Mohon tunggu...
Negara Baru
Negara Baru Mohon Tunggu... Freelancer - Tentang Saya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi Sudut Pandang Baru Negara Kita

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Iwan Fals, Omnibus Law, dan PHK

21 Februari 2020   20:24 Diperbarui: 22 Februari 2020   16:23 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo. ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY

Pemerintah seharusnya memiliki alasan kuat menerbitkan RUU ini. Akan tetapi, alasan yang diberikan tidak memuaskan. Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah beralasan diubahnya UU Ketenagakerjaan karena tingkat kepatuhan pembayaran kompensasi oleh perusahaan terhadap pekerja yang terkena PHK masih sangat rendah. Ida menilai bahwa besaran pesangon yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 masih terlalu tinggi.

"Ternyata UU 13 2013 itu cukup tinggi ya pesangonnya. Karena cukup tinggi, data kami menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan terhadap UU ini rendah, karena ternyata perusahaan-perushaan tidak mampu membayarnya," tutur Ida pada 20 Februari 2020.

Ia memaparkan bahwa berdasarkan data Kemnaker 2019, ada 536 persetujuan bersama PHK. Dari total tersebut hanya 147 persetujuan bersama yang membayarkan kompensasi pesangon sesuai UU, sedangkan sisanya, yakni 384 persetujuan tidak melakukan pembayaran kompensasi PHK sesuai UU Ketenagakerjaan.

Sumber : Kompas [Banyak Perusahaan Tak Bayar Kompensasi Sesuai Aturan, Ini Kata Menaker]

Berdasarkan pemaparan Menaker, kita menemukan fakta bahwa meski sebagian besar perusahaan tidak membayarkan kompensasi pesangon sesuai UU, namun pembayaran kompensasi itu tetap berdasarkan kesepakatan antara buruh dengan perusahaan.

Seperti yang terjadi dalam kasus PHK 2505 orang pekerja pabrik PT Foster Electronic Indonesia dan PT Unisem Batam. PT Foster telah menutup perusahaannya sejak Juni 2019 lalu, sedangkan PT Unisem memangkas karyawannya secara bertahap dari September 2019 hingga Maret 2020. Kedua perusahaan terpaksa melakukan PHK karena mengalami kerugian dan harus menutup perusahaan.

Urusan pesangon telah diselesaikan oleh Foster, sedangkan berdasarkan pemberitaan bulan Agustus 2019 lalu, PT Unisem baru merampungkan kesepakatan kompensasi dengan beberapa serikat buruh yang menjadi pekerja di sana.

Berdasarkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Pinang, Serikat buruh dan Presdir Unisem Mike McKerreghan telah menyepakati rumusan uang PHK.

Rincian hitungan minimal kompensasi pesangonnya adalah dua kali pesangon, satu kali uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang memiliki nilai 15% dari pesangon.

Sumber : Katadata [Dua Pabrik Elektronik di Batam Bangkrut, 2.500 Pekerja Kena PHK]

Berdasarkan paparan tersebut, maka kita dapat ambil kesimpulan bahwa besaran pesangon yang diberikan ke pekerja Unisem merupakan kesepakatan antara perusahaan dan serikat buruh. Perusahaan yang melepaskan karyawan secara massal tentu harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun