Mohon tunggu...
Suhendar M. Said
Suhendar M. Said Mohon Tunggu... Administrasi - Bloger, Civil Servant, Penikmat Kopi Hitam dan Senja Hari

Blogging, Bike, Run, Civil Servant, Author @rumahpemilu.org, and @birokratmenulis.org

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pemuda dan Pakta Masa Depan, Catatan Peringatan Ke-96 Hari Sumpah Pemuda

28 Oktober 2024   07:00 Diperbarui: 29 Oktober 2024   16:53 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Kaum muda. (Foto: Kompas/Heru Sri Kumoro)

Pemenang Nobel Perdamaian 2014, Malala Yousafzai menekankan pentingnya kaum muda dalam mendorong perubahan dan memperjuangkan hak-hak mereka. 

Ketika kaum muda terdiam, dunia kehilangan kesempatan besar untuk mewujudkan perubahan positif. Karena itu, kaum muda harus berdaya untuk menjadi pemimpin saat ini, bukan hanya untuk masa depan.

Menempatkan pemuda sebagai salah satu fokus dalam Pact for the Future semakin menyadarkan para pemimpin dunia bahwa mewujudkan perubahan global yang lebih baik tidak mungkin tercapai tanpa keterlibatan pemuda. 

Kaum muda memiliki karakter yang kreatif dan adaptif. Mereka dapat memberikan gagasan-gagasan segar, kreatif, serta mampu berpikir di luar kerangka kerja tradisional.

Dengan karakter adaptif, kaum muda lebih terbuka terhadap perkembangan teknologi baru, tren sosial, serta pendekatan inovatif. 

Kemampuan ini sangat dibutuhkan untuk menghadapi serta mengatasi persoalan global yang kompleks, seperti kesenjangan ekonomi, perubahan iklim, dan ketidaksetaraan akses pendidikan.

Namun, meskipun pemuda memiliki kemampuan yang luar biasa, Pact for the Future juga tampaknya dimaksudkan untuk merespons kenyataan bahwa partisipasi pemuda dalam pengambilan keputusan masih relatif rendah, baik di tingkat nasional, maupun lokal.

Secara nasional, berdasarkan data dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), hanya 15 persen calon legislatif terpilih yang berusia di bawah 40 tahun. Dari total 580 kursi di DPR untuk periode 2024-2029, hanya ada 87 legislator dari kalangan pemuda. 

Persentase ini menurun dibandingkan dengan periode pemilu sebelumnya. Pada Pemilu 2019-2024, dari 575 anggota DPR, persentase kaum muda yang berusia di bawah 40 tahun tercatat sebesar 16 persen.

Dalam kontestasi politik lokal melalui kontestasi Pilkada 2024, jumlah calon kepala daerah muda juga masih relatif kecil. Dari total 2.047 calon kepala daerah, tercatat hanya ada 453 calon atau sekitar 22 persen dari kalangan milenial dan generasi Z. 

Sedangkan dari 453 calon tersebut, 198 orang (47 persen) mendaftar sebagai calon kepala daerah, sementara 240 orang (53 persen) sebagai calon wakil kepala daerah (Kompas, 25/9/2024).

Demokrasi Digital

Secara nasional, anggota DPR terpilih pada kontestasi Pemilu 2024 yang berusia di bawah 40 tahun masih jauh dari mewakili jumlah populasi pemuda. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2022, jumlah populasi muda di Indonesia mencapai 40 persen, tetapi legislator terpilih baru mencapai 15 persen.

Data ini tentu tidak menunjukkan bahwa kaum muda di Indonesia apatis terhadap persoalan kebangsaan. Ada dua hal yang patut diapresiasi terkait keterlibatan pemuda dalam proses pengambilan kebijakan.

https://kesbangpol.kulonprogokab.go.id
https://kesbangpol.kulonprogokab.go.id

Pertama, demokrasi digital telah membuka ruang lebih luas bagi pemuda untuk terlibat dalam proses pengambilan kebijakan secara tidak langsung. 

Sebagai salah satu pengguna media sosial terbesar di dunia, mereka menyuarakan pendapat, memengaruhi opini publik dan pengambilan kebijakan dengan memanfaatkan demokrasi digital secara efektif.

Pemuda juga menggunakan petisi daring (online) serta kampanye digital untuk menyuarakan aspirasi. Mereka menggunakan platform seperti Change.org untuk membuat petisi terkait isu-isu penting, seperti keadilan hukum, pendidikan, dan hak asasi manusia. 

Melalui media digital, mereka dapat mengumpulkan tanda tangan secara cepat dan menunjukkan luasnya dukungan masyarakat terhadap isu yang mereka angkat.

Kedua, gerakan sosial menjadi salah satu bentuk partisipasi pemuda dalam memengaruhi kebijakan dan opini publik. Baru-baru ini, ribuan mahasiswa dan masyarakat umum berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR untuk menolak RUU Pemilihan Kepala Daerah yang dapat menganulir putusan Mahkamah Konstitusi tentang Pilkada. 

Unjuk rasa serupa juga terjadi di kota-kota lain, seperti Makassar, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya.

Unjuk rasa di sejumlah daerah ini menunjukkan semangat pemuda untuk terlibat dalam perubahan. Mereka percaya bahwa perjuangan non-parlementer tetap memiliki peran penting dalam membangun Indonesia yang lebih baik. 

Namun, advokasi non-parlementer saja tidak cukup. Dengan populasi pemuda yang mencapai 40 persen, mereka perlu didorong untuk menjadi legislator atau eksekutif agar kontribusi mereka lebih maksimal.

Partisipasi pemuda bukan hanya persoalan kuantitas, melainkan juga kualitas, dan bahwa reformasi, baik dalam demokrasi digital maupun representasi politik formal, sangat diperlukan.

Salam Pemuda... Selamat Hari Sumpah Pemuda Ke-96.

Pemuda Indonesia, Bersatu dalam Kebhinekaan, Berjuang dalam Keindonesiaan. Pemuda Indonesia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif dan berkarakter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun