"Kemerdekaan pers sangat penting dalam demokrasi. Ini perjuangan kita dalam reformasi. Mari kita jaga jangan sampai disalahgunakan." -- SBY
Virus corona yang menyebar dengan cepat menyebabkan berbagai informasi tentangnya jadi tak terbendung. Hal ini pun dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menyebarkan informasi yang belum dapat dipastikan kebenarannya. Mungkin saja informasi tidak benar atau hoax itu dapat diperoleh dari sebaran di medsos. Namun sangat disayangkan ketika penyebaran berita hoax justru dilakukan oleh media berita besar.
Seperti pemberitaan media berita tentang mitos terkait virus corona yang tidak perlu dipercaya lagi. Salah satu mitos mengatakan paket dari China tidak aman. Berita tersebut mengatakan bahwa menurut WHO paket dari China tak akan mendatangkan masalah.Â
Tapi harus diingat, virus dapat hidup di dalam sel. Sel hidup tidak hanya ada pada produk hewan melainkan juga pada produk tumbuhan seperti bawang, buah, biji, dan sayuran segar. Artinya paket dari China yang berupa produk tumbuhan dapat mengandung virus.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari jubir corona Achmad Yurianto. Ia mengatakan virus itu tidak dapat menyebar dari udara maupun benda mati. Harus ada inangnya. Apabila berada di luar tubuh selama 5-10 menit maka ia akan mati. Oleh karea itu paket dari China yang berupa bawang, buah, atau sayuran segar tentunya bisa saja mengandung virus corona.
Sumber: Tempo [Kata Kemenkes Virus Corona Tak Menyebar Via Udara dan Benda Mati]
Mitos lainnya yang menurut pemberitaan itu tidak perlu dipercaya lagi adalah tentang hewan peliharaan seperti anjing dan kucing dapat terinfeksi virus corona dan dapat menyebarkannya ke manusia.Â
Padahal pernyataan WHO yang dicatut oleh media berita tersebut hanya mengatakan tidak ada bukti hewan peliharaan dapat terinfeksi dan menyebarkan virus. Lantas apabila ada kasus hewan peliharaan terinfeksi virus corona, maka mitos itu jadi benar adanya.
Hal itu terbukti dengan seekor anjing di Hong Kong yang terinfeksi virus corona. Kabar itu bahkan diungkapkan WHO pada 29 Februari 2020, 3 hari sebelum berita tentang mitos virus corona beredar.
Sumber: Liputan 6 [WHO: Seekor Anjing di Hong Kong Positif Terinfeksi Virus Corona]
Sumber: Kompas [11 Mitos tentang Virus Corona yang Tak Usah Dipercaya Lagi]
Sehingga muncul pernyataan, ada apa dengan media berita besar ini? Mengapa mereka menyebarkan kabar yang belum dapat dipastikan kebenarannya? Apakah ada kepentingan dari importir yang memanfaatkan media besar? Atau ada upaya menggoyang stabilitas Indonesia dengan menyebarkan berita hoax?
Kita dapat lihat di sini, kemerdekaan pers telah melampaui batas dalam membuat hoax berkemas pemberitaan.
Tak hanya itu, ternyata merebaknya virus corona dimanfaatkan oleh media besar untuk membuat tuduhan pada selebritas seperti Joshua. Pemberitaan media tersebut menyatakan bahwa Joshua Suherman kesal lantaran batal menonton Konser Green Day di Singapura menyusul wabah virus corona yang merebak di seluruh dunia.
Menurut Joshua ketika ditanya apakah kesal atau tidak terkait pembatalan konser, ia mengaku kesal, tapi ia bukan ahli medis sehingga tetap mengikuti apa yang diregulasikan untuk pencegahan.
Sayang fokus pemberitaan ada pada kekesalan Joshua karena konser dibatalkan. Joshua memprotes headline berita tersebut karena seolah-olah ia tidak memiliki rasa empati pada korban virus corona dan lebih memilih konser.
Sumber: Â Twitter jojosuherman
Protes dari Joshua mendapat dukungan dari warganet. Bahkan beberapa warganet menilai sudah saatnya UU Pers direvisi. Seperti atas nama akun @dianto_rusdian yang mengatakan, "Sudah waktunya UU Pers perlu direvisi, wartawan selama ini keenakan berlindung di balik UU Pers, kalau ada wartawan yangg salah menulis berita atau sengaja ditambahkan perlu dipidana biar ada efek jera".
Sumber: Twit @dianto_rusdian
Akibat protes dari Joshua dan warganet, media tersebut pun merubah headline beritanya.
Sumber:Â Detik [Green Day Tunda Tur Asia karena Corona, Joshua Suherman Batal Nonton]
Tapi nasi telah jadi bubur. Protes Joshua mendapat dukungan dari berbagai pihak yang hendak mendorong Revisi UU Pers dengan alasan, UU Pers yang ada saat ini, tidak memberikan ruang bagi hukum untuk menindak wartawan yang memproduksi pemberitaan salah.Â
Oleh karena itu muncullah gerakan publik menuntut Revisi UU Pers, agar wartawan dan media yang dengan sengaja memproduksi pemberitaan tidak benar, dapat dipidana.
Ingat kemerdekaan pers penting dalam demokrasi, tapi jangan sampai disalahgunakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H