menerus makan dengan keyakinan makan untuk memperkuat tubuh atau berpuasa. Kalian tahu dong IF (Intermittent Fasting), dengan melakukan IF, kalian telah mencegah diri kalian sendiri dari menginjak gas tanpa ada rem. Dalam situasi rem tidak ada, tentu pilihan yang bijaksana adalah seminimal mungkin menginjak gas. Demikian juga dengan sel imun, macrophage. Ang2 makin naik membuat macrophage menjadi bersifat inflamasi dan macrophagenya membuat sel lemaknya banyak mati.

Intermitten fasting (IF) protocol membuat gas RAAS tidak tinggi sehingga autobrake ACE2 juga rendah. Kalian melakukan energy expenditure, mengurangi lemak, menurunkan gasnya/symphatetic. Otomatis, expressi autobrakenya ikut turun. Makan menyebabkan kita menginjak gas, jika puasa tubuh kalian tidak terpicu untuk menginjak gas. Ang2 minimal, ACE2 juga minimal. Bayangkan kalau ACE2 kalian sedang aku bajak. Kalian perlu ubah gaya hidup yang pro rem/autobrake.

Bagaimana cara mempercepat adaptasi? Pro gas atau pro rem? Kalian yang tentukan. Semakin cepat adaptasi, makin bisa terhindar sytokine storm, makin cepat kalian memproduksi antibody.

Cara yang efektif untuk melakukan coping terhadap virus adalah dengan autophagy.  Jadi jelas ya kunci kesuksesan adaptasi adalah kecepatan respon imun kalian yang didukung oleh autophagy. Autophagy mempercepat penurunan gas (antigen presentasi). Autophagy dapat dicapai melalui fasting (puasa). Jadi silakan dipikirkan, kalau sedang infeksi, lebih baik makan atau puasa/FASTING? Nah para keto warriors melakukan itu, istilahnya fasted exercise.

Kalian ingat-ingat, ketika kalian sedang terinfeksi atau sakit, secara alami kalian akan kehilangan nafsu makan dan bawaannya pengen tidur terus. Semua itu dalam rangka mendukung system rem.

Apakah masih mau memaksa makan? Masih ingat anjuran merem dan mingkem kan?

Saat olah raga sekitar 30 menit, akan menyebabkan symphatetic naik (dengan sengaja), tetapi setelah itu (paska adaptasi), gas akan turun dan efek pro rem dalam jangka waktu yang panjang akan terjadi. Kondisi itu juga mampu mempercepat respon imun, mempercepat migrasi sejak mengenali virus sampai laporan kepada T-cell.

Relaxing versus stress
Emosi paling cepat meningkatkan symphatetic, contoh aritmea, jantung berdebar menunjukkan SNS lebih tinggi daripada PNS. SNS juga menaikkan RAAS. RAAS naik, maka ACE2 juga naik dan terekspos paparan virus.

Penyakit neurophysiciatric desease (depresi, anxiety, dll) itu lebih rentan terpicu oleh inflamasi, ACE2 berlaku sebagai anti inflammatory.  Ingat, ACE2 kalian dibajak.

Emosi positif dan negatif mencerminkan rem dan gas. Ketika kalian aku infeksi, rem kalian dibajak, kalian memilih menambah gas atau menambah rem?

Supaya bisa menurunkan SNS dan kortisol serta RAAS lakukan kegiatan RELAXING yang bisa menurunkan stress, antara lain dengan tertawa (menonton film komedi, mengobrol yang lucu-lucu, dll) dan ibadah, bukankah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.

Feeding
Di masa dulu, orang-orang tidak makan di pagi hari. Mereka harus mencari hewan buruan dulu baru bisa makan (nggak ada kulkas kan). Orang jaman dulu makan hewan (protein dan lemak) bukan karbo. Metabolisme mereka ketosis bukan glukosa.

Apa hubungan makanan dengan penurunan gas atau peningkatan rem?

Beda metabolisme ketosis dan glukosa, ketosis menghasilkan gaba lebih tinggi sedangkan metabolisme glukosa menghasilkan glutamaergic. Fungsi  Symphatetic dan parasymphatetic berasal dari perintah otak, dalam hal ini gaba dan glutamaergic. Gabaergic neuron sebagai rem, sedangkan glucose menghasilkan glutamaergic yang menaikkan gas. Jangan heran efek gaba berpengaruh positif terhadap anak-anak yang sering mengalami kejang.

Kesimpulannya, makan lemak menghasilkan gaba. Gaba membuat kalian mudah menurunkan symphatetic dan menginjak rem. Kalau gas ketinggian, gaba kurang maka blood pressure naik, RAAS naik dan ACE2 ikut naik. Ingat, ACE2 kalian aku bajak.

Demikian juga di system imun, keton mempermudah transisi respon sel innate immune system (gas) ke adaptive immune system (rem). Gas mensintesis lemak, sisi rem membakar lemak. Kalau mensintesis lemak bahan bakarnya apa? Glukosa. Kalau mau membakar lemak apa bahan bakarnya? Lemak. Itu lah kenapa kalian harus mempertimbangkan untuk tidak memakan karbo.

