Mohon tunggu...
Nela Dusan
Nela Dusan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi KFLS dan Founder/Owner Katering Keto

mantan lawyer, pengarang, penerjemah tersumpah; penyuka fotografi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

If You're Not The One (8)

21 Januari 2019   17:43 Diperbarui: 21 Januari 2019   17:44 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu aku makan siang di Spice Garden Plaza Senayan. Tiba-tiba teleponku berdering, aku lirik, Fira. Berdebar-debar aku angkat telepon sambil bangkit dari kursiku, harus meninggalkan teman-teman daripada dikejar pertanyaan yang memusingkan,

"Halo sayang." Suaranya mesra menyapaku

"Hi..., apa kabar? Sudah puas tidurnya?"

"Sudah, sekarang lagi bengong. Ran, disini enak sekali, dingin, sepi, yang ada bunyi riak sungai jauh di bawah sana. Vilanya tante Wiwiek memang enak sekali buat istirahat. Tapi kayaknya aku nggak yakin deh aku bisa tahan lebih seminggu di tempat ini, sepi banget. Untung aku punya kamu yang bisa aku bayangin, kalau nggak rasanya depresi banget deh saking sepinya, hehehe..."

"Memangnya kamu ngebayangin aku gimana? Aku mulai menggoda dia.

"Ya bayangin semua, waktu jalan sama kamu, nonton, duduk di cafe, di mobil, di rumah, pokoknya semuanya. Ran, lucu ya kalau baru pacaran 1 hari terus pisah, memory yang kita bayangin itu lagi itu lagi, ha...ha..., abis nggak ada stok lain sih." Aku ikut tertawa membayangkan apa yang dia katakan itu, memang benar, kenangan kami berdua sebagai kekasih memang baru ada 24 jam, selebihnya masih sebagai teman.

"Aku kangen Fir. Kalau kamu cuma punya stok memory segitu, aku punya banyak lho."

"Kok bisa?"

"Iya yang lainnya khayalanku aja. Habis aku kangen, kok aku ngerasa seperti anak SMP baru pacaran ya. Fir. Aku semalam menghayal ke Bali berdua kamu untuk honey moon."

"Ih kamu kok menghayalnya begitu sih."

"Lho nggak apa-apa kan, emang aku pengen honey moon sama kamu. Memang kamu nggak mau?"

"Ya mau, tapi lucu aja ngomongin soal itu sekarang."

"Memangnya kenapa, aku sih memang kepingin segera mungkin honey moon sama kamu, sebelum atau sesudah menikah." Aku tertawa dalam hati, aku bisa membayangkan raut wajah Fira mendengar kata-kataku, pasti mukanya merah, aku tahu Fira.

"Ehm... sebelum menikah? Boleh juga idenya." Aku tersentak mendengar reaksinya, sejenak diam tak lama kemudian aku mendengar suara Fira mentertawakanku,

"Hey...kok diam. Aku cuma bercanda lho, jangan kaget gitu ah."

"Justru aku berharap kamu nggak bercanda." Kataku dengan nada sungguh-sungguh. Berganti, Fira yang terdiam, "Ha...ha...ha....aku pengen lihat muka kamu saat ini deh, pasti merah jambu. Aku juga bercanda Fir, walaupun sebenarnya mengharap..he..he...he."

"Ngaco ah kamu. Nanti kalau ada yang denger gimana, disangka kita udah ngapain gitu. Ngomong-ngomong kamu lagi dimana sekarang, kok berisik sih?"

"Makan dengan teman-teman yang biasa, di Spice Garden."

"Udah selesai makannya?"

"Belum, mudah-mudahan mereka nggak biarin makananku diangkat."

"Ya sudah, sana makan dulu deh, nanti malam aku telepon lagi ya."

"Kenapa mesti tunggu nanti malam dan harus kamu yang telepon aku. Memangnya aku nggak boleh telepon kamu kapan aja?"

"Ya boleh dong. Aku cuma takut kamu lagi sibuk."

"Ah kamu aneh-aneh aja, anytime kita bisa saling telepon kan. Gak usah ditentuin tugasnya siapa."

"Oke deh pak, kalau memang mau telepon dipersilahkan, dengan senang hati, hehehe...bye sayang, jangan ngelamun terus ya."

"Bye sayang, hati-hati ya."

Aku kembali ke meja disambut pandangan aneh dari teman-temanku, seperti biasa para penggosip itu sepertinya sudah cukup mengerti siapa yang barusan meneleponku. Mereka juga tahu Fira sedang cuti.

"Pasti habis ditelepon Fira ya." Tebak Ismed.

"Ngapain sih loe pada pengen tau siapa yang nelepon gue." Aku berkelit.

"Pasti deh dia, lagi cuti kan? Pergi kemana sih dia?"

"Ke Bali." Jawabku singkat. Aku tau mereka cuma penasaran apakah benar yang menelepon adalah Fira, akupun tau pertanyaan jebakan seperti itu tapi masa bodoh apa kata orang, memang dia pacarku. Teman-teman seperti biasa membahas kejadian-kejadian yang lagi seru di media, mulai dari persiapan Piala Dunia sampai membicarakan teman-teman dan Partner di kantor kami. Ismed sempat menyinggung bahwa kantor agak sepi minggu ini karena banyak lawyer yang sedang cuti, termasuk Fira tentunya.

Hari-hariku selanjutnya terasa lama sekali, sebenarnya juga tidak banyak berbeda dengan hari sebelumnya karena memang aku tidak sering pergi dengan Fira, terlebih beberapa minggu terakhir ini memang dia sangat sibuk sehingga kami hampir tidak pernah makan siang bersama. Meskipun tidak berjumpa, setiap malam kami selalu berbicara di telepon berjam-jam. Hari Kamis pagi, aku merasa lebih semangat karena tahu sebentar lagi Fira akan pulang. Aku merasa ingin segera berterus terang kepada Ibu mengenai kami, tetapi kuakui aku agak takut menghadapi reaksinya. Akhirnya kuputuskan untuk berbicara dengan kakakku, dari semuanya aku paling dekat dengan Ririn, jadilah aku telepon dia dan mengajak dia makan siang bersama hari itu. Pertamanya sulit bagiku untuk mulai percakapan, sampai Ririn memulai lebih dulu,

"Kenapa kamu putus dengan Pipit, Ran?" tidak terdengar nada menghakimi dalam suaranya.

"Sebenarnya aku tidak mau kami putus tetapi masalahnya dia tahu kalau aku sudah kehilangan rasa sama dia. Jadi usahaku untuk mempertahankan hubungan mungkin juga tidak bisa meyakinkan dia." Akhirnya aku bercerita semuanya tentang percakapanku dengan Pipit dan juga tentang Fira.

"Sejak kapan kamu suka sama Fira?"

"Beberapa bulan ini Rin, kamu tahu kan kalau aku dan dia sudah saling kenal dan bersahabat hampir 10 tahun. Tapi perasaanku sendiri mulai berbeda setelah 8 bulan terakhir ini. Bagaimana lagi, aku tidak bisa menipu diri kalau aku jatuh cinta sama dia. Masalahnya Rin, umurnya lebih tua 3 tahun dariku." Aku perhatikan raut wajah Ririn, biasa saja, tidak kaget.

"Terus kenapa kalau dia lebih tua dari kamu. Yang penting dia bisa menghargai kamu tidak?"

"Sangat, bahkan kadang-kadang aku lupa dia lebih tua dariku karena dia bisa bertindak lebih kanak-kanak daripadaku."

"Bagaimana pekerjaan? Bukankah dia lebih tinggi posisinya di kantor dibanding kamu? Sudah kamu pertimbangkan hal itu?"

"Sudah Rin, dia tidak pernah merasa hal itu mengganggu karena dia tahu kemampuanku. Sebenarnya aku ada niat untuk mulai berkantor sendiri, aku pikir sayang kalau aku terus-terusan bekerja sama orang lain."

Aku bercerita panjang lebar mengenai Fira, betapa aku bahagia setelah menyadari sebenarnya dialah pilihanku, mungkin itu yang namanya menemukan soulmate.

"Aku khawatir Ibu tidak setuju hubunganku dengan Fira karena alasan-alasan yang aku cerita tadi, umur, kesan bahwa Fira yang bikin aku putus dari Pipit, yang semacam itu Rin yang bikin aku agak ngeri membuka cerita ini ke Ibu. Kamu tau kan gimana sayangnya Ibu ke Pipit." Ririn mengangguk menyetujui pikiranku.

"Tapi kamu nggak bisa terus sembunyi-sembunyi, memangnya kamu masih anak remaja. Kamu mesti tanggung jawab Ran, kasih tau Ibu segera, walaupun ada resiko Ibu marah, kecewa, tapi Ibu pasti bisa mengerti akhirnya. Dia juga kan pengen kamu bahagia, kalau memang kebahagiaan kamu dengan Fira bukan Pipit, nanti juga dia menerima. Kalau soal umur, itu sih gak mesti dipermasalahkan. Kamu nggak tau berapa beda umurku dan Rizal?" aku menggeleng dan terbelalak waktu dia menunjukkan kelima jarinya di depanku. Aku tidak pernah tau soal itu aku memang tidak pernah perduli selama ini dengan urusan orang lain.

"Buktinya sampai sekarang kami baik-baik saja, dia juga lebih dewasa dariku, semua itu tergantung masing-masing kita menjalaninya Ran. Kembali ke niat kita apa."

"Ibu nggak keberatan waktu kamu mau menikah dulu?"

"Awalnya ya, tapi akhirnya menerima juga. Tapi lucunya, yang keberatan dulu itu adalah Ibu, bukan orang tuanya Rizal. Mereka menerimaku apa adanya dengan tangan terbuka. Sampai hari ini mertuaku sangat sayang kepadaku."

"Tapi berapa lama ya Rin, Ibu baru mau nerima...aku bermaksud tidak lama-lama pacaran dengan Fira, aku ingin segera menikahi dia. Buat apa aku lama-lama pacaran, kami sudah saling kenal sejak lama. Menurut kamu gimana ya, aku pengen segera melamar dia."

