Tidak lama kemudian aku melihat sosok Fira keluar dari lobi menuju mobilku. Dia tersenyum lemah kepadaku. Masih sempat protes pula
"Kamu tuh dibilangin keras kepala banget sih, kan kasihan kamu nungguin aku jam segini. Mestinya kamu udah tidur di rumah."
"Sudahlah Fir, gak usah diomongin lagi soal itu. Kan emang aku yang pengen antar kamu pulang, bukan kamu yang minta."
"Iya, tapi aku kasihan sama kamu." Fira memandangiku dari samping, aku balas melihat wajahnya, pandangannya membuat dadaku serasa mau pecah, kok aku jadi semakin tidak karuan setiap kali berada di dekatnya.
Sebelum aku menjalankan mobil, aku melihat Robby menaiki taksinya dan melambaikan tangannya ke arah kami. Kami sendiri langsung meluncur menuju selatan Jakarta, tepatnya ke Jalan Gaharu, Cilandak. Dengan lengangnya jalan, waktu tempuh dari kantor ke rumahnya sangat singkat.Â
Di dalam mobil Fira sempat bercerita mengenai transaksi yang sedang dilakukannya yang telah membuat waktunya tersita sejak tiga minggu lalu. Aku ikut merasa bangga melihat prestasinya sekaligus sebal karena semakin sedikit waktu yang bisa kami lalui bersama.Â
Tidak terasa kami sampai di depan rumahnya. Rumah yang besar dan berada dipojok jalan Gaharu. Aku menghentikan mobilku tepat di depan gerbang rumahnya, Pak Samad, jaga malam yang biasa bertugas di rumah Fira membukakan pintu gerbang, aku membelokkan mobilku ke dalam pekarangan rumah Fira yang luas.
"Okay, sudah sampai." Aku berkata sambil memandang kearah Fira.
"Thanks banget ya Ran, aku benar-benar merasa bersalah sama kamu, udah ngerjain kamu malam-malam begini."
"Pagi maksudmu.."
"Eh iya udah pagi ya. Aduh jadi makin bersalah nih."