Dari mulai antigen dipresentasikan pada infeksi, di awam memang tinggi gas dulu, tapi kunci kecepatannya dari mulai 0-7 hari infeksi transisinya dari glycolisis ke fatty acid oxidation. Saat infeksi, tubuh kalian akan membiarkan liver menaikkan gas dengan menghasilkan glukosa, umumnya cukup 3 hari waktu yang dibutuhkan untuk transisi glycolisis menjadi fatty acid oxidation. Tidak perlu kuatir kalian akan kekurangan gula karena selama kalian makan protein, 50%nya akan diubah menjadi glukosa (tanpa memicu gas) dan akan digunakan oleh liver dalam proses gluconeogenesis.  Tetapi jika terjadi hyperclicemia, RAAS naik lalu Ang2 naik, konsekuensinya ACE2 juga akan naik. Persoalan akan muncul saat expresi ACE2 naik, ingat ACE2 sedang aku bajak kan.

Hyperglycemia pada penderita diabetes memperburuk kondisi/gasnya tinggi, menyebabkan kasus fatalitas pasien covid. Metabolic conditioning membantu penurunan gas.

Sleeping
Stress system dan Circadian Rhythm
Kalian harus menyelaraskan stress system kalian dengan circadian rhythm (ini sesuai fitrah dari Allah Sang Pencipta). Sistem stress menghasilkan SNS dan Cortisol. Kalian harus mengerti kapan kalian boleh memakai system stress dan kapan kalian harus menginjak rem. Untuk mudahnya, kalian bisa melihat circadian rhythm kalian. Kalian akan tahu kortisol tinggi mulai jam 6 pagi hingga pukul 3 sore. Setelah pukul 3 sore, kortisol kalian akan turun, artinya saatnya mulai rileks sebagai persiapan untuk berhenti dan menarik rem tangan di malam hari (tidur). Orang jaman dulu pun akan berhenti berburu jika hari sudah mulai gelap.

Jika kita telat melakukan relaksasi maka waktu berhenti kalian pun akan tertunda, jadi sulit untuk mengerem, bagaimana melatonin bisa naik. Seperti mobil, kita harus tahu kapan kita menggas, kapan kita menginjak rem dan berhenti dan menarik rem tangan. Waktu kalian tidur, tubuh kalian akan melakukan penyeimbangan kembali, mereset gas dan autobrake, melakukan kalibrasi. Jika tubuh kalian gagal menyeimbangkan, mereset, maka keseimbangan symphatetic dan parasymphatetic akan gagal tercapai. Akibatnya terjadi disautonomia/ketidakseimbangan antara gas dan rem. Jika kalian terinfeksi Covid, maka yang harus kalian lakukan adalah gas harus benar-benar diturunkan dan rem tangan ditarik setinggi-tingginya dan itu semua terjadi saat kalian tidur (sleeping).

Orang jaman dulu tidur ketika hari mulai gelap.

Tidur menjadi master switch untuk menyeimbangkan symphatetic dan parasymphatetic.

Autonomic Nervous System Response: Symphatetic = Fight or Flight; Parasymphatetic = Rest & Digest.

Kalau kalian mengalami gangguan tidur/sleep apnea, maka gas akan naik, blood pressure naik dengan menaikkan RAAS, RAAS naik menyebabkan ACE2 naik. Tidur kurang dari 6 jam menyebabkan: symphatetic meningkat, inflamasi meningkat, kortisol meningkat, insomnia, semua gas naik.  Ingat, gas naik kalian harus siap dengan rem, kalau remnya sedang aku bajak, bagaimana? Ngebut dan rem blong, fatal teman.

Akhirnya selesai juga monolog ini. Semoga kalian bisa memahami aku si Mr. Covid dengan lebih baik lagi. Silakan dicerna pelan-pelan dan tindakan selanjutnya terserah kalian, masih mau gaya hidup yang pro gas berarti kalian mendukung operasiku si Covid, atau kalian mau melakukan gaya hidup yang menerapkan metabolic conditioning yang pro rem. Bebas kawan.

Salam
Mr. Covid.

 
-----
Catatan Penulis:
Sekali lagi terima kasih untuk mas Tyo Prasetyo yang sudah memberikan ilmu kepada keto warriors. Saya hanya mencoba merangkum dan menerjemahkan ke bahasa yang lebih awam dari penjelasan yang diberikan dalam paparan beliau yang bernas yang terdiri dari >100 slide dalam sebuah presentasi berdurasi lebih dari 4 jam. Mohon maaf jika ada kekeliruan, mengingat ilmu saya yang amat terbatas.

Semoga kita semua diberi hidayah taufik agar bisa memperbaiki metabolisme masing-masing dan akhirnya membawa bangsa Indonesia keluar dari pandemi yang berkepanjangan ini. Aamiin.

-Nela Dusan
(Praktisi KF, bukan dokter atau nakes)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun