Malam itu aku tidur dengan hati penuh kebahagiaan, orang tuaku sudah menerima keputusanku. Tiba-tiba terlintas ide dalam kepalaku, aku mau memberi kejutan kepada Fira hari Sabtu pagi. Aku akan terbang ke Bali dengan pesawat pertama lalu aku akan datangi dia di vila Tante Wiwiek di Ubud, menghabiskan waktu bersama di sana sampai Minggu malam. Kalau Fira tidak mengijinkan aku menginap di vila tantenya maka aku akan menginap di hotel yang ada disekitar Ubud.
Hari Jum'at, seharian Fira tidak meneleponku, akupun sengaja tidak menelepon dia, aku mau menambah rasa kangen kami supaya bisa terbayar besok di hari Sabtu pagi.
Sabtu dini hari aku berangkat menuju Bandara Sukarno-Hatta, aku meninggalkan mobil ditempat parkir bandara dan langsung check in sesuai waktunya dan menunggu saat boarding. Sempat terlintas untuk menelepon Fira memberitahukan kedatanganku, tapi aku urungkan niatku, aku mau memberi kejutan untuknya. Mestinya pagi ini Fira belum pergi kemana-mana, kalaupun pergi aku bisa menunggu dia di Vila.
Pesawatku mendarat di Ngurah Rai pukul 8 Waktu Indonesia Tengah. Sekeluarnya aku dari bandara aku langsung memanggil taksi yang langsung mengantarkanku ke Ubud. Di perjalanan hatiku berdebar-debar tidak tentu rasa, sudah tak sabar rasanya ingin jumpa Fira. Kuberikan alamat Vila kepada supir taksi, pintu gerbangnya hanya berjarak beberapa meter dari jalan masuk menuju Four Season Hotel Ubud.
Akhirnya setelah sempat bertanya tiga kali dan berbalik satu kali karena terlewat, aku sampai juga di Vilanya Tante Wiwiek. Seorang penjaga pintu menghampiri taksiku, aku tanya apakah Fira ada. Dia masih tidur. Aku katakan bahwa aku adalah temannya dari Jakarta dan aku meminta dia merahasiakan kedatanganku karena aku mau memberikan kejutan kepadanya. Walaupun wajahnya tampak bingung, tapi akhirnya penjaga Vila setuju untuk merahasiakan kedatanganku
 Aku dipersilakan masuk. Aku berjalan di halaman rumput yang luas. Dari luar Vila itu seperti bangunan rumah biasa, terdiri dari dua bangunan induk, halaman rumput yang luas itu memisahkan rumah yang satu dengan yang lainnya. Aku dipersilahkan untuk memasuki bangunan rumah induk melalui pintu yang lebih mirip pintu belakang. Setelah aku masuk baru aku terkesima menyaksikan apa yang ada di balik pintu, pemandangan lepas dari dalam ruang keluarga melihat ke lembah yang dikejauhan terdapat terasering sawah yang bersusun, indahnya.Â
Tidak heran Fira begitu betah di sini. Udaranya pun sejuk seperti kawasan Puncak, sudah pasti bisa membuat orang jadi malas untuk bangun tidur pagi-pagi. Karena letaknya dilereng, maka ruang dimana aku berdiri merupakan lantai dua sementara lantai satunya justru ada dibawah. Dari balkon aku bisa memandang ke bawah dimana kolam renang yang besar terletak. Di kejauhan aku melihat sosok bangunan bundar yang sangat berbeda dengan lingkungan sekitarnya, tidak salah lagi, Four Season. Aku mendengar suara riak sungai yang cukup jelas meskipun letak sungainya sendiri tidak kelihatan karena didasar lembah jauh di bawah sana.
Selagi aku asyik memandangi pemandangan yang indah tiba-tiba aku dikagetkan oleh sapaan suara Fira yang menurutku lebih terdengar kaget daripada senang,
"Randy...lho kamu kapan datang?" sesaat aku merasa heran ini bukan reaksi yang aku bayangkan tentunya, kenapa Fira bersikap seperti panik, terlebih waktu aku mulai berjalan menghampirinya.
"Hi sayang...baru saja, aku mau kasih..." belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, tiba-tiba ada bayangan seseorang yang keluar dari kamar yang ada di belakangku, secara naluriah aku langsung menoleh, aku kaget melihat siapa yang berdiri di belakangku, orang itupun tak kalah kaget denganku.
"Eh Ran, gue pikir temen gue. Kapan datang loe?" Aku cuma terlongong, tidak percayai mataku sendiri, Robby berdiri di depan pintu dengan bercelana pendek dan kaos oblong, kelihatan dia masih mengantuk.