"Wah..wah...kayaknya kamu sudah nggak sabar ya tapi aku sih setuju aja kamu cepat-cepat ngelamar, buat apa ditunda-tunda lagi. Makanya kamu segera ngomong sama Ibu, kalau yang lain gampang, nanti aku bantu ngomong dengan yang lain. Tapi kamu harus ngomong sendiri ke Ibu dan juga Ayah. Diam-diam mereka itu sudah sangat kepingin punya cucu dari kamu Ran. Mereka sering ngomong soal itu sama aku sewaktu aku mampir ke rumah."

Kamis malam, aku bertekad untuk menemui Ibuku dan memberitahu dia mengenai Fira. Semakin lama kutunda semakin lama kesempatanku melamar Fira. Aku duduk berdua menemani Ibu menonton tv, Ayah sudah tidur di kamar.

"Bu..., aku mau bicara." Kuberanikan diriku untuk memulai pembicaraan.

"Soal apa? Pipit?" Ibu menolehku dengan wajah bertanya-tanya, aku mengangguk.

"Iya bu, aku sudah tau perasaanku yang sebenarnya terhadap Pipit. Aku sudah tidak mencintai dia lagi bu." Ibu hanya diam, aku lanjutkan,

"Bu...sekarang aku sedang jatuh cinta lagi." akhirnya kukatakan juga kepadanya, meskipun takut.

"Sama siapa?"

"Fira bu." Aku tunggu reaksi Ibu. Hanya diam.

"Aku minta maaf kalau Ibu kecewa aku tidak memilih Pipit, tapi perasaanku untuk Fira Bu, aku tidak bisa membohongi Pipit, apalagi diriku sendiri."

"Fira, sahabat kamu itu? Dia mau sama kamu?" aku menggangguk.

"Kapan kamu bilang sama dia?"

"Hari Sabtu kemarin. Mula-mula dia nggak mau bu, karena dia anggap aku menghianati Pipit. Terus aku berterus terang kalau aku sudah tidak ada hubungan lagi dengan Pipit. Akhirnya dia mau menerimaku." Aku mengamati reaksi Ibu, tidak seperti yang aku takutkan, Ibu mendengarkan kata-kataku dengan tenang.

"Bu, aku mesti terus terang pada Ibu, usia Fira 3 tahun lebih tua dariku. Ibu tetap mau kan merestui hubungan kami? Fira juga belum bercerita kepada orang tuanya, mudah-mudahan soal usia tidak menjadi halangan bagi mereka untuk merestui hubungan kami."

"Ya sudah kalau memang Fira pilihanmu. Ibu memang sangat sedih melihat hubunganmu dengan Pipit berakhir, Ibu benar-benar sayang pada Pipit, perasaan Ibu bilang dia itu wanita yang sangat setia. Tapi, sekarang Ibu sadar bahwa hubungan kalian memang sudah tidak mungkin berlanjut." Ibu terdiam sejenak sebelum melanjutkan lagi

"Sebenarnya Ibu sudah menyangka akan begini jadinya. Ibu tahu kalau ada sesuatu di antara kamu dan Fira, cuma karena kamu selalu bilang kalian hanya sahabat ya Ibu menerima saja apalagi kamu masih terus mempertahankan hubungan dengan Pipit. Waktu kamu cerita kalian sudah putus, Ibu yakin pasti ada hubungannya dengan Fira."

"Ibu tidak menyalahkan Fira kan?" aku bertanya cemas.

Ibu menggelengkan kepalanya lalu sambil tersenyum Ibu berkata,

Tadinya Ibu memang berharap kamu menikahi Pipit, tapi kalau memang cintamu tidak cukup besar untuknya memang lebih baik begini daripada lebih menyakiti hatinya nanti setelah menikah. Semoga Pipit bisa bertemu laki-laki lain yang bisa menyayanginya lebih dari kamu." 

Aku merasa wajahku merah, aku pasrah saja menerima tegoran Ibu. Ibu melanjutkan,

"Kamu yakin Fira juga benar-benar punya perasaan yang sama dengan kamu?  Apakah dia tidak kuatir kalau keputusan yang kamu buat sebenarnya hanya emosi sesaat, karena kamu sedang merasa kesepian atau mencari pelarian karena baru putus dari Pipit? "

Aku berusaha meyakinkan Ibu mengenai perasaanku dan perasaan Fira kepadaku, aku katakan kepada Ibu rasanya aku telah menemukan belahan jiwaku. Kadung bercerita, aku lanjutkan permintaanku untuk melamar Fira segera. Ibu bilang terserah saja tapi aku harus menyampaikan langsung ke Ayah serta semua kakakku, tentu saja aku sanggupi. Setelah aku berbicara dengan Ibu aku segera menemui Ayah di kamar, sambil berbaring Ayah mendengarkan ceritaku dan berkata bahwa aku harus berani bertanggung jawab atas pilihan yang aku ambil dan kalau memang Fira yang jadi pilihanku beliau setuju saja untuk datang melamar segera seperti yang aku inginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun