Ahmad Yani: "Baik, tunggu dulu, saya mau mandi," sambil berbalik untuk masuk kamar.
Tumiran: "Tidak usah mandi."Â
Ahmad Yani : "Baik, saya akan cuci muka dan berpakaian."Â
Tumira: "Tidak usah berpakaian."Â
Jenderal Yani menjadi marah. Ia membalikkan badannya dan menempeleng prajurit yang berdiri persis di belakangnya sambil berkata, "Tahu apa kau prajurit." Sesudah itu ia melangkah masuk ruangan tengah dan menutup pintu kaca. Prajurit yang ditempeleng itu adalah Praka Dokrin. Â
Sersan Giyadi yang berdiri di samping Dokrin melepaskan serentetan tembakan Thomson ke arah Yani yang sedang membelakang. Peluru-peluru itu menembus pintu kaca dan kemudian mengenai tubuh Jenderal Yani. Jenderal Yani pun rubuh. Â
Dalam keadaan berlumuran darah tubuhnya diseret ke pekarangan dan kemudian dilemparkan ke atas sebuah truk. Jenazahnya dimasukkan ke dalam sebuah sumur tua di Lubang Buaya. Ke dalam sumur yang sama dimasukkan pula korban-korban lainnya.Â
Sumur itu ditemukan pada tanggal 3 Oktober 1965 setelah daerah Lubang Buaya dan sekitarnya dibersihkan dari gerombolan PKI. Pada Hari Ulang Tahun ke-20 ABRI, jenazah-jenazah korban pengkhianatan PKI itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kali Bata, Jakarta dengan, upacara militer yang khidmat dan mengharukan. Ahmad Yani adalah satu di antara 6 jenderal yang terbunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H