Pemuda juga menggunakan petisi daring (online) serta kampanye digital untuk menyuarakan aspirasi. Mereka menggunakan platform seperti Change.org untuk membuat petisi terkait isu-isu penting, seperti keadilan hukum, pendidikan, dan hak asasi manusia. Melalui media digital, mereka dapat mengumpulkan tanda tangan secara cepat dan menunjukkan luasnya dukungan masyarakat terhadap isu yang mereka angkat.
Kedua, gerakan sosial menjadi salah satu bentuk partisipasi pemuda dalam memengaruhi kebijakan dan opini publik. Baru-baru ini, ribuan mahasiswa dan masyarakat umum berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR untuk menolak RUU Pemilihan Kepala Daerah yang dapat menganulir putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pilkada. Unjuk rasa serupa juga terjadi di kota-kota lain, seperti Makassar, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya.
Unjuk rasa di sejumlah daerah ini menunjukkan semangat pemuda untuk terlibat dalam perubahan. Mereka percaya bahwa perjuangan non-parlementer tetap memiliki peran penting dalam membangun Indonesia yang lebih baik. Namun, advokasi non-parlementer saja tidak cukup. Dengan populasi pemuda yang mencapai 40 persen, mereka perlu didorong untuk menjadi legislator atau eksekutif agar kontribusi mereka lebih maksimal.
Partisipasi pemuda bukan hanya persoalan kuantitas, melainkan juga kualitas, dan bahwa reformasi, baik dalam demokrasi digital maupun representasi politik formal, sangat diperlukan.
Salam Pemuda...Selamat Hari Sumpah Pemuda Ke-96.
Pemuda Indonesia, Bersatu dalam Kebhinekaan, Berjuang dalam Keindonesiaan. Pemuda Indonesia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif dan berkarakter.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H