Sejak diberlakukannya aturan PSBB dan WFH di sepanjang tahun 2020-2022, yakni ketika dunia dilanda pandemi Covid 19, orang-orang kemudian menghabiskan waktu di rumah dan mengurangi interaksi dengan orang lain (social distancing).
Hal ini mendorong meningkatnya intensitas penggunaan internet di Indonesia hingga naik menjadi 220 juta orang selama 2 tahun pandemi COVID-19, dari jumlah sebelumnya yang sebanyak 175 juta orang pengguna internet. Hal itu berdasarkan survei terbaru yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2022 (sumber: suara.com).
Secara umum dampak kenaikan pengguna internet ini menguntungkan bagi beberapa pihak terutama para pengusaha ritel daring dan penyedia jasa pendidikan daring seiring dengan menurunnya aktivitas transaksional luring masyarakat kita. Namun, setelah pandemi ternyata transisi menuju endemi cukup berpengaruh pada transaksi daring bahkan cenderung berkebalikan.
Banyak yang kemudian menjalani kehidupan normal dan kembali lagi terfokus pada transaksi luring. Dari sisi ekonomi digital hal ini tentu saja berdampak, dimana ini tentunya menjadi pekerjaan rumah para pemangku kebijakan agar sirkulasi ekonomi digital tetap berjalan dengan porsi berimbang.
Namun ternyata, kembalinya aktivitas dari daring menuju luring ini memberikan dampak positif salah satunya di bidang hiburan. Di dunia musik misalnya, bisa kita lihat acara-acara konser musik yang selalu banjir penonton, tiket ludes terjual (sold out), para event organizer, vendor, tenant yang meraup untung, serta meningkatnya permintaan ojek online, dan tentu saja; ticket war yang menjadi keseruan tersendiri di kalangan peminat tiket konser.
Mereka seperti menemukan mata air di padang gurun untuk menghilangkan ‘rasa haus’ akan hiburan. Apalagi belakangan memang banyak artis-artis kenamaan yang diangkat oleh para promotor dalam membangkitkan gairah bermusik di tanah air.
Kendati demikian, selalu ada sisi gelap di dalam setiap gemerlap. Misalnya jasa titip online yang kerap menjadi jalur masuknya scammer dan fraudster, atau isu-isu keamanan konser dimana hal inilah yang akan menjadi fokus topik pada tulisan ini.
Beberapa konser di 2023 memang terkesan bombastis. Konser Dewa 19 feat. All Stars yang menjadi sangat viral kala itu misalnya, dimana band senior Indonesia ini tidak hanya menampilkan lini utama Dewa 19 serta penyanyi lokal saja, tetapi juga mendatangkan beberapa musisi dunia kenamaan seperti Derek Sherinian (ex-keyboardist Dream Theater), Ritchie Kotzen (ex gitaris Mr. Big), Dino Jelusik (vokalis Whitesnake), Jeff Scott Soto (vokalis Sons of Apollo), dan Phil X (gitaris Bon Jovi). Tentu saja ini adalah sebuah kolaborasi hebat yang mampu membakar adrenalin penontonnya. Dan sesuai banyak prediksi, konser ini sukses besar.
Sementara itu, konser reguler yang diusung oleh PT Java Festival Production yakni Java Jazz Festival juga tidak kalah seru. Bisa dibilang festival satu ini adalah surganya para pecinta jazz tanah air dimana para penonton dimanjakan oleh penampilan lebih dari 100 musisi jazz kenamaan dunia.
Jazz sebagai genre musik dengan pasar yang paling segmented, ternyata mampu menjadi magnet tersendiri di dunia musik tanah air. Bisa dikatakan bahwa musisi tamu yang hadir adalah lintas generasi (sumber: bandwagon.asia).
Para pecinta Rock juga tidak kalah riuhnya dengan datangnya Dream Theater yang keempat kalinya di Indonesia. Konser promo album Top of the World pada tanggal 12 Mei 2023 di Ecopark, Ancol, Jakarta, dihadiri oleh setidaknya 5.000 penonton dan menjadi salah satu konser musik segmented yang paling meriah di Indonesia sepanjang 2023.
Bahkan James Labrie sendiri, vokalis dari Dream Theater, menyatakan kegembiraannya ketika momen tampil di panggung dengan mengatakan bahwa konser di Indonesia sebagai penutup tur keliling Asia-nya itu sebagai “Waktu yang Terbaik” baginya (sumber: suara.com). Bisa dibayangkan bagaimana antusiasme dan energi positif para audiens konser ketika itu.
Sementara di penghujung tahun sebuah event Festival musik lain juga diselenggarakan yaitu Joyland Festival 2023, yang digelar di GBK Baseball Stadium Senayan Jakarta pada 24 hingga 26 November 2023. Sejumlah musisi internasional dan nasional turut memeriahkan festival yang diadakan oleh Plainsong Live itu.
Salah satu yang menjadi magnet adalah kehadiran Fazerdaze asal Selandia Baru dimana vokalisnya; Amelia Rahayu Murray yang notabene masih keturunan Indonesia dari garis ibu, tampil dengan sangat enerjik dan memukau. Adapun area konsernya sendiri memiliki konsep yang menarik. Salah satunya yakni menyediakan area yang kids-friendly bagi para pengunjung sebagaimana dilansir dari kompas.com.
Di tiap konser, penonton tentu memiliki harapan bahwa konser akan berjalan damai, fasilitas juga sesuai dengan harga, dan lain sebagainya. Sebagai sebuah pertunjukan seni yang diatur sedemikian rupa oleh event organizer, yang bertujuan sebagai media temu muka antara artis dan fansnya, maka sebuah konser dapat dievaluasi berdasarkan komunikasi promotornya; baik itu pre acara, ketika acara berlangsung, maupun pasca acara.
Dalam hal ini kita akan melihat sebuah riset yang ditulis oleh Naomi Zefanya Sumendap berjudul Pengaruh Komunikasi Promotor Konser Terhadap Sikap Penonton (sumber: jurnal UPN Veteran Jakarta).
Dalam risetnya tersebut, dia melakukan survei terhadap penggemar NCT 127 yang menghadiri konser NCT pada 4 November 2022 dengan tujuan untuk mengukur seberapa jauh dampak dari promotor konser terhadap audiens di antara para fans NCT 127 (baca: NCTzen) menggunakan landasan konseptual; Theory of Persuasion.
Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan dan positif antara komunikasi promotor dan penonton konser. Bisa dilihat disini bahwa komunikasi antara promotor dan audiens konser adalah faktor kunci sukses tidaknya sebuah konser.
Risiko fraud (penipuan) juga sangat rentan terjadi menjelang pelaksanaan konser. Misalnya yang sedang ramai diperbincangkan di konser Coldplay beberapa waktu lalu.
Diberitakan bahwa seorang wanita berinisial GDA menjadi fraudster ketika war tiket konser band asal Inggris tersebut ramai di media sosial, dimana oknum GDA mengaku sebagai personil jasa titip serta menerima pembayaran dari penonton yang memesan tiket melalui dia secara daring.
Namun sayangnya, ketika hari pelaksanaan konser tiket yang telah dipesan tersebut tidak kunjung datang. Diberitakan bahwa hasil penipuan tersebut mencapai 5,1 milyar rupiah (sumber: voi.id).
Bisa dibayangkan betapa hancur hati para fans yang sudah sangat ingin bertemu idolanya tersebut. Miris juga ketika pada akhirnya kita tahu bahwa ketika konser berlangsung, ratusan pembeli tiket akhirnya banyak yang tidak bisa masuk venue dan hanya bisa mendengar dari luar, karena kurangnya koordinasi antara pihak-pihak terkait yang menyebabkan terjadinya kendala-kendala teknis (sumber: suara.com)
Adapun terkait dengan resiko penipuan (fraud) ketika hendak membeli tiket konser melalui jasa titip, maka terdapat beberapa tips safe buying seperti cek reputasi personil jasa titip atau badan usaha jasa titipnya, serta tentunya melihat pula review atau rating dari para pengguna jasa sebelumnya. Selengkapnya mengenai tips menghindari penipuan tiket online bisa dilihat pada artikel yang ditulis oleh seorang pakar cybersecurity; Clare Stouffer (sumber: us.norton.com).
Hal lain yang menjadi resiko dalam sebuah konser adalah terjadinya vandalisme, yakni aksi kekerasan yang dilakukan dengan tujuan merusak tatanan lingkungan.
Kita tidak pernah tahu siapa dan motif sebenarnya seseorang datang ke sebuah acara konser. Bisa jadi untuk menghibur diri, bisa juga untuk observasi sesama musisi, atau bisa juga oknum yang ingin memprovokasi massa agar terjadi vandalisme dan berujung ricuh.
Karenanya, pihak promotor luar negeri yang biasanya bekerja sama juga dengan event organizer lokal, tentu saja tidak cukup sekedar mempersiapkan talent rider, perangkat gig, Front of House, dan run-down saja, tetapi juga memastikan keamanan dan fasilitas pendukung acara agar tidak terjadi hal-hal di luar kendali yang tidak diinginkan misalnya dengan menghadirkan sejumlah personil dari pihak otoritas keamanan dan menyewa bodyguard di titik-titik potensial sekitar panggung maupun venue. Untuk memperjelas gambaran tentang hal ini, mari kita coba melihat sejarah konser dunia yang pernah terpapar vandalisme.
Masih segar di ingatan kita semua, kejadian pengeboman di konser Ariana Grande pada 22 Mei, 2017, di Manchester Arena, Inggris, yang menewaskan setidaknya 22 orang dan menyebabkan 116 orang terluka seperti diberitakan oleh history.com. Baik fans maupun sang artis sangat terpukul dengan peristiwa tersebut.
Contoh lain adalah sejarah kelam dunia konser paling kontroversial yang terjadi pada tahun 1999, yakni konser Woodstock. Sejarah mencatat terjadi tragedi kerusakan lingkungan, kekerasan seksual, vandalisme, kebakaran, dan bencana sosial pada konser ini. Bahkan bisa dibilang terjadi banyak kriminalitas di acara tersebut. Tragedi itu memakan korban jiwa sebanyak 3 orang, 1.200 orang terluka, dan sejumlah kekerasan seksual terjadi. Pihak otoritas keamanan menangkap 44 orang yang dianggap sebagai provokator.
Sebetulnya, bisa dibilang bahwa para penampil yang dihadirkan di Woodstock 99 bukanlah band kaleng-kaleng. Beberapa diantaranya adalah Red Hot Chili Peppers, Metallica, Limp Bizkit, Korn, DMX, Alanis Morissette, Kid Rock, & Creed.
Namun tensi penonton yang naik karena pengaruh alkohol dan narkotika serta situasi overload dalam venue yang saling berdesak-desakan, membuat massa menjadi tidak terkontrol dan bergerak di luar kendali. Selengkapnya mengenai reportase ini bisa dilihat dalam film dokumenter; Trainwreck: Woodstock 99 yang ditayangkan di Netflix.
Melihat fenomena konser di luar negeri yang demikian ekstrim itu, tentunya menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak dimana sudah barang tentu fasilitas keamanan, kesehatan, dan logistik menjadi hal yang wajib untuk diprioritaskan dalam sebuah acara konser. Hal ini demi menjaga ketertiban dan keteraturan massa selama konser berlangsung. Selain itu, perlu juga dilakukan analisa resiko yang kira-kira bakal terjadi, agar promotor bisa mempersiapkan mitigasinya.
Di luar itu, hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah informasi tiket dan bagaimana memperolehnya. Sesuai dengan hasil riset oleh Naomi Z.S. tadi, maka komunikasi pre-acara, hari H, dan pasca acara, akan menjadi kunci suksesnya sebuah acara konser. Ini tentu saja merupakan satu bentuk tanggung jawab dari promotor demi kepuasan audiens sebuah konser. Termasuk di dalamnya adalah seruan damai oleh artis dan ofisialnya kepada para fans baik sebelum acara maupun ketika acara berlangsung.
Sebagai masyarakat yang beradab, tentunya kita senantiasa ingin agar konser musik dan seni pertunjukan di Indonesia terus berkembang dan jauh dari resiko fraud dan vandalism, sebagaimana harapan kita semua. Karena pada dasarnya apa yang telah diniatkan baik maka sudah seyogyanya untuk didukung agar berjalan sebagaimana mestinya, serta meninggalkan jejak digital dan kesan baik. Karena bagaimanapun juga, kesan yang baik akan menciptakan sejarah yang baik pula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H