Mohon tunggu...
Negara Baru
Negara Baru Mohon Tunggu... Freelancer - Tentang Saya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi Sudut Pandang Baru Negara Kita

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sultan Hamid II: Loyalis RIS Pencipta Garuda Pancasila

15 Juni 2020   19:35 Diperbarui: 17 Juni 2020   14:30 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah hal yang lazim terjadi pada feodal lokal Indonesia di era kolonial. Ia bahkan menjadi Ajudan Istimewa Ratu Belanda, sehingga pangkatnya naik menjadi Jendral Mayor pada 1946. Padahal dalam perpangkatan KNIL reguler, ia seharusnya hanya berpangkat letnan satu.

Secara pandangan bernegara, Sultan Hamid II adalah federalis sejati. Hal ini pula yang menyebabkannya berbeda pandangan dengan pihak yang menginginkan NKRI sesuai cita-cita proklamasi. 

Itulah mengapa saat Konferensi Malino Juli 1946, pembentukan negara Kalimantan buatan Belanda yang rencananya akan dipimpin Sultan Hamid II sebagai Wali Negara Kalimantan terbentur dengan tandingannya, yakni Sultan Parikesit dari Kesultanan Kutai. Pemerintah Hindia-Belanda akhirnya menyetujui Negara Kalimantan Timur dan Daerah Istimewa Kalimantan Barat.

Tandingan tersebut sekaligus membuktikan bahwa Sultan Hamid II lebih menginginkan bentuk negara federal. Sebab Sultan Parikesit yang menjadi pencegah Sultan Hamid II menguasai satu Negara Kalimantan, memiliki kedekatan dengan Sutan Sjahrir yang menginginkan Kalimantan Timur sebagai kendaraan politik kelompok republikan menghadapi kelompok federalis.

Secara logika, keistimewaan yang ia dapatkan serta latar belakang lingkungan menyebabkannya lebih dekat dengan pemerintahan kolonial ketimbang republik. Oleh karena itulah, saat Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949 ia menjadi perwakilan Bijeenkomst Federaal Overlag (BFO), sebuah forum negara federal bekas wilayah Hindia Belanda yang dianggap sebagai sekumpulan negara boneka buatan Belanda untuk memperlemah posisi Republik.  

Sumber : Tirto [Eks Letnan KNIL Merancang Garuda Pancasila]

Hasil dari KMB adalah RI berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan mendapat pengakuan kedaulatan dari Belanda. Sebagai perwakilan dari BFO yang telah menjadi bagian dari RIS, tentunya Sultan Hamid II, suka tidak suka, harus menjadi bagian dari pemerintahan.

Selama masa perjuangan kemerdekaan, RI tentunya belum sempat memikirkan perihal lambang negara. Mantan perwira KNIL tersebut akhirnya ditunjuk Presiden Soekarno sebagai Menteri Negara Zonder (Tanpa) Portofolio yang bertujuan merancang lambang negara dan menyiapkan gedung parlemen RIS. Sebagai sesama pengenyam Pendidikan di ITB, Soekarno meyakini bahwa Hamid memahami ilmu dalam menggambar struktur lambang. Tugas itu ia laksanakan dengan membentuk kepanitiaan teknis lambang negara RIS bersama tokoh-tokoh nasional lainnya.

Lambang Garuda Pancasila pun lahir tahun 1950 di Hotel Des Indes, Jakarta dan disetujui parlemen pada 11 Februari 1950.

Sumber : Era [Keseriusan Sukarno Soal Lambang Negara hingga Tunjuk Menteri Zonder Portfolio]

Sejak awal mula pembentukan RIS di tahun 1949, Indonesia mengalami masa sulit karena banyaknya demonstrasi menuntut pembubarannya dan kembali ke bentuk negara kesatuan RI. RIS dianggap tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi dan hanya akan mengutamakan kepentingan Belanda. Terlebih lagi, mayoritas anggota kabinet adalah pendukung NKRI. Gelagat ini tentunya mengancam keberadaan negara federal Indonesia. Apalagi di RIS ia hanya menjabat Menteri tanpa Portfolio yang wewenangnya sangat terbatas dan selesai setelah penetapan lambang negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun