Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia. Pasalnya, terdapat wacana sistem zonasi yang sudah berjalan 7 tahun ini akan dihapus. Wacana ini kembali muncul setelah Wakil Presiden (Wapres) saat ini, Gibran Rakabuming Raka meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti untuk menghapus sistem zonasi di PPDB.
"Kalau kita bicara soal generasi emas, Indonesia 2045 ini kuncinya ada di pendidikan, kuncinya ini ada di anak-anak muda. Maka dari itu kemarin pada saat rakor dengan para kepala dinas pendidikan, saya sampaikan secara tegas ke Pak Menteri Pendidikan, sistem zonasi harus dihilangkan," kata Gibran saat sambutan dalam acara Tanwir I Pemuda Muhammadiyah di Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2024).
Setiap kebijakan pemerintah tidak akan terlepas dari pro dan kontra. Tak terkecuali penghapusan sistem zonasi ini. Pada dasarnya, sistem ini digunakan dalam penerimaan peserta didik baru di sekolah. Dalam sistem zonasi pendidikan, calon siswa diterima berdasarkan jarak rumah mereka dari sekolah, dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan akses pendidikan dan mengoptimalkan pemerataan.
Sistem zonasi ini dicetuskan pada masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy. Pada 2017, sistem zonasi pertama kali diterapkan dalam PPDB sesuai Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB. Kemudian disempurnakan pada 2018 melalui Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, sebagaimana dilansir dari situs Kemdikbud RI.
Penghapusan sistem zonasi ini menuai berbagai pendapat dari berbagai pihak. Ada yang setuju untuk dihapuskan dan ada yang tidak setuju dengan wacana ini. Berkaca pada penerapan sistem zonasi pada beberapa tahun ini, sistem zonasi tidak sepenuhnya berjalan dengan baik. Walaupun memiliki tujuan untuk memeratakan sistem pendidikan di Indonesia, sistem zonasi sering kali menjadi penghambat bagi calon siswa. Tak hanya itu, adanya sistem zonasi membuat kurangnya motivasi siswa dalam memilih sekolah. Namun, apakah penghapusan sistem zonasi merupakan satu satunya cara pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia?
Berikut adalah pro dan kontra penghapusan sistem zonasi:
Beberapa orang setuju dengan adanya penghapusan sistem zonasi pendidikan ini karena beberapa hal, 3 diantaranya adalah sebagai berikut.
Pemberian Kebebasan Pilihan Sekolah pada Calon Murid dan Orang Tua
Walaupun penerimaan peserta didik baru tidak hanya melalui jalur zonasi, dengan adanya jalur zonasi ini mengurangi jatah/persentase jalur masuk yang lain seperti prestasi dan tes. Hal ini tentu saja membuat calon murid dan orang tua akan terbatas memilih sekolah. Mereka akan dianjurkan memilih sekolah yang dekat dengan lingkungan dimana mereka tinggal dan akan lebih sulit masuk ke sekolah lain yang lebih bagus.
Terbukanya Peluang Sekolah Unggulan
Sebelum adanya sistem zonasi, sebutan ‘sekolah favorit’ atau ‘sekolah unggulan’ tidaklah asing bagi masyarakat Indonesia. Dimana para calon murid akan berkompetisi untuk masuk ke sekolah yang lebih unggul dibanding sekolah yang tidak favorit. Dengan adanya klasifikasi sekolah unggulan ini juga akan mempermudah guru dalam mengajar karena murid murid memiliki kecerdasan yang relatif sama. Tak hanya itu, sekolah unggulan juga dapat menerima calon siswa dari berbagai daerah dan membuat sekolah menjadi lingkungan yang beragam.
Terciptanya Kompetisi yang Sehat
Dengan penghapusan sistem zonasi, dapat mewujudkan terciptanya kompetisi dan persaingan yang sehat baik antara calon murid maupun antara satu sekolah dengan sekolah yang lain. Hal ini dikarenakan calon siswa akan berusaha keras dan lebih termotivasi pada tingkat pendidikan sebelumnya karena tidak mementingkan sistem zonasi. Mereka akan merasa tidak aman dan semakin termotivasi untuk berprestasi pada tingkat pendidikan sebelumnya untuk sekolah di sekolah impian mereka. Sebaliknya, dengan adanya sistem zonasi, siswa akan kurang motivasi dalam meraih sekolah impiannya karena mereka meyakini bahwa akan diterima melalui jalur zonasi. Tak hanya itu, persaingan antar sekolah akan semakin sehat karena akan berlomba lomba menarik murid dan menjadikan sekolahnya lebih unggul dari sekolah yang lain.
Dibalik pendapat yang mendukung penghapusan sistem zonasi ini, terdapat beberapa orang yang menentang penghapusan sistem zonasi. 3 Alasan penentangan penghapusan sistem zonasi adalah sebagai berikut:
Terjadinya Kesenjangan Sosial yang Semakin Lebar
Tanpa ada sistem zonasi, sekolah-sekolah yang tidak favorit atau sekolah dengan fasilitas dan sumber daya yang terbatas akan kesulitan bersaing dengan sekolah lain yang memiliki fasilitas dan sumber daya yang jauh lebih bagus. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan kesenjangan sosial yang semakin lebar karena akan terbentuk kasta kasta pendidikan yang sebelumnya ingin dihilangkan melalui sistem zonasi. Murid murid yang ada di sekolah tidak favorit akan merasa tidak adil dan tertinggal dengan murid yang ada di sekolah favorit.
Terbentuknya Pendidikan Berbasis Keuangan
Penghapusan sistem zonasi akan mengembalikan masalah ‘sekolah favorit’ dan ‘sekolah tidak favorit’. Calon murid yang berada pada daerah pinggiran akan sulit mengakses sekolah favorit di daerah pusat kota. Padahal, apabila kita mengingat kembali tujuan diadakannya sistem zonasi adalah untuk memeratakan akses pendidikan dan pemerataan  fasilitas pendidikan. Kalau sistem ini dihapus, pemerataan pendidikan akan sulit tercapai dan pada akhirnya penyelesaiannya dengan menggunakan uang. Dan seperti yang kita tahu, masyarakat yang berkekurangan akan sulit mendapatkan pendidikan tersebut.
Meningkatkan Potensi Segregasi SosialÂ
Penghapusan sistem zonasi akan meningkatkan potensi segregasi sosial karena tanpa zonasi, potensi segregasi sosial berdasarkan latar belakang ekonomi dan sosial akan semakin meningkat. Sekolah sekolah di daerah kaya menjadi lebih kaya dan eksklusif. Sebaliknya, sekolah-sekolah pinggiran akan semakin miskin dan tidak mendapat perhatian yang lebih.
Pada dasarnya, sistem zonasi bukanlah suatu sistem yang bisa disalahkan sepenuhnya. Karena sistem zonasi sendiri memiliki tujuan untuk memeratakan pendidikan dan menghapus kasta-kasta sekolah favorit. Namun, dalam implementasinya terjadi penyimpangan dan pelanggaran dikarenakan peraturan yang tidak jelas antara satu sekolah dengan sekolah lainnya. Selain itu, kesiapan pendidikan dan sekolah di Indonesia sangatlah kurang untuk menjalankan sistem zonasi. Lantas, apa yang bisa dilakukan pemerintah dalam memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia?
Terdapat solusi atau alternatif kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, antara lain sebagai berikut:
Peningkatan Fasilitas dan Sumber Daya Sekolah di Daerah Terpencil:Â
Agar dapat memeratakan pendidikan di Indonesia, pemerintah harus lebih fokus pada pemerataan fasilitas dan kualitas tenaga pendidik agar sekolah-sekolah di daerah pinggiran dapat bersaing dengan sekolah lain yang saat ini lebih bagus. Pemerintah harus lebih memperhatikan kembali mengenai kesiapan fasilitas dan sumber daya sebelum membuat kebijakan lebih lanjut.
Kebijakan Seleksi Berdasarkan Prestasi dan Kebutuhan Daerah
Pemerintah dapat menggunakan sistem penggabungan seleksi berdasarkan prestasi akademik dengan pertimbangan kebutuhan daerah untuk memastikan pemerataan pendidikan. Dalam pelaksanaanya juga, pemerintah harus tetap mengawasi jalannya kebijakan yang dibuat. Karena tidak adanya pengawasan dari pemerintah akan membuka peluang terjadinya pelanggaran dan penyimpangan kebijakan untuk meraih keuntungan suatu pihak tertentu.
Penerapan Zonasi yang Lebih Fleksibel
Alih-alih menghapuskan sistem zonasi sepenuhnya, pemerintah bisa memperkenalkan kebijakan zonasi yang lebih fleksibel dan berdasarkan kriteria yang lebih komprehensif. Pemerintah juga bisa membuat peraturan yang lebih jelas dan detail untuk menghindari adanya misunderstanding antara pemerintah dengan sekolah yang ada.
Penghapusan sistem zonasi dalam seleksi penerimaan siswa baru bukanlah solusi yang sempurna untuk mengatasi ketidakmerataan pendidikan di Indonesia. Dengan memberikan kebebasan lebih besar kepada orang tua dan sekolah, kebijakan ini berisiko memperburuk ketimpangan akses pendidikan antara daerah kaya dan miskin. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan yang lebih inklusif dan berfokus pada pemerataan kualitas pendidikan perlu menjadi perhatian utama pